LAPORAN
PENDAHULUAN KLIEN APPENDISITIS
RUMAH SAKIT UMUM
DAERAH CARUBAN
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktek Klinik Sistem
Kardiovaskuler
Disusun oleh :
AMIRRUDIN
SETIAWAN
M13.01.0001
PROGRAM STUDI S1
KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI
ILMU KESEHATAN MADANI
YOGYAKARTA
TA. 2013/2014
HALAMAN
PENGESAHAN
Laporan pendahuluan dengan kasus Appendiksitis
di ruang RR/ICU/ICCU RSUD Caruban telah diperiksa oleh pembimbing lapangan/CI
yang disahkan pada:
Hari :
.................
Tanggal :
.................
Mengetahui
Clinical Instructure (CI)/
Pembimbing Lapangan
(............................................)
|
Pembimbing Akademik
(...........................................)
|
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
LAPORAN
PENDAHULUAN APPENDISITIS
A. PENGERTIAN
Appendisitis
adalah inflamasi akut pada appendisits verniformis dan merupakan penyebab
paling umum untuk bedah abdomen darurat (Brunner & Suddart, 1997).
Appendiks
adalah ujung seperti jari-jari yang kecil panjangnya kira-kira 10 cm (4 inchi),
melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal (Smeltzer, Suzanne, C.,
2001).
Appendiks
adalah organ tambahan kecil yang menyerupai jari, melekat pada sekum tepat
dibawah katup ileocecal (Brunner dan Sudarth, 2002).
Appendisitis
adalah suatu peradangan pada appendiks yang berbentuk cacing, yang berlokasi
dekat katup ileocecal (Long, Barbara C,
1996 hal 228).
Appendisitis
adalah peradangan dari appendiks vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen
akut yang paling sering. (Arif Mansjoer ddk 2000 hal 307 ).
Anatomi
Appendisitis
A. ETIOLOGI
Appendisitis tersumbat
atau terlipat oleh:
1. Fekalis/
massa keras dari feses
2. Tumor,
hiperplasia folikel limfoid
3. Benda
asing
B. PATOFISIOLOGI
Appendiks
terinflamasi dan mengalami edema sebagai akibat tersumbat, kemungkinan oleh
fekalit (massa keras dari feses), tumor atau benda asing. Proses inflamasi
meningkatkan tekanan intraluminal yang akan menghambat aliran limfe yang
mengakibatkan edema, diapedesis bakteri dan ulserasi mukosa menimbulkan nyeri
abdomen atas atau menyebar hebat secara progresif, dalam beberapa jam,
terlokalisasi dikuadran kanan bawah dari abdomen. Akhirnya appendiks yang
terinflamasi berisi pus. (Smeltzer, Suzanne, C., 2001).
Bila
sekresi mukus berlanjut, tekanan akan terus meningkat menyebabkan
peradanganyang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga
menimbulkan nyeri kanan bawah disebut apendisitis supuratif akut. Bila kemudian
aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti
dengan gangren yang disebut apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah
rapuh pecah akan terjadi apendisitis perforasi. Bila semua proses di atas
berjalan lambat, omentum dan usus berdekatan akan bergerak ke arah apendiks
hingga timbul suatu massa lokal yang dsebut infiltrat apendikularis. Peradangan
appendiks dapat menjadi abses atau menghilang.
Pada
anak-anak, omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, dinding apendiks
lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang menjadi
kurang memudahkan terjadinya perforasi. Pada orang tua perforasi mudah terjadi
karena ada gangguan pembuluh darah (Mansjoer, 2000).
A. TANDA
DAN GEJALA
1. Nyeri
kuadran kanan bawah dan biasanya demam ringan
2. Mual,
muntah
3. Anoreksia,
malaisse
4. Nyeri
tekan lokal pada titik Mc. Burney
5. Spasme
otot
6. Konstipasi,
diare
(Brunner & Suddart, 1997)
B. PEMERIKSAAN
DIAGNOSTIK
§ Sel
darah putih : leokositosis diatas 12000/mm3, netrofil meningkat sampai 75%
§ Urinalisis
: normal, tetapi eritrosit/leukosit mungkin ada
§ Foto
abdomen : adanya pergeseran material pada appendiks (fekalis) ileus terlokalisir
§ Tanda
rovsing (+) : dengan melakukan palpasi kuadran bawah kiri yang secara
paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa dikuadran kanan bawah
(Doenges, 1993; Brunner & Suddart, 1997)
C. KOMPLIKASI
§ Komplikasi
utama adalah perforasi appediks yang dapat berkembang menjadi peritonitis atau
abses apendiks
§ Tromboflebitis
supuratif
§ Abses
subfrenikus
§ Obstruksi
intestinal
D. PENATALAKSANAAN
§ Pembedahan
diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan
§ Antibiotik dan cairan IV diberikan sampai pembedhan
dilakukan
§ Analgetik
diberikan setelah diagnosa ditegakkan.
§ Apendektomi
dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi. (Brunner &
Suddart, 1997)
PENGKAJIAN
Menurut Doengoes, 1999
1. Aktivitas/
istirahat: Malaise
2. Sirkulasi
: Tachikardi
3. Eliminasi
a. Konstipasi
pada awitan awal
b. Diare
(kadang-kadang)
c. Distensi
abdomen
d. Nyeri
tekan/lepas abdomen
e. Penurunan
bising usus
4. Cairan/makanan
: anoreksia, mual, muntah
5. Kenyamanan
Nyeri
abdomen sekitar epigastrium dan umbilikus yang meningkat berat dan
terlokalisasi pada titik Mc. Burney meningkat karena berjalan, bersin, batuk,
atau nafas dalam.
6. Keamanan
: demam
7. Pernapasan
a. Tachipnea
b. Pernapasan
dangkal (Brunner & Suddart, 1997)
E.
DIAGNOSA
KEPERAWATAN YANG MUNCUL
1. Nyeri
akut berhubungan dengan distensi jaringan intestinal
2. Ansietas
berhubungan dengan penyakit kritis
3. Defisit
volume cairan berhubungan dengan kehilangan aktif volume cairan (evaporasi),
diare
4. Resiko
infeksi berhubungan dengan luka operasi
5. Kerusakan
integritas kulit
A.
TUJUAN/RENCANA
TINDAKAN (NOC/NIC)
No. Dx
|
DIAGNOSA
KEPERAWATAN DAN KOLABORASI
|
TUJUAN (NOC)
|
INTERVENSI
(NIC)
|
1
|
Nyeri akut
berhubungan dengan distensi jaringan intestinal
|
NOC:
v Pain Level
v Pain Control
v Comfort Level
Kriteria Hasil:
1. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan teknik
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan
menggunakan manajemen nyeri
3. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas,
frekuensi dan tanda nyeri)
4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
|
NIC :
Pain Management
1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensip
termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan faktor
presipitasi
2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyaman
3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
mengetahui pengalaman nyeri pasien
4. Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
5. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
6. Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain
tentang ketidakefektivan kontrol nyeri masa lampau
7. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
menemukan dukungan
8. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
9. Kurangi faktor presipitasi nyeri
10. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakoligi,
non farmakologi dan interpersonal)
11. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
intervensi
12. Ajarkan tentang teknik non farmakologi
13. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
14. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
15. Tingkatkan istirahat
16. Kolaborasi dengan dokter jika ada keluhan dan
tindakan nyeri tidak berhasil
17. Monitor penerimaan pasien tentang managemen nyeri
Analgesic Administration
1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan
derajat nyeri sebelum pemberian obat
2. Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis,
dan frekuensi
3. Cek riwayat alergi
4. Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi
dsari analgesik ketika pemberian lebih dari satu
5. Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan
beratnya nyeri
6. Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri secara teratur
7. Monitor TTV sebelum dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali
8. Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri
hebat
9. Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala
(efek samping)
|
2
|
Ansietas
berhubungan dengan penyakit kritis
|
NOC:
v Anxiety Control
v Coping
v Impulse Control
Kriteria hasil :
1. Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan
gejala cemas
2. Mengidentifikasikan, mengungkapkan, dan
menunjukkan teknik untuk mengontrol cemas
3. TTV dalam batas normal
4. Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh, dan
tingkat aktivitas menunjukan kekurangan kecemasan
|
NIC:
Anxiety Reduction (Penurunan
Kecemasan)
1.
Gunakan pendekatan yang
menenangkan
2.
Nyatakan dengan jelas harapan
terhadap pelaku pasien
3.
Jelaskan semua prosedur dan apa
yang dirasakan selama prosedur
4.
Pahami prespektif pasien
terhadap situasi stres
5.
Temani pasien untuk memberikan
keamanan dan mengurangi takut
6.
Berikan informasi faktual
mengenai diagnosis, tindakan prognosis
7.
Dorong keluarga untuk menemani
anak
8.
Lakukan back/neck rub
9.
Dengarkan dengan penuh
perhatian
10. Identifiksi
tingkat kecemasan
11. Bantu
pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan
12. Dorong
pasien untuk mengungkapan perasaan, ketakutan, persepsi
13. Intruksikan
pasien menggunakan teknik relaksasi
14. Berikan
obat untuk mengurangi kecemasan
|
3
|
Defisit volume
cairan berhubungan dengan kehilangan aktif volume cairan (evaporasi), diare
|
NOC:
v Fluit Balance
v Hydration
v Nutritional Status : Food And Fluid Intake
Kriteria
Hasil :
1. Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan
BB, BJ urine normal, HT normal
2. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal
3. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi. Elastitits turgor
kulit baik, membran mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan
|
NIC:
Fluid Management
1.
Timbang popok/pembalut jika
diperlukan
2.
Pertahankan catatan intake dan
ouput yang akurat
3.
Monitor status hidrasi
(kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik) jika
diperlukan
4.
Monitor TTV
5.
Monitor masukan makanan/cairan
dan hitung intake kalori harian
6.
Kolaborasikan pemberian cairan
IV
7.
Monitor status nutrisi
8.
Berikan cairan IV pada suhu
ruagan
9.
Dorong masukan oral
10.
Berikan penggantian nesogastrik
sesuai output
11.
Dorong keluarga untuk membantu
pasien makan
12.
Tawarkan snack (jus buah,
buah segar)
13.
Kolaborasi dengan dokter
14.
Atur kemungkinan tranfusi
15.
Persiapan untuk tranfusi
Hypovolemia Management
1.
Monitor status cairan termasuk
intake dan output cairan
2.
Pelihara IV line
3.
Monitor tingkat Hb dan
hematokrit
4.
Monitor TTV
5.
Monitor respon pasien terhadap
penambahan cairan
6.
Monitor BB
7.
Dorong pasien untuk menambah
intake oral
8.
Pemberian cairan IV monitor
adanya tanda dan gejala kelebihanvolume cairan
9.
Monitor adanya tanda gagal
ginjal
|
4
|
Resiko infeksi
berhubungan dengan luka operasi
|
NOC:
v Immune Status
v Knowledge : Infection Control
v Risk Control
Kriteria
Hasil :
1. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
2. Mendeskripsikan proses penularan penyakit, faktor
yang mempengaruhi penularan serta penatalaksanaannya
3. Meunjukan
kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
4. Jumlah leokosit dalam batas normal
5. Menunjukan perilaku hidup sehat
|
NIC:
Infection Control (Kontrol Infeksi)
1.
Bersihkan lingkungan setelah
dipakai pasien lain
2.
Pertahankan teknik isolasi
3.
Batasi pengunjung bila perlu
4.
Instruksikan pada pengujung
untuk mencuci tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan
pasien
5.
Gunakan sabun antimikroba untuk
cuci tangan
6.
Cuci tangan setiap sebelum dan
sesudah tindakan keperawatan
7.
Gunakan baju, sarung tangan
sebagai alat pelindung
8.
Pertahankan lingkungan aseptik
selama pemasanan alat
9.
Ganti letak IV perifer san line
cental dan dressing sesuai dengan petunjuk umum
10.
Gunakan katete intermiten untuk menurunkan infeksi kandung
kencing
11.
Tingkatkan intake nutrisi
12.
Berikan terapi antibiotik bila
perlu
Infection
Protection
(Proteksi
Terhadap Infeksi)
1.
Monitor tanda dan gejala
infeksi sistemikdan lokal
2.
Monitor hitung granulosit, WBC
3.
Monitor kerentanan terhadap
infeksi
4.
Batasi pengunjung
5.
Saring pengunjung terhadap
penyakit menular
6.
Pertahankan teknik aspirasi
pada pasien yang berisiko
7.
Pertahankan teknik isolasi k/p
8.
Berikan perawatan kulit pada
area epidema
9.
Inspeksi kulit dan membran
mukossa terhadap kemerahan, panas, drainase
10. Inspeksi
kondisi luka/insisi bedah
11. Dorong
masukan nutrisi yang cukup
12. Dorong
masukan cairan
13. Dorong
istirahat
14. Instruksikan
pasien untuk minum antibiotik sesuai resep
15. Ajarkan
pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
16. Ajarkan
cara menghindari infeksi
17. Laporkan
kecurigaan infeksi
18. Laporkan
kultur positif
|
5
|
Kerusakan
integritas kulit
|
NOC:
v Tissue integrity : skin and mucous membrans
|
NIC:
Pressure Management
1.
Anjuran pasien untuk menggunakan
pakainan yang longgor
2.
Hindari kerutan pada tempat
tidur
3.
Jaga kebersihan kulit agar
tetap bersih dan kering
4.
Mobilisasi pasien (ubah posisi
pasien) setiap dua jam sekali
5.
Monitor kulit akan adanya
kemerahan
6.
Oleskan lotion atau minyak/baby
oil pada daerah yang tertekan
7.
Monitor aktivitas dan
mobilisasi pasien
8.
Monitor status nutrisi pasien
9.
Memandikan pasien dengan sabun
dan air hangat
|
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Linda Juall (1995). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan
(terjemahan).PT EGC, Jakarta.
Doenges, Marilynn E. (1993). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3.
Jakarta. EGC
Price, SA, Wilson, LM. (1994). Patofisiologi Proses-Proses Penyakit, Buku
Pertama. Edisi 4. Jakarta. EGC
Smeltzer, Bare (1997). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Brunner & suddart. Edisi 8. Volume
2. Jakarta, EGC
Swearingen.
(1996). Keperawatan Medikal Bedah.
Edisi 2. Jakarta. EKG
Sylvia dan Lorraine (1999). Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Edisi empat, buku kedua. EGC. Jakarta.
www.laporan-pendahuluan-askep.com/
No comments:
Post a Comment