MAKALAH
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN HEMOFILIA
A. Definisi Hemofilia
Hemofilia adalah gangguan perdarahan bersifat herediter yang berkaitan dengan
defisiensi atau kelainan biologi faktor VII dan faktor IX dalam plasma. (David
Ovedoff, 2000)
Hemofilia adalah suatu kelainan perdarahan akibat kekurangan salah satu faktor
pembekuan darah. (Nurcahyo, 2007)
Hemofilia adalah penyakit berupa kelainan pembekuan darah akibat defisiensi
(kekurangan) salah salah satu protein yang sangat diperlukan dalam proses
pembekuan darah. Protein ini disebut sebagai faktor pembekuan darah. Pada
hemofilia berat, gejala dapat terlihat sejak usia sangat dini (kurang dari satu
tahun) di saat anak mulai belajar merangkak atau berjalan. Pada hemofilia
sedang dan ringan, umumnya gejala terlihat saat dikhitan, gigi tanggal, atau
tindakan operasi.(dr. Heru Noviat Herdata, 2008)
Hemofilia adalah gangguan koagulasi congenital paling sering dan serius.
Kelainan ini terkait dengan defisiensi faktor VIII, IX, atau XI yang ditentukan
secara genetic. (Nelson, 2000)
1. Jenis Hemofilia (Kathleen Morgan Speer, 2007)
Kelainan
hemofilia memiliki dua tipe, yaitu:
a
Hemofilia
tipe A, terjadi akibat kekurangan faktor antihemofilia atau
faktor VIII. Tipe hemofilia ini bertanggung jawab terhadap 80% dari seluruh
anak yang terjangkit, dan dapat diklasifikasi sebagai ringan, sedang, atau
berat.
b
Hemofilia
tipe B, disebut juga penyakit Christmas, terjadi karena
kekurangan faktor IX yang diproduksi oleh hati dan merupakan salah satu faktor
koagulasi-tergantung vitamin K. Kira-kira 12-15% hemofilia disebabkan oleh
defisiensi faktor IX yang diatur genetik.
c
Hemofilia C, disebabkan oleh kekurangan faktor XI. Hemofilia tipe
ini paling kurang lazim dan di jumpai pada 2-3% dari semua penderita hemofilia.
Defisiensi faktor XI diwariskan sebagai penyakir resesif autosom tidak lengkap
yang mengenai pria maupun wanita.
d
Defisiensi
faktor Hageman, disebabkan karena defisiensi faktor XII.
Kejadian homozigot gen autosom menyebabkan defisiensi berat faktor XII.
e
Hemofilia Vascular, disebut juga dengan penyakit Von Willebrand.
Penyakit ini tidak sesering hemofilia A, tetapi mungkin lebih sering daripada
hemofilia B. penyakit ini terjadi pada kedua jenis kelamin dan diwariskan
sebagai trait autosom dominant.
2. Tinjauan Fisiologis Pembekuan Darah
Terdapat dua
jalur dalam proses pembekuan darah, yaitu:
a. Jalur Intrinsik
Lintasan
intrinsik melibatkan faktor XII, XI, IX, VIII, dan X disamping prelikakrein,
kininogen dengan berat molekul tinggi, ion Ca2+ dan fosfolipid trombosit. Lintasan ini membentuk f
actor Xa (aktif).
Lintasan
ini dimulai dengan “fase kontak” dengan prekalikrein, kininogen dengan berat
molekul tinggi, faktor XII dengan XI terpajan pada permukaan negatif. Secara in
vivo, kemungkinan protein tersebut teraktifkan pada permukaan sel endotel.
Kalau komponen dalam fase kontak terakit pada permukaan pengaktif, faktor XII
akan diaktifkan menjadi faktor XIIa pada saat proteolisis oleh kalikrein.
Faktor XIIa ini akan menyerang prekalikrein untuk menghasilkan lebih banyak
kalikrein lagi dengan menimbulkan aktivasi timbal balik. Begitu terbentuk,
faktor XIIa mengaktifkan faktor XI menjadi XIa, dan juga melepaskan bradikinin
(vasodilator) dari kininogen dengan berat molekul tinggi.
Faktor XIa
dengan adanya ion Ca2+ mengaktifkan faktor IX menjadi enzim
serin protease, yaitu faktor IXa. Faktor ini selanjutnya memutuskan ikatan
Arg-IIe dalam faktor X untuk menghasilkan serin protease 2 rantai, yaitu faktor
Xa. Reaksi yang belakangan ini memerlukan perakitan komponen, yang dinamakan
kompleks tenase, pada permukaan trombosit aktif, yakni Ca2+ dan
faktor IXa dan faktor X. perlu kita perhatikan bahwa dalam semua reaksi yang
melibatkan zimogen yang mengandung GIa (faktor II, VII, IX, dan X), residu GIa
dalam region terminal amino pada molekul tersebut berfungsi sebagai tempat
pengikatan berafinitas tinggi untuk Ca2+. Bagi perakitan
kompleks tenase, trombosit pertama-tama harus diaktifkan untuk membuka
fosfolipid asidik (anionic).
Fosfatidil
serin dan fosfatoidil inositol yang normalnya terdapat pada sisi keadaan tidak
bekerja. Faktor VIII, suatu glikoprotein, bukan merupakan precursor protease,
tetapi kofaktor yang berfungsi sebagai kofaktor yang berfungsi sebagai reseptor
untuk faktor IXa dan X pada permukaan trombosit. Faktor VIII diaktifkan oleh
thrombin dengan jumlah yang sangat kecil hingga terbentuk faktor VIIIa yang
sselanjutnya diinaktifkan oleh thrombin dalam proses pemecahan lebih lanjut.
b. Jalur ekstrinsik
Lintasan
ekstrinsik melibatkan faktor jaringan, faktor VII, X serta Ca2+ dan
menghasilkan faktor Xa. Produksi faktor Xa dimulai pada tempat cedera jaringan
dengan ekspresi faktor jaringan pada sel endotel. Faktor jaringan berinteraksi
dengan faktor VII dan mengaktifkannya; faktor VII merupakan glikoprotein yang
mengandung GIa, beredar dalam darah dan disintesis di hati. Faktor jaringan
bekerja sebagai kofaktor untuk faktor VIIa dengan menggalakkan aktifitas
enzimatik untuk mengaktifkan faktor X. faktor VII memutuskan ikatan Arg-IIe
yang sama dalam faktor X yang dipotongkan oleh kompleks tenase pada lintasan
intrinsik. Aktivasi faktor X menciptakan hubungan yang penting antara lintasan
intrinsik dan ekstrinsik.
c. Jalur akhir
Pada
lintasan terakhir yang sama, faktor Xa yang dihasilkan oleh lintasan intrinsik
dan ekstrinsik , akan mengaktifkan protrombin (II) menjadi trombin (IIa) yang
kemudian mengaktifkan fibrinogen menjadi fibrin.
B. Etiologi
Hemofilia disebabkan oleh mutasi genetik.
Mutasi gen yang melibatkan kode untuk protein yang penting dalam proses
pembekuan darah. Gejala perdarahan timbul karena pembekuan darah terganggu.
Proses pembekuan darah melibatkan
serangkaian mekanisme yang kompleks, biasanya melibatkan 13 protein yang
berbeda disebut I dengan XIII dan ditulis dengan angka Romawi. Jika lapisan
pembuluh darah menjadi rusak, trombosit direkrut ke daerah luka untuk membentuk
plug awal. Bahan kimia ini rilis diaktifkan platelet yang memulai kaskade
pembekuan darah, mengaktifkan serangkaian 13 protein yang dikenal sebagai
faktor pembekuan. Pada akhirnya, terbentuk fibrin, protein yang crosslinks
dengan dirinya sendiri untuk membentuk sebuah mesh yang membentuk bekuan darah
terakhir.
Hemofilia A disebabkan oleh gen yang defek
yang terdapat pada kromosom X. Hemofilia B (juga disebut Penyakit Natal ) hasil
dari kekurangan faktor IX karena mutasi pada gen yang sesuai.
Hemofilia C adalah hemofilia yang
disebabkan karena kekurangan faktor XI diwariskan sebagai penyakit
resesif autosom tidak lengkap yang mengenai pria dan wanita. Kondisi ini lebih
jarang daripada hemofilia A dan B dan biasanya menyebabkan gejala ringan.
Hemofilia vascular terjadi pada kedua
jenis kelamin yang diwariskan sebagai trait autosom dominan.
Hemofilia A lebih umum daripada hemofilia
B. Sekitar 80% dari orang dengan hemofilia adalah hemofilia A. Hemofilia B
terjadi pada sekitar 1 dari setiap 25.000 sampai 30.000 orang. Sebuah
subkelompok orang dengan hemofilia B memiliki fenotipLeiden, yang dicirikan
oleh hemofilia parah di masa kanak-kanak yang meningkat saat pubertas. (Nelson,
2000)
C. Patofisiologis (dr. Ifran
Shaleh, SpBo, 2002)
Pada saat cedera terjadi robekan pada pembuluh darah synivium dan darah akan
terakumulasi di dalam sendi. Perdarahan akan terus berlangsung sampai tekanan
hidrostatik intra artikuler melebihi tekanan arteri dan kapiler dalam sinovium
sendi. Sebagai akibat efek tamponade ini akan menyebabkan iskemi pada synovium
dan tulang sub khondral.
Dengan perdarahan berulang terjadi hyperplasia dan fibrosis dari jaringan
synovial.
Proliferasi jaringan synovial akan membentuk pannus dan pannus ini akan
mengikis tulang rawan sendi daerah perifer dan menutupi serta menekan permukaan
tulang rawan di daerah tengah.
Tulang rawan sendi juga akan rusak akibat enzim proteolitik yang di hasilkan
jaringan synovial yang mengalami inflamasi di atas akan merusakkan tulang rawan
sendi, di sampan itu juga akan terjadi pembatasan ruang lingkup sendi dan
kontraktur sendi akibat fibrosis kapsul dan synovial sendi. Iskemi lokal juga
akan menyebabkan terbentuknya kista sub khondral tulang.
Reaksi inflamasi juga menyebabkan peningkatan sirkulasi darah sehingga memacu
pertambahan panjang tulang. Stimulasi pada pertumbuhan tulang ini bisa
menimbulkan :
·
Pertumbuhan
yang asimetri sehingga menghasilkan deformitas varus atau valgus.
·
Penutupan
dini pertumbuhan tulang sehingga menghasilkan perpendekan tungkai.
D. Manifestasi Klinis
1. Hemofilia A
Karena
faktor VIII tidak menembus plasenta, kecendrungan berdarah mungkin tampak nyata
pada periode neonatus. Hematoma setelah suntikan dan perdarahan dari sirkumsisi
adalah lazim, tetapi bayi yang terkena tidak menunjukkan abnormalitas klinis.
Sewaktu mulai rawat jalan, kemudahan berdarah terjadi. Hematom intramuscular
timbul karena trauma kecil. Trauma luka robek yang relatif kecil seperti pada
lidah atau bibir, yang berdarah terus-menerus selama berjam-jam atau
berhari-hari, merupakan kejadian yang sering menuntun ke diagnosis. Dari
penderita dengan tingkat penyakit parah, 90% telah menunjukkan bukti klinis nyata
peningkatan perdarahan pada umur 1 tahun.
Ciri khas hemofilia adalah hemartrosis. Perdarahan kedalan sendi siku, lutut,
dan pergelangan kaki menyebabkan rasa nyeri dan pembengkakan dan pembatasan
gerakan sendi; ini mungkin diimbas oleh trauma yang relative kecil tetapi
tampak seperti spontan. Perdarahan berulang dapat menyebabkan perubahan
degeneratif, dengan osteoporosis, atrofi otot, akhirnya sendi tidak dapat
digunakan, tidak dapat digerakan. Hematuria spontan sangat mengganggu biasanya tidak
merupakan komplikasi yang serius. Perdarahan intrakranial dan perdarahan
kedalam leher merupakan gawat darurat yang mengancam nyawa.
Penderita dengan aktivitas faktor VIII lebih dari 6% (6 unit/dL) tidak
mempunyai gejala spontan. Penderita ini, dengan “hemofilia ringan”, mungkin
hanya mengalami perdarahan yang memanjang setelah ekstraksi atau manipulasi
gigi, pembedahan, dan luka.
2. Hemofilia B
Penyakit ini klinis tidak dapat di bedakan dengan hemofilia A; perdarahan sendi
dan otot adalah khas. Ia diwariskan sebagai cirri resesif terikat –X, dan
tingkat keparahannya adalah terkait dengan faktor aktivitas koagulan dalam
plasma.
3. Hemofilia C
Perdarahan pasca operasi dan pasca trauma adalah khas. Penderita mungkin juga
mengalami epistaksis, hematuria, dan menoragia. Perdarahan spontan jarang.
Penderita homozigot dengan defisiensi faktor XI mempunyai PTT (Partial Thrombin
Time) memanjang, dan perdarahan serta waktu protombin normal.
4. Defisiensi Faktor Hageman
Orang yang terkena tidak mempunyai abnormalitas perdarahan; malahan beberapa
penderita mempunyai kecenderungan trombosis.
5. Hemofila Vaskular
Ini meliputi perdarahan hidung, gusi, menoragia, perdarahan luka merembes lama,
dan perdarahan yang menigkat setelah trauma atau bedah. Hemartrosis spontan
sangat jarang.
(Nelson, 2000)
Insiden
Hemofilia merupakan penyakit yang relative jarang ditemui, diperkirakan insiden
penyakit ini adalah 3-4 orang per 100.000 penduduk. Di Amerika Serikat dan
Inggris insiden penyakit ini adalah 8-10 orang per 100.000 kelahiran bayi
laki-laki. Walaupun demikian diuperkirakan banyak penderita dengan hemofilia
tipe ringan yang tak terdeteksi karena penderita tersebut tidak pernah
mengalami cedera yang serius.
(dr. Ifran Shaleh, 2002).
E. Pemeriksaan Diagnostik
Sebagian besar pasien dengan hemofilia memiliki riwayat keluarga yang dikenal
kondisi. Namun, sekitar sepertiga dari kasus terjadi tanpa adanya sejarah keluarga
yang dikenal. Sebagian besar kasus tanpa riwayat keluarga timbul karena mutasi
spontan pada gen terpengaruh. kasus lain mungkin karena gen yang terkena dampak
yang melewati garis panjang wanita pengangkut.
Jika tidak ada riwayat keluarga hemofilia diketahui, serangkaian tes darah
dapat mengidentifikasi bagian mana atau protein faktor mekanisme pembekuan
darah rusak jika seseorang memiliki episode perdarahan abnormal.
The platelet (partikel darah penting untuk proses pembekuan darah) menghitung
harus diukur serta dua indeks pembekuan darah, waktu protrombin (PT) dan
diaktifkan waktu tromboplastin parsial (aPTT). Sebuah jumlah trombosit normal,
PT normal, dan aPTT berkepanjangan merupakan ciri khas dari hemofilia A dan
hemofilia B. Tes spesifik untuk faktor-faktor pembekuan darah kemudian dapat
dilakukan untuk mengukur kadar faktor VII atau faktor IX dan mengkonfirmasikan
diagnosis.
Pengujian genetik untuk mengidentifikasi dan mengkarakterisasi mutasi khusus
bertanggung jawab untuk hemofilia juga tersedia di laboratorium khusus.
(Muh. Andrian Senoputra, 2010).
F. Penatalaksanaan (Brunner & Suddarth, 2002).
Di masa lalu, satu-satu nya penanganan untuk hemofilia adalah plasma segar
beku, yang harus diberikan dalam jumlah besar sehingga pasien akan mengalami
kelebihan cairan. Sekarang sudah tersedia konsentrat faktor VIII dan IX di
semua bank darah. Konsentrat di berikan apabila pasien mengalami perdarahan
aktif atau sebagai upaya pencegahan sebelum pencabutan gigi atau pembedahan.
Pasien dan keluarganya harus diajar cara memberikan konsentrat di rumah, setiap
kali ada tanda perdarahan.
Beberapa pasien membentuk antibodi terhadap konsentrat, sehingga kadar faktor
tersebut tidak dapat dinaikkan. Penanganan masalah ini sangat sulit dan kadang
tidak berhasil. Asam aminokaproat adalah penghambat enzim fibrinolitik. Obat
ini dapat memperlambat kelarutan bekuan darah yang sedang terbentuk, dan dapat
digunakan setelah pembedahan mulut pasien dengan hemofilia.
Dalam rangka asuhan umum, pasien dengan hemofilia tidak boleh di beri aspirin
atau suntikan secara IM. Kebersihan mulut sangat penting sebagai upaya
pencegahan, karena pencabutan gigi akan sangat membahayakan. Bidai dan alat
orthopedic lainnya sangat berguna bagi pasien yang mengalami perdarahan otot
atau sendi.
G. Komplikasi
1. Timbulnya
Inhibitor
Inhibitor adalah cara tubuh untuk melawan apa yang dilihatnya sebagai benda
asing yang masuk . Hal ini berarti segera setelah konsentrat faktor diberikan
tubuh akan melawan dan akan menghilangkannya.
Hal ini mirip dengan apa yang terjadi jika seseorang menerima organ yang
dicangkok. Sistem kekebalan tubuh melihat organ sebagai benda asing dan tubuh
akan berusaha untuk menolaknya. Orang yang menerima organ cangkok perlu
mendapat obat untuk menghentikan terjadinya hal ini.
Pada penderita hemofilia dengan inhibitor terhadap konsentrat faktor, reaksi
penolaksan mulai terjadi segera setelah darah diinfuskaan. Ini berarti
konsentrat faktor dihancurkan sebelum ia dapat menghentikan pedarahan.
Ini merupakan komplikasi hemofilia yang serius, karena konsentrat faktor tidak
lagi efektif. Pengobatan untuk perdarahan tidak berhasil. Penderita hemofilia
dengan inhibitor mempunyai risiko untuk menjadi cacat akibat perdarahan dalam
sendi dan mereka dapat meninggal akibat perdarahan dalam yang berat.
2. Kerusakan Sendi
Akibat Perdarahan Berulang
Kerusakan sendi adalah kerusakan yang disebabkan oleh perdarahan berulang di
dalam dan di sekitar rongga sendi. Kerusakan yang menetap dapat disebabkan oleh
satu kali perdarahan yang berat (hemarthrosis). Namun secara normal,
kerusakan merupakan akibat dari perdarahan berulang ulang pada sendi yang sama
selama beberapa tahun. Makin sering perdarahan dan makin banyak perdarahan
makin besar kerusakan.
3. Infeksi Yang
Ditularkan Oleh Darah
Dalam 20 tahu terakhir, komplikasi hemofilia yang paling serius adalah infeksi
yang ditularkan oleh darah. Di seluruh dunia banyak penderita hemofilia yang
tertular HIV, hepatitis B dan hepatitis C. Mereka terkena infeksi ini dari
plasma, cryopresipitat dan khususnya dari konsentrat faktor yang
dianggap akan membuat hidup mereka normal.
BAB
II
Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Hemofilia
1. Pengkajian
Pasien dengan hemofilia harus dikaji dengan teliti akan adanya perdarahan
internal (abdominal, dada, atau nyeri pinggang, darah dalam urin, usus, atau
muntahan), hematom otot, dan perdarahan dalam rongga sendi. Tanda vital dan
hasil pengukuran tekanan hemodinamika harus di pantau untuk melihat adanya
tanda hipovolemia. Semua ektremitas dan tubuh di periksa dengan teliti kalau
ada tanda hematom. Semua sendi dikaji akan adanya pembengkakan, keterbatasan
gerak dan nyeri. Pengukuran kebebasan gerak sendi di lakukan dengan perlahan
dan teliti untuk menghindari kerusakan lebih lanjut. Apabila terjadi nyeri
harus segera di hentikan. Pasien ditanya mengenai adanya keterbatasan aktivitas
dan gerakan yang dialami sebelumnya dan setiap alat bantu yang di pakai seperti
bidai, tongkat, atau kruk.
Apabila pasien baru saja mengalami pembedahan, tempat luka operasi harus sering
di periksa dengan teliti akan adanya perdarahan. Perlu dilakukan pemantauan
tanda vital sampai dapat di pastikan bahwa tidak ada perdarahan pascaoperatif
yang berlebihan.
Semua pasien dengan hemofilia harus ditanya mengenai bagaimana mereka dan
keluarganya menghadapi kondisi ini, upaya yang biasanya di pakai untuk mencegah
episode perdarahan, dan setiap keterbatasan yang diakibatkan oleh kondisi ini
terhadapgayahidup dan aktivitas sehari-hari. Pasien yang sering dirawat di
rumah sakit karena episode perdarahan akibat cedera harus ditanya secara teliti
mengenai faktor yang dapat menyebabkan terjadinya episode tersebut. Data
tersebut sangat penting untuk menentukan sejauh mana pasien mampu menerima
kondisinya dan penyuluhan apa yang perlu diberikan kepasien dan keluarganya
mengenai upaya pencegahan terhadap trauma.
2. Diagnosa Keperawatan
No.
|
Diagnosa Keperawatan
|
Hasil yang diharapkan
|
Intervensi
|
1
|
Risiko cedera (hemoragi) yang berhubungan dengan
penyakit.
|
Perdarahan pada anak berhenti yang ditandai dengan
tidak terlihat perdarahan, lingkar area perdarahan tidak bertambah, rasa
nyeri tidak meningkat, tanda-tanda vital sesuai usia, kadar faktor VII, IX,
XI, XII meningkat, dan penurunan waktu tromboplastin parsial.
|
1. Beri tekanan langsung pada tempat perdarahan (mis.
abrasi atau laserasi sekurang-kurangnya 15 menit.
2. Pertahankan agar area terjadinya perdarahan tidak
bergerak (imobilisasi).
3. Tingikan area perdarahan diatas tinggi jantung,
selama 12-24 jam.
4. Kompres area yang terkena dengan es.
5. Beri kriopresipitat atau konsentrat faktor VIII, IX,
XI, XII sesuai yang diprogramkan. Izinkan orang tua atau anak memberi obat
tersebut jika mereka menginginkannya, dan juga mengetahui cara pemberiannya.
Apabila mereka membutuhkan pendidikan, ajarkan mereka cara menginsersi selang
intravena, persiapkan lokasi kulit, juga cara memfiksasi perangkat intravena,
mempersiapkan campuran laarutan, dan mulai pasang infus.
6. Pantau tanda vital anak, perhatikan setiap tanda
bradikardi, takikardi, penurunan tekanan darah, peningkatan suhu. Laporkan
setiap tanda ini dengan segera ke dokter.
7. Ukur lingkar area perdarahan, beri tanda pada kulit
untuk memastikan pengukuran yang konsisten. Ukur kembali area tersebut setiap
8 jam, menggunakan alat ukur yang sama.
8. Pantau faktor VII, IX, XI, XII anak dan kadar PTT
sekurang-kurangnya satu kali sehari. Laporkan setiap kelainan pada dokter.
9. Beri asam aminokaproat sesuai program jika anak
direncanakan untuk pembedahan.
10. Ikuti pedoman The Centers for Disease Control and
Prevention untuk menangani darah atau cairan tubuh.
11. Beri obat lain, misalnya, kortikosteroid dan asetat
desmopresin (DDAVP), sesuai program.
|
2
|
Nyeri yang berhubungan dengan perdarahan dan
pembengkakan.
|
Anak tidak menunjukkan tanda-tanda nyeri yang
ditandai oleh ekspresi wajah relaks, ekspresi rasa nyaman, mampu tertidur,
dan tidak ada kebutuhan obat anlgesik.
|
1. Kaji tingkat nyeri anak dengan menggunakan alat
pengkajian nyeri.
2. Beri obat analgesik (bukan salisilat atau produk
mengandung aspirin), sesuai program.
|
3
|
Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan
penurunan ROM akibat perdarahan dan pembengkakan.
|
Anak mampu mencapai ROM maksimum pada sendi yang
terkena ditandai oleh kemampuan melakukan latihan yang diprogramkan.
|
1. Anjurkan anak untuk melakukan latihan isometrik,
sesuai program.
2. Konsultasi dengan ahli terapi fisik tentang
kebutuhan alat-alat pendukung, misalnya alat penopang dan tentang upaya
mengembangkan program latihan ROM aktif dan pasif.
3. Kaji kebutuhan anak untuk pengobatan nyeri, sebelum
memulai setiap sesi latihan.
4. Latihan isometrik dapat mempertahankan kekuatan otot
dengan cara menegangkan otot-otot tanpa menggerakkan sendi.
5. Alat-alat penopang membantu mempertahankan posisi
fungsional dari otot dan sendi, serta mencegah atau mengurangi tingkat
deformitas fisik. Latihan ROM pasif dan aktif meningkatkan tonus dan kekuatan
otot sekitar sendi, serta membantu mencegah atrofi dan ketidakmampuan otot.
6. memberi obat analgesik sebelum latihan, dapat
meningkatkan rasa nyaman dan kerja sama.
|
4
|
Risiko cedera yang berhubungan dengan rawat inap
atau prosedur di rumah sakit (atau keduanya).
|
Anak tidak menderita cedera akibat rawat inap atau
prosedur yang diterapkan di rumah sakti yang ditandai oleh tidak hematoma,
memar, dan hemoragi, serta kemampuan mempertahankan ROM total.
|
1. Beri bantalan pada sisi pengaman tempat tidur jika
dibutuhkan.
2. Pastikan anak menggunakan setiap peralatan protektif
(misalnya, pelindung kepala yang terbuat dari plastic (helmet), dan bantalan
siku serta lutut) yang dibawa dari rumah. Juga pastikan ia menggunakan sikat
gigi berbulu lunak untuk membersihkan giginya.
3. Ketika mengumpulkan
specimen darah, lakukan pengambilan darah di jari daripada melalui pungsi
vena jika memungkinkan. Ketika memberikan injeksi, gunakan rute subkutan
(SC), jika memungkinkan. Setelah itu, beri tekanan pada area tersebut selama sekurang-kurangnya
5 menit.
4. Setelah setiap episode perdarahan, imobilisasi area
perdarahan; kemudian tinggikan area tersebut diatas tingkat jantung, selama
12-24 jam dan kompres area tersebut dengan es.
5. Inspeksi mainan anak untuk melihat bila ada tepi
yang tajam.
a. Memberi pengaman tempat tidur mengurangi risiko
cedera, misalnya memar yang mungkin terjadi akibat terantuk tanpa sengaja.
b. Menggunakan peralatan protektif membantu mengurangi
risiko cedera akibat jatuh yang di sebabkan oleh kecelakaan atau permainan
yang rutin di lakukan. Sikat gigi yang berbulu lunak memiliki kemungkinan
lebih kecil mencederai pada gusi.
c. Mengambil darah dengan cara menusuk jari, bukan
melalui pungsi vena, mengurangi risiko kehilangan darah yang berlebihan,
karena diameter kapiler lebih kecil daripada vena dan berisi lebih sedikit
darah. Rute subkutan membutuhkan ukuran jarum yang lebih kecil sehingga
mengurangi risiko pengeluaran darah dari tempat pungsi yang lebih besar.
Juga, jaringan subkutan mengandung lebih sedikit pembuluh darah daripada
otot.
d. Tindakan immobilisasi dan meninggikan area
perdarahan sampai diatas tinggi jantung, dapat mengurangi aliran darah kearea
perdarahan, dan mencegah keluarnya bekuan darah. Es mempercepat vasokontriksi
dan mengurangi rasa nyeri.
e. Mainan bertepi tajam dapat melaserasi atau menusuk
kulit anak.
|
5
|
Gangguan harga diri yang berhubungan dengan penyakit
kronis dan rawat inap di rumah sakit.
|
Anak dapat mempertahankan citra tubuh positif yang
ditandai oleh anak dapat mengekspresikan kemampuan juga keterbatasannya,
berpartisipasi dalam perawatan diri, dan mau melanjutkan keterlibatannya
dalam aktivitas sesuai usia (misalnya, bermain, tugas dari sekolah, dan
berkomunikasi dengan teman-teman sebaya).
|
1. Anjurkan anak untuk berpartisipasi dalam perawatannya,
sesuai kebutuhan. Izinkan ia melakukan aktivitas sehari-hari, faktor
pembekuan darah, dan berpartisipasi dalam keputusan yang mempengaruhi
perawatannya, jika memungkinkan.
2. Anjurkan anak untuk mengekspresikan perasaannya
tentang rawat inap di rumah sakit dan penyakitnya.
3. Beri anak aktivitas permainan yang sesuai usianya
untuk digunakan di dalam ruang bermain, atau ketika anak harus terbatasi
gerakannya di tempat tidur.
4. Anjurkan orang tua untuk membawa tugas sekolah, dan
jika memungkinkan untuk mengatur kunjungan teman sebaya serta saudara kandung
anak.
5. Beri informasi tentang kelompok pendukung dan
pusat-pusat hemofilia regional. Rujuk sesuai kebutuhan.
|
6
|
Ketidakefektifan koping keluarga: gangguan yang
berhubungan dengan rawat inap berulang di rumah sakit serta penyakit kronis
anak.
|
Orang tua dan anggota keluarga yang lain dapat
mendemonstrasikan keterampilan koping efektif yang ditandai oleh kemampuan
berinteraksi dengan anak serta staf pekerja yang lain serta terlibat dalam
beberapa perawatan rutin anak.
|
1. Gali perasaan orang tua dan anggota keluarga tentang
kondisi kronis dan dampaknya padagayahidup mereka.
2. Rujuk keluarga ke pekerja sosial dan kelompok
pendukung yang tepat (bila ada) sesuai kebutuhan.
3. Diskusi yang demikian memungkinkan Anda mengkaji kebutuhan
anggota keluarga dan metode koping yang biasa mereka gunakan.
4. Keluarga dari anak berpenyakit kronis seringkali
membutuhkan dukungan financial serta emosional yang memadai. Apabila masih
dalam usia pertumbuhan, orang tua juga memerlukan konseling genetik, untuk
membantu mereka memahami aspek herediter dari penyakit.
|
7
|
Defisit pengetahuan yang berhubungan dengan
perawatan dirumah.
|
Orang tua, jika memungkinkan, anak mengekspresikan
pemahaman tentang instruksi perawatan di rumah dan mendemonstrasikan setiap
prosedur perawatan di rumah.
|
1. Jelaskan kepada orang tua pentingnya menyiapkan
lingkungan rumah yang aman untuk anak. Anjurkan tindakan kewaspadaan
pengamanan berikut ini:
·
Beri
bantalan pada sisi pengaman tempat tidur dan sudut-sudut tajam pada perabot.
·
Inspeksi
semua mainan untuk melihat adanya pinggiran yang tajam.
·
Bantu
anak mengenakan pelindung kepala berbahan plastik serta sejenis bantalan pada
siku dan lutut selama bermain
·
Lapisi
lantai dengan karpet.
2. Ajarkan orang tua menerapkan tindakan kewaspadaan
berikut:
·
Minta
anak mengenakan gelang atau kalung pengenal siaga medis atau yang berfungsi
sebagai pengidentifikasi bahwa anak adalah penderita hemofilia.
·
Pastikan
bahwa anak menjalani pemeriksaan gigi rutin.
·
Konsultasi
dengan ahli diet tentang kebutuhan zat besi anak.
·
Larang
penggunaan obat salisilat dan senyawa yang mengandung aspirin.
·
Rundingkan
bersama guru, perawat sekolah, dan pelatih anak tentang kondisi anak, dan
kebutuhan restriksi tertentu.
·
Seiring
anak bertumbuh dewasa, anjurkan ia untuk menghindari perilakuk beresiko
tinggi, seperti mengendarai sepeda motor, bermain sepak bola, skateboarding,
dan rollerblading, serta jelaskan mengapa ia harus menghindari perilaku
demikian.
·
Tingkatkan
partisipasi anak dalam kegiatan fisik yang lebih sesuai, misalnya berenang
daripada bermain sepakbola.
3. Ajarkan orang tua bagaimana cara mengendalikan
perdarahan anak:
·
Beri
tekanan langsung pada area perdarahan sedikitnya selama 15 menit
·
Imobilisasi
area perdarahan dan tinggikan area tersebut sampai di atas letak
jantung.
·
Lakukan
kompres es pada area perdarahan
·
Beri
konsentrat faktor VII, IX, XI, XII.
4. Ajarkan orang tua tujuan dan penggunaan konsentrat
faktor VII, IX, XI, XII: termasuk penjelasan tentang cara pemberian, dosis,
dan reaksi efek samping yang potensial. Juga jelaskan tehnik menyimpan dan
mencampur obat, memasang slang intra vena, melakukan pungsi vena,
menyesuaikan kecepatan infuse, dan mendokumentasikan setiap reaksi transfuse.
5. Apabila memungkinkan, ajarkan anak cara mengatasi
penyakitnya.
|
( Kathleen Morgan Speer, 2007)
3. Evaluasi
Hasil yang diharapkan
a. Nyeri berkurang
1) Melaporkan berkurangnya nyeri setelah menelan
anlgetik.
2) Memperlihatkan peningkatan kemampuan bertoleransi
dengan gerakan sendi.
3) Mempergunakan alat Bantu untuk mengurangi nyeri.
b. Melakukan upaya pencegahan berdarah
1) Menghindari trauma fisik.
2) Merubah lingkungan rumah untuk meningkatkan
pengamanan.
3) Mematuhi janji menjalani pemeriksaan laboratorium.
4) Mematuhi janji dengan professional layanan kesehatan.
5) Menghindari olahraga kontak.
6) Menghindari aspirin atau obat yang mengandung aspirin.
7) Memakai gelang penanda.
c. Mampu menghadapi kondisi kronis dan
perubahangayahidup.
1) Mengidentifikasi aspek positif kehidupan.
2) Melibatkan anggota keluarga dalam membuat keputusan
mengenai masa depan dan perubahangayahidup yang harus dilakukan.
3) Berusaha mandiri.
4) Menyusun rencana khusus untuk kelanjutan asuhan
kesehatan.
d. Tidak mengalami komplikasi.
1) Tanda vital dan tekanan hemodinamika tetap normal.
2) Hasil pemeriksaan laboratorium tetap dalam batas
normal.
3) Tidak mengalami perdarahan aktif.
(Brunner & Suddarth, 2002).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
·
Hemofilia
adalah penyakit berupa kelainan pembekuan darah akibat defisiensi (kekurangan)
salah salah satu protein yang sangat diperlukan dalam proses pembekuan darah.
Protein ini disebut sebagai faktor pembekuan darah.
·
Terdapat
dua jalur dalam proses pembekuan darah, yaitu jalur intrinsic dan jalur
ekstrinsik.
·
Reaksi
inflamasi juga menyebabkan peningkatan sirkulasi darah sehingga memacu
pertambahan panjang tulang. Stimulasi pada pertumbuhan tulang ini bisa
menimbulkan pertumbuhan yang asimetri sehingga menghasilkan deformitas varus
atau valgus dan penutupan dini pertumbuhan tulang sehingga menghasilkan
perpendekan tungkai.
·
Hemofilia
merupakan penyakit yang relative jarang ditemui, diperkirakan insiden penyakit
ini adalah 3-4 orang per 100.000 penduduk.
DAFTAR
PUSTAKA
Brunner
dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8 Vol 2. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.
Corwin,
Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. EGC. Jakarta.
Mansjoer,
Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Ed. 3 Jilid 2. Media Aesculapius.
Jakarta.
Price,
Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Ed.
6 Vol 1. EGC. Jakarta.
No comments:
Post a Comment