MAKALAH
ASUHAN KEPERAWATAN AMYLOIDOSIS
A. Definisi
Amiloidosis bukan merupakan suatu
penyakit tunggal tetapi hasil dari beberapa kelainan dengan karakteristik
deposit protein fibrilar di satu atau lebih jaringan pada tubuh. Liken amiloidosis merupakan bentuk tersering
dari amiloidosis kutaneus lokalisata dan tidak berhubungan dengan amiloidosis
sistemik. Penyakit ini relatif jarang
dijumpai.(1)
Liken amiloidosis yaitu penyakit kulit
akibat penumpukan amiloid di kulit yang sebelumnya normal tanpa ada gejala
sistemik disertai gejala pruritus, dengan bentuk papul 2-3 mm berwarna coklat,
konsistensi kenyal sampai keras, dan berbentuk kerucut. Bentuk lain adalah
makula, berbatas tegas, dan berwarna coklat keabu-abuan ataupun bentuk nodular.(1,7)
B. Sejarah
Istilah amiloidosis(seperti tepung)
dikemukan oleh Virchow pada tahun 1854 yang yakin akan kemiripannya dengan
tepung atau selulosa.(7) Kondisi penyakit liken amiloidosis dikemukakan pertama
kali oleh Gutmann pada tahun 1928 dengan nama amiloidosis kutis lokalisata
nodularis et disseminata. Istilah liken amiloidosis dikemukakan pertama kali
oleh Freudenthal pada tahun 1930.(8)
C. Patogenesis dan Etiologi
Amiloidosis termasuk kedalam kelompok
penyakit konformasional karena agregasi protein patologis terjadi karena
penurunan stabilitas pelipatan(folding) protein dan kecenderungan dari protein
untuk membentuk lebih dari satu konformasi.
Telah ditemukan 21 protein penyebab
terjadinya penyakit amiloidosis. Protein-protein ini memiliki struktur dan
fungsi yang berbeda tetapi dapat membuat fibril amiloid yang sama secara
morfologi.(9)
Pembentukan protein amiloid terjadi
karena kesalahan pada proses pelipatan(folding) protein. Hal ini dapat terjadi
dalam beberapa cara. Cara yang pertama adalah dengan pergantian satu asam amino
di dalam rantai protein tersebut. Cara yang kedua adalah dengan remodeling
proteolitik dari protein prekursor yang telah ada. Cara yang ketiga adalah
protein memiliki kecenderungan untuk membentuk konformasi patologis yang
sejalan dengan penuaan. Ketiga mekanisme diatas dapat berhubungan satu sama
lain atau bertindak secara independen.(9)
D. Epidemiologi
Penyakit ini merupakan penyakit yang
jarang ditemukan tetapi untuk daerah Asia Tenggara dan Amerika Selatan penyakit
ini relatif sering. Penyakit ini biasa
menyerang pada umur pertengahan dan lebih sering terjadi pada orang cina. Penyakit ini biasa terjadi secara sporadik
tetapi beberapa kasus memiliki hubungan kekeluargaan atau genetik telah
dilaporkan.(1,3)
Angka kejadian penyakit ini di Indonesia
telah dilaporkan oleh Harahap dan Hutapea (1970) di Medan terdapat 11 penderita
Liken Amiloidosis yang terdiri dari 3 pria dan 8 wanita dengan rentang umur 24
tahun sampai dengan 59 tahun.4 Djuanda dan kawan-kawan (1988) menemukan 78
kasus liken amiloidosis yang terdiri dari jumlah 7 pria dan 71 wanita dengan
rentang umur 14 tahun sampai 66 tahun.(5)
E. Klasifikasi Amiloidosis
Menurut Sipe dan Cohen amiloidosis
dibedakan menjadi 2 berdasarkan organ tubuh yang terkena yaitu:(10)
1. Amiloidosis sistemik yaitu adanya deposit
amiloid pada berbagai organ di seluruh tubuh yang akhirnya menimbulkan kelainan
sistemik.
2. Amiloidosis lokalisata yaitu adanya
deposit amiloid hanya ditemukan pada salah satu organ dan tidak ada kelainan
sistemik.
Menurut Moschella et al amiloidosis dapat
juga dibedakan menjadi 2 berdasarkan penyebabnya yaitu :(1)
1. Amiloidosis primer yaitu amiloidosis yang
penyebabnya tidak diketahui(idiopatik).
2. Amilodosis sekunder yaitu amilodosis
terjadi sekunder terhadap berbagai penyakit infeksi, inflamasi, atau neoplasma.
Menurut Maize dan Metcalf amiloidosis
kutis lokalisata primer atau liken amiloidosis atau juga yang disebut
amiloidosis kutis lokalis nodularis et diseminata terdapat 3 bentuk yaitu:(11)
1. Papular yaitu berupa lesi papul, gatal,
yang berwarna kuning kecoklatan, berbentuk seperti kubah, terdistribusi
simetris biasanya pada daerah ekstensor tungkai bawah, paha, dorsum pedis, dan
punggung bagian bawah. Pada tahap lanjut
dapat mengenai bahu, dada, dan perut. Pada
lesi tidak pernah terjadi purpura dan ulkus.
2. Amiloidosis makular berupa makula,
berbatas tegas, berwarna coklat keabu-abuan, terdistribusi pada punggung bagian
atas, payudara, pantat, lengan, pergelangan kaki, dan paha. Gatal dapat saja terjadi.
3. Amiloidosis nodular berupa lesi amiloid
nodular yang dapat terjadi pada semua tempat di kulit termasuk konjungtiva dan
genitalia.
F. Pemeriksaan Histopatologi
Tidak semua penyakit kulit dapat
didiagnosis dengan pasti secara klinik. Untuk konfirmasi diagnosis klinik
diperlukan pemerikasaan histopatologik dari jaringan patologik. Pemeriksaan histopatologi
dilakukan dengan pengambilan jaringan kulit melalui 2 cara yaitu punch biopsy
dan eksisi.(12)
1. Punch biopsy
Punch biopsy adalah suatu alat pengambil
jaringan di kulit untuk konfirmasi diagnosis klinik pada pemeriksaaan
histopatologi.(12)
Cara mengerjakan punch biopsy :(12)
Pilihlah
lesi yang paling matang dan berkembang baik. Jika terdapat vesikula atau bula,
pilihlah lesi dini dan jaga dinding vesikula itu supaya tetap utuh. Pada
lesi-lesi polimorfik ambil beberapa bentuk lesi. Trauma atau pengobatan pada
lesi akan mengubah gambaran histopatologi. Lakukan biopsi seluruhnya di dalam
lesi dan hindari penyertaan kulit normal, jika tidak diinginkan secara khusus.
Bersihkan
daerah biopsi dengan alkohol. Dan jaga agar skuama, krusta, dan vesikula tetap
utuh. Biasakan memberi tanda lesi-lesi yang akan dibiopsi dengan larutan
gentian violet 1% sebelum terjadi pembengkakan yang ditimbulkan oleh suntikan
anastesi atau pengaruh adrenalin.
Lakukan
anastesi pada daerah yang akan dibiopsi dengan menyuntikan xylocain 2% cum
adrenalin 1/100.000 ke dermis. Kerja adrenalin disini ialah untuk menghambat
perdarahan dan memperpanjang masa anastesi.
Alat yang
sering dipakai adalah yang berdiamater 4 mm. Kulit disekitar lesi ditarik tegak
lurus terhadap garis alur kulit sebelum punch dimasukan. Gunanya ialah untuk
memperoleh luka bekas punch berbentuk oval.
Punch
biopsy ditekan kuat ke dalam lesi dengan gerakan pemotongan sambil memutar
punch kekiri dan kekanan bergantian sampai jaringan subkutan. Jaringan kulit
yang terpotong sebagian tertinggal di luar punch dan sebagian masuk ke dalam
ujung silinder. Jaringan ini diambil dengan hati-hati dengan pinset atau jarum
tanpa memakai tekanan, setelah dasarnya dipotong dengan gunting atau skalpel
sampai sedalam lapisan lemak. Kemudian jaringan itu dimasukan ke dalam formalin
10% untuk diperiksa secara histopatologi.(12)
2. Eksisi
Eksisi
adalah penyayatan jaringan disertai pegangkatan jaringan untuk diperiksa secara
histopatologi.(12)
Indikasi untuk melakukan eksisi adalah :(12)
a. Terhadap lesi dengan pinggir aktif dan
menjalar.
b. Untuk mengevaluasi perbatasan antara lesi
dan kulit normal.
c. Lesi-lesi atrofik dan skerotik.
d. Untuk memperoleh kulit yang cukup
tebalnya.
Tehnik bedah eksisi yaitu :(12)
a. Pemberian sedasi preoperatif yang dapat
dicampur dengan analgetik.
b. Kulit yang akan dioperasi dibersihkan
dengan sabun dan sesudah itu dengan alkohol 70%.
c. Anastesi infiltrasi lokal. Dosis maksimal
obat anastesi yang boleh diberikan ialah 500 mg. Jadi xylocain 2% yang dipakai
untuk anastesi lokal harus dibawah 25 ml.
d. Luka operasi dijahit dengan benang nylon
5-0 atau 6-10. Untuk jahitan yang tertanam sebaiknya dipakai catgut 4-0. Pada
kelopak mata, bibir, aksila,, labia, dan penis lebih disukai pemakaian benang
polyester yang lunak.
e. Esksisi harus mengikuti garis alur kulit
atau lipatan-lipatan kulit (lines of elasticity) supaya tercapai hasil kosmetik
yang baik. Tapi seandainya lesi berbentuk oval, eksisi sebaiknya mengikuti
bentuk lesi, tidak menurut garis lipatan kulit.
Penyakit
liken amiloidosis ditandai dengan deposit amiloid ekstraselular abnormal yang
termasuk kelompok unrelated protein, dengan pewarnaan apple green birefringence
dari Congo-Red menunjukan polarisasi cahaya berwarna merah bata dan gambaran
ultrastruktur, sedangkan dengan kristal ungu dan metil ungu mengakibatkan
amiloid bermetakromasi. Deposit amiloid menimbulkan suatu kondisi yang jarang
terjadi sehingga membutuhkan kapabilitas seorang dokter untuk
mendiagnosisnya.(1,7,11)
Pada
liken amiloidosis dijumpai deposit amiloid pada dermis tanpa melibatkan
pembuluh darah atau adneksa. Deposit amiloid ini diikuti dengan akantosis yang
tidak teratur dan hiperkeratosis. Biopsi dari jaringan lesi tampak perubahan
epidermis berupa hiperkeratotik kompak dan akantosis ringan serta perubahan dermis
berupa papil yang membulat, celah suprapapil dan sebagian papil berisi massa
amorf(amiloid) yang diperjelas dengan pewarnaan khusus Congo red.(1,13)
G. Diagnosis Banding
Diagnosis banding untuk liken amiloidosis
yaitu :(7)
1. Liken planus
2. Liken simpleks kronikus
3. Liken miksedematous
1. Liken Planus
Liken
planus ditandai dengan papul-papul berwarna yang khas. Papul-paul berwarna
merah biru, berskuama, dan berbentuk siku-siku. Lokasi di ekstremitas bagian
fleksor, selaput lendir, dan alat kelamin. Sangat gatal, dan umumnya membaik
dalam waktu 1-2 tahun. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan jumlah leukosit
dan limfosit yang menurun. Pemeriksaan histopatologi menunjukan penebalan
lapisan granuloma, degenerasi mencair membrana basalis dan sel basal. Terdapat pula
infiltrat seperti pita terdiri atas limfosit dan histiosit pada dermis bagian
atas.(14)
2. Liken Simpleks Kronikus
Liken
simpleks kronikus merupakan peradangan kulit kronis yang sangat gatal ditandai
dengan kulit yang menebal dan garis kulit tampak lebih menonjol. Hal ini
terjadi akibat garukan atau gosokan yang berulang-ulang karena adanya stimulus
pruritogenik yang bervariasi. Lesi biasanya tunggal, awalnya berupa plak
eritematous, sedikit edematous, lambat laun edema dan eritema menghilang,
bagian tengah berskuama dan menebal, likenifikasi dan ekskoriasi. Sekitarnya
menjadi hiperpigmentasi, batas dengan kulit menjadi tidak jelas. Gambaran
klinis juga dipengaruhi lokasi dan lamanya lesi. Letak lesi dapat timbul dimana
saja, tetapi yang bisa ditemukan di kulit kepala, tengkuk, samping leher,
lengan bagian ekstensor, pubis, vulva, skrotum, perianal, paha bagian medial,
lutut, tungkai bawah lateral, pergelangan kaki bagian depan, dan punggung kaki.(15)
3. Liken Miksedematous
Liken
miksedematous atau amioidosis sistemik primer ditandai dengan papul-papul tidak
gatal. Predileksi dari liken miksedematous adalah pada daerah wajah. Selain
papul pada kulit, manifestasi klinis lain yang dapat ditemukan pada penderita
adalah purpura, plak, dan alopesia. Pada 40 % kasus terdapat makroglosia.
Secara histologi jaringan penunjang dari korium retikular dan pembuluh darah
diinfiltrasi oleh protein amiloid.(1,11)
H. Diagnosis
Diagnosis dari liken amiloidosis dapat
ditegakkan dengan berdasarkan anannesis, manifestasi klinis, dan pemeriksaan
penunjang seperti laboratorium dan biopsi jaringan. Pada biopsi kulit dijumpai
adanya protein amiloid pada jaringan epidermis dan jaringan subkutan.(1)
I. Prognosis
Penyakit ini bersifat kambuhan, setelah
diobati maka lesi dan pruritus dapat kambuh kembali dalam jangka waktu
tertentu.(1)
J. Pengobatan
Pengobatan liken amiloidosis dapat
menggunakan kortikosteroid topikal dan injeksi intralesi. Pengobatan ini
memberikan hasil yang cukup memuaskan. Pruritus pada liken amiloidosis dapat
diredakan dengan memberikan antihistamin pada penderita.(1)
Salah satu penelitian dari India oleh Das
dan Gogoi dengan menggunakan siklofosfamid pada 36 pasien menunjukan hasil yang
cukup baik. Penggunaan 50 mg tablet siklofosfamid secara oral menurunkan rasa
gatal pada 1 bulan pemakaian. Setelah 6 bulan menunjukan penurunan yang
signifikan pada rasa gatal. Pemakaian siklofosfamid juga menurunkan pigmentasi
pada penderita. Lesi juga menjadi mengecil pada penggunaan siklofosfamid selama
6 bulan.(16)
Wong dan Li menggunakan dermabrasi pada 7
pasien dan diamati selama 5 tahun. Pada semua pasien menunjukan hasil cukup
baik setelah dermabrasi. Dermabrasi ini mengangkat epidermis dan bagian atas
dermis dengan amiloid. Dermabrasi ini berguna untuk regenerasi epitel. Efek
samping dari dermabrasi adalah hipopigmentasi dan hiperpigmentasi tetapi hal
tersebut masih dapat ditoleransi. Dermabrasi hanya dapat digunakan untuk liken
amiloidosis lokalisata. Untuk liken amiloidosis generalisata, dermabrasi
efektifitasnya kurang.(17)
DAFTAR PUSTAKA
1. Moschella SL, Pillsbury DM, Hurley HJ. Amyloidosis. In : Moschella’s
Dermatology. 3rd ed. Philadelphia: WB Saunders Co. 1985 : 1481-87.
2. Jhinghan A, Lee JSS, Kumarasinghe SPW.
Lichen Amyloidosis in an Unusual Location. Singapore Med J. 2007; 48(6):
165-67.
3. Lin MW, et al. Novel IL31RA Gene Mutation
and Ancestral GSMR Mutant Allele in Familial Primary Cutaneous Amyloidosis.
English Journal of Human Genetics. 2010; 18: 26-32.
4. Harahap M, Hutapea NO. Lichen Amyloidosis
in Indonesia. Int J Dermatology. 1970; 90: 114-8.
5. Djuanda A, Wiryadi BE, Sularsito SA,
Hidayat D. The Epidemiology of Cutaneous Amyloidosis in Jakarta(Indonesia). Ann
Acad Med. 1988; 17: 528.
6. Salim T, Shenoi SD, Balachandran C, Mehta
VR. Lichen Amyloidosis : A Study of Clinical, Histopathologic and
Immunofluorescence Finding in 30 Cases. Indian J Dermatol Venereol Leprol.
2005; 71: 166-9.
7. Breathnach SM. Amyloidosis of The Skin.
In: Fitzpatrick TB, Eisen AZ, Wolff K, Freedberg IM, Austens KF, editors.
Dermatology in General Medicine. 1st ed. New York: Mc Graw Hill Inc. 1993:
1845-51.
8. Tay CH, Dacosta JL. Lichen Amyloidosis:
Clinical Study of 40 Cases. Br J Dermatol. 1970; 82: 129-36.
9. Merlini GM, Bellotti V. Molecular
Mechanism of Amyloidosis. N Eng J Med. 2003; 349: 583-96.
10. Sipe JD, Cohen AS. Amyloidosis. In:
Kasper DL, Fauci AS, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, editors.
Harrison’s Principle of Internal Medicine. 16th ed. Vol 2. New York: Mc Graw
Hill Inc. 2005: 2024-28.
11. Maize J, Metcalf J. Metabolic Diseases of
The Skin. In: Elder D, editors. Lever’s Histopathology of The Skin. 8th ed.
Philadelphia: Lippincott-Raven Publishers. 1997: 369-74.
12. Harahap M. Darwin R, Sjahrial. Pedoman
Pengobatan Penyakit Kulit. Bandung: Penerbit Alumni. 1984: 36-40.
13. Andriani D, Wiryadi BE, Sularsito SA.
Amiloidosis Kutis Lokalisata Primer Bermanifestasi Sebagai Diskromatosis.
Kumpulan Naskah Ilmiah Konas IX Perdoski. Surabaya. Juli 1999: 501-5.
14. Natahusada EC. Liken Planus. Dalam: Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed 5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2007: 282-3.
15. Wolff K, Johnson RA. Lichen Simplex
Chronicus. In: Fitzpatrick’s Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology.
6th ed. New York: Mc Graw Hill. 2009: 42-3.
16. Das J, Gogoi RK. Treatment of Primary
Localised Cutaneous Amyloidosis with Cyclophospamide. Indian J Dermatol
Venereol Leprol. 2003; 69: 163-4.
17. Wong CK, Li WM. Dermabration for Lichen
Amyloidosis: Report of Long Term Study. Arch Dermatol. 1982; 118: 302-4.
No comments:
Post a Comment