LAPORAN PENDAHULUAN KLIEN DENGAN ASMA
A. Pengertian
Asma adalah penyakit pernapasan
obstruktif yang ditandai oleh spasme otot polos bronkiolus. (Corwin
E.J., 2001 : 430)
Asma adalah obstruksi akut pada bronkus
yang disebabkan oleh penyempitan yang intermiten pada saluran napas di banyak
tingkat mengakibatkan terhalangnya aliran udara. (Stein J.H., 2001 : 126)
Asma merupakan gangguan inflamasi
kronik jalan napas yang mengakibatkan berbagai sel inflamasi. Dasar penyakit
ini adalah hiperaktivitas bronkus dalam berbagai tingkat, obstruksi jalan nafas
dan gejala pernafasan (mengi atau sesak). (Mansjoer A., 1999 : 476-477)
Asma adalah suatu penyakit dan sistem
pernafasan yang meliputi peradangan dari jalan nafas dan gejala-gejala
bronkospasme yang bersifat reversible (Antoni Crocket, 1997).
Asma didefinisikan sebagai penurunan
fungsi paru dan hiperres ponsivitas jalan nafas terhadap berbagai rangsang
(Lynda Jual Carpenito).
Asma bronchiale adalah penyakit dari
system pernafasan yang meliputi dari jalan nafas dan gejala-gejala bronkospasme
yang bersifat reversible (Antony C, 1997).
Asma bronkhiale adalah mengi
berulang-ulang/ batuk bersistem dalam keadaan di mana asma yang paling mungkin.
(Arief Mansjoer dkk, 2000).
Asma bronkhiale adalah suatu sindrom
obstruksi jalan nafas yang berulang yang ditandai kontraksi otot polos,
hypereksi mucus dan inflamasi. (Guyton, 1994).
B. Etiologi
Secara etiologis asma dibagi dalam 3 tipe :
1. Asma tipe non atopik
(intrinsik)
Pada golongan ini, keluhan tidak
adanya hubungan dengan paparan (exposure) terhadap alergen dan
sifat-sifatnya adalah :
a.
Serangan timbul setelah dewasa.
b.
Pada keluarga tidak ada yang menderita asma.
c.
Penyakit infeksi sering menimbulkan serangan.
d.
Ada hubungan dengan pekerjaan dan beban fisik.
e.
Rangsangan/stimuli psikis mempunyai peran untuk menimbulkan serangan reaksi
asma.
f.
Perubahan-perubahan cuaca atau lingkungan yang non spesifik merupakan
keadaan yang peka bagi penderita.
2. Asma tipe atopik (ekstrinsik)
Pada golongan ini, keluhan ada
hubungannya dengan paparan (exposure) terhadap alergen yang spesifik.
Kepekaan ini biasaanya ditimbulkan dengan uji kulit atau provokasi bronkial.
Pada tipe ini mempunyai sifat-sifat :
a. Timbul sejak kanak-kanak
b. Pada famili ada yang mengidap
asma
c. Ada eksim waktu bayi
d. Sering menderita rinitis
e. Di Inggris penyebabnya house
dust mite, di USA tepung sari bunga rumput
3. Asma Campuran (mixed)
Pada golongan ini, keluhan diperberat
oleh faktor-faktor intrinsik maupun ekstrinsik. (Alsagaff, H. dkk.1993 : 2)
Imunologik atau alergik atau autopik.
Dalam bentuk ekstrinsik
antigen berupa suatu bahan yang dapat berbentuk:
1)
Inhalen
yang masuk dalam bahan dengan melalui alat pernafasan misalnya debu rumah,
bahan-bahan yang terlepas (sepih kulit) dari binatang misalnya anjing, kucing,
kuda dan sebagainya.
2)
Ingestan
yang masuk dalam tubuh melalui mulut, biasanya berupa makanan seperti susu,
telur, ikan-ikanan, obat-obatan dan lain sebagainya.
3)
Kontaktan
yang masuk dalam tubuh dengan jalan kontak dengan kulit seperti obat-obatan
dalam bentuk salep, berbagai logam dalam bentuk perhiasan, jam tangan dan lain
sebagainya.
Non imunologik atau non alergik atau non autopik
Seringkali dicetuskan oleh infeksi pada serangan.
C. Tanda dan Gejala
1.
Stadium dini
Faktor hipersekresi yang lebih menonjol
a.
Batuk
dengan dahak bisa dengan maupun tanpa pilek
b.
Rochi
basah halus pada serangan kedua atau ketiga, sifatnya hilang timbul
c.
Whezing
belum ada
d.
Belum ada
kelainan bentuk thorak
e.
Ada
peningkatan eosinofil darah dan IG E
f.
BGA belum
patologis
Faktor spasme bronchiolus
dan edema yang lebih dominan
a.
Timbul
sesak napas dengan atau tanpa sputum
b.
Whezing
c.
Ronchi
basah bila terdapat hipersekresi
d.
Penurunan
tekanan parsial O2
2. Stadium
lanjut/kronik
a.
Batuk,
ronchi
b.
Sesak
nafas berat dan dada seolah –olah tertekan
c.
Dahak
lengket dan sulit untuk dikeluarkan
d.
Suara
nafas melemah bahkan tak terdengar (silent Chest)
e.
Thorak
seperti barel chest
f.
Tampak
tarikan otot sternokleidomastoideus
g.
Sianosis
h.
BGA Pa O2
kurang dari 80%
i.
Ro paru
terdapat peningkatan gambaran bronchovaskuler kanan dan kiri
j.
Hipokapnea
dan alkalosis bahkan asidosis respiratorik
(Halim Danukusumo, 2000, hal 218-229)
D. Manifestasi Klinis
Gejala yang timbul biasanya
berhubungan dengan beratnya derajat hiperaktivitas bronkus. Obstruksi
jalan nafas dapat reversibel secara spontan, maupun dengan pengobatan.
Gejala-gejala asma antara lain :
1. Bising mengi (Wheezing)
yang terdengar dengan atau tanpa stetoskop.
2. Batuk produktif, sering pada
malam hari.
3. Napas atau dada seperti
tertekan. (Mansjoer A., 1999 : 477)
E. Patofisiologi
Asma adalah obstruksi jalan napas difus
reversibel. Obstruksi disebabkan oleh satu atau lebih dari yang berikut ini :
1. Kontraksi otot yang
mengelilingi bronki, yang menyempitkan jalan napas.
2. Pembengkakan membran yang
melapisi bronki.
3. Pengisian bronki
dengan mukus yang kental.
Selain itu otot – otot bronkial
dan kelenjar mukosa membesar; sputum yang kental, banyak dihasilkan dan alveoli
menjadi hiperinflasi, dengan udara terperangkap di dalam jaringan paru.
Mekanisme yang pasti dari perubahan ini tidak diketahui, tetapi apa yang paling
diketahui adalah keterlibatan sistem imunologis dan sistem saraf otonom.
Beberapa individu dengan asma
mengalami respon imun yang buruk terhadap lingkungan mereka. Antibodi yang
dihasilkan (IgE) kemudian menyerang sel-sel mast dalam paru. Pemajanan ulang
terhadap antigen mengakibatkan ikatan antigen dengan antibodi, menyebabkan
pelepasan sel-sel mast (disebut mediator) seperti histamin, bradikinin, dan prostaglandin
serta anafilaksis dari substansi yang bereaksi lambat (SRS – A). Pelepasan
mediator ini dalam jaringan paru mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan
napas, menyebabkan bronkospasme, pembengkakan membran mukosa, dan pembentukan
mukus yang sangat banyak.
Sistem saraf otonom mempersarafi paru.
Tonus otot bronkial diatur oleh impuls saraf vagal melalui sistem parasimpatis.
Pada asma idiopatik atau nonalergi, ketika ujung saraf pada jalan napas
dirangsang oleh faktor seperti infeksi, latihan, dingin, merokok, emosi dan
polutan, jumlah asetilkolin yang dilepaskan meningkat. Pelepasan asetilkolin
ini secara langsung menyebabkan bronkokonstriksi juga merangsang pembentukan
mediator kimiawi yang dibahas di atas. Individu dengan asma dapat mempunyai
toleransi rendah terhadap respon parasimpatis.
Selain itu reseptor α dan β-adrenergik
dari sistem saraf simpatis terletak dalam bronki. Ketika reseptor α-adrenergik
dirangsang, terjadi bronkokonstriksi, bronkodilatasi terjadi ketika reseptor β-adrenergik
yang dirangsang. Keseimbangan antara reseptor α dan β-adrenergik dikendalikan
terutama oleh siklik adenosin monofosfat (cAMP). Stimulasi reseptor-alfa
mengakibatkan penurunan cAMP, yang mengarah pada peningkatan mediator kimiawi
yang dilepaskan oleh sel-sel mast bronkokonstriksi. Stimulasi reseptor-beta
mengakibatkan peningkatan tingkat cAMP, yang menghambat pelepasan mediator
kimiawi dan menyebabkan bronkodilatasi. Teori yang diajukan ialah bahwa
penyekatan β-adrenergik terjadi pada individu dengan asma. Akibatnya, asmatik
rentan terhadap peningkatan pelepasan mediator kimiawi dan konstriksi otot
polos. (Smeltzer, S.C., 2001 : 611-612)
F. Pemeriksaan Laboratorium
Unsur-unsur yang harus dinilai adalah obstruksi
aliran udara dan pertukaran gas :
1. Spirometri di tempat tidur
atau pengukuran laju ekspirasi puncak (PEFR)
Spirometri akan
memberikan volume ekspirasi paksa dalam 1 detik (FEV 1.0) tetapi pasien yang
menderita bronkospasme akut mungkin tidak dapat melakukan manuver ekspirasi
paksa secara lengkap. Karena usaha ini akan memperberat gejala.
2. Analisa gas darah arteri
Bila PaCO2 normal
(30-40 mmHg) atau meningkat dapat segera mengalami kegagalan. Pernapasan akut
dan harus dirawat di rumah sakit tanpa ditunda lagi.
3. Pulasan sputum dengan
gram atau wright dapat mematikan adanya infeksi saluran napas bagian bawah
kalau terdapat banyak leukosit dan patogen yang terutama terdiri atas
bakteri. (Stein, J.H., 1998 : 128-129)
G. Penatalaksanaan
Pengobatan medikamentosa :
1. Waktu serangan
a.
Bronkodilator
1) Golongan adrenergik
2) Golongan methylxanthine
3) Golongan antikolinergik
b.
Antihistamin
c.
Kortikosteroid
d.
Antibiotika
e.
Ekspektoransia
2. Di Luar serangan
a. Disodium chromoglycate (DSCG)
b. Ketotiten
Pengobatan nonmedikamentosa :
1. Waktu serangan
a. Pemberian oksigen (O2)
b. Pemberian cairan
c. Drainase postural
d. Menghindari alergen
2. Di Luar serangan
a. Pendidikan
b. Imunoterapi / desensifikasi
c. Pelayanan / kontrol emosi. (Alsagaff
H.,1993:5)
Menurut Mansjoer A. dkk (1999 : 477-479) tujuan
dari terapi asma adalah:
1. Menyembuhkan dan mengobati
gejala asma.
2. Mencegah kekambuhan.
3. Mengupayakan fungsi paru
senormal mungkin serta mempertahankannya.
4. Mengupayakan aktifitas harian
pada tingkat normal termasuk melakukan exercise.
5. Menghindari efek samping obat
asma.
6. Mencegah obstruksi jalan
nafas yang irreversibel.
Terapi awal yaitu :
1. Oksigenasi 4-6 liter/menit
2. Agonis ß-2 (salbutamol 5 mg atau feneterol
2.5 mg atau terbutalin 10 mg) inhalasi nebulasi dan pemberian
dapat diulang setiap 20 menit sampai 1 jam. Pemberian agonis ß-2 dapat secara
subcutan atau IV dengan dosis salbutamol 0,25 mg atau terbutalin
0,25 mg dalam larutan dekstrosa 5 % dan diberikan berlahan.
3. Aminofilin bolus IV 5-6 mg/kg BB, jika sudah menggunakan obat ini
dalam 12 jam sebelumnya maka cukup diberikan setengahnya saja.
Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg IV jika tidak ada respon segera atau
pasien sedang menggunakan steroid oral atau dalam serangan sangat berat
A. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
a. Aktivitas / Istirahat
Pada pasien asma akan ditemukan gejala
letih, lelah, malaise, ketidak mampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari
karena sulit bernapas, ketidak mampuan tidur, perlu tidur dalam posisi duduk
tinggi, dispnea pada saat istirahat, atau respons terhadap aktivitas atau
latihan.
b. Sirkulasi
Pembengkakan pada ekstremitas bawah,
peningkatan TD, tachycardia berat, warna kulit / membran mukosa :
normal/ cyanosis.
c. Integritas Ego
Pasien ini akan terdapat gejala
peningkatan faktor risiko, perubahan pola hidup, ansietas, ketakutan dan
peka rangsang.
d. Makanan / Cairan
Mual / muntah, ketidak mampuan untuk
makan karena distress pernapasan, turgor kulit buruk, berkeringat,
oedema dependent.
e. Pernapasan
Napas pendek khususnya pada kerja,
cuaca atau episode berulangnya sulit napas, rasa tertekan di dada, ketidak mampuan
untuk bernapas, ronkhi, mengi sepanjang area paru atau pada ekspirasi
dan kemungkinan. Selama inspirasi berlanjut sampai penurunan atau tak adanya
bunyi napas, bunyi pekak pada area paru dan kesulitan bicara kalimat atau lebih
dari 4 atau 5 kata sekaligus.
f. Hygiene
Penurunan kemampuan / peningkatan
kebutuhan bantuan melakukan aktivitas sehari-hari, kebersihan buruk, bau badan.
g. Keamanan
Riwayat alergi terhadap zat / faktor
lingkungan, adanya / berulangnya infeksi, kemerahan / berkeringat.
h. Seksualitas
Penurunan libido.
i. Interaksi sosial
Hubungan ketergantungan, kurang sistem
pendukung, penyakit lama atau ketidak mampuan membaik, ketidak mampuan untuk
membuat / mempertahankan suara karena distress pernapasan, keterbatasan
mobilitas fisik.
j. Penyuluhan / Pembelajaran
Penggunaan / penyalah gunaan obat
pernapasan, kesulitan menghentikan merokok, kegagalan untuk membaik.
B. Pemeriksaan
Penunjang
Pemeriksaan laboratorium
1.
Gas-gas
darah arteri (Pa O2 dan Pa CO2 sedikit menurun, umum terjadi
di antara serangan hebat).
2.
Pemeriksaan
sinar X dada
3.
Hiperinflamasi
pada serangan
4.
Tes kulit
5.
Tes fungsi
pulmoner
a
Volume
paru-paru normal atau meningkat
b
Penurunan
kecepatan aliran, dengan bronkodilator
6.
Pemeriksaan
SDP dan sputum (Eosinofilia darah dan sputum umum ditemukan kadar 1% E serum
meningkat pada asma ekstrinsik)
7.
Edema
pulmoner
8.
Gagal
pernafasan.
C. Penatalaksanaan
Medis
1.
Terapi O2
dengan humidifikasi
2.
Penatalaksanaan
cairan
3.
Jalan
nafas buatan dan ventilator. Bila diperlukan:
a
Obat-obatan
b
Bronkodilator:
parental, aerosol, oral
c
Simpatominetik
d
Teofilin
e
Steroid
f
Antibiotic
D.
Dignosa keperawatan yang muncul
1. Bersihan jalan nafas tidak
efektif berhubungan dengan bronkospasme
2. Gangguan pertukaran gas
berhubungan dengan spasme bronkus
3. Pola nafas tidak efektif
berhubungan dengan hiperventilitas
4. Nyeri akut berhubungan dengan
agen injuri biologis
5. Intoleransi aktivitas
berhubungan dengan proses metabolisme yang terganggu
E.
Tujuan/Rencana Tindakan (NOC/NIC)
No. Dx
|
DIAGNOSA
KEPERAWATAN DAN KOLABORASI
|
TUJUAN (NOC)
|
INTERVENSI
(NIC)
|
1
|
Bersihan jalan nafas
tidak efektif berhubungan dengan bronkospasme
|
NOC:
v Respiratory status : Ventilation
v Respiratory status : Airway patency
v Aspiration Control
Kriteria hasil :
1.
Mendemonstrasikan
batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan
sputum, bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
2.
Menunjukkan
jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan
dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)
3.
Mampu mengidentifikasikan
dan mencegah faktor yang penyebab.
4.
Saturasi
O2 dalam batas normal
5.
Foto
thorak dalam batas normal
|
NIC:
1.
Pastikan
kebutuhan oral / tracheal suctioning.
2.
Berikan O2 1/mnt
3.
Anjurkan pasien untuk
istirahat dan napas dalam
4.
Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
5.
Lakukan fisioterapi dada
jika perlu
6.
Keluarkan sekret dengan
batuk atau suction
7.
Auskultasi suara nafas,
catat adanya suara tambahan
8.
Berikan bronkodilator
9.
Monitor status hemodinamik
10. Berikan
pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
11. Berikan
antibiotik
12. Atur
intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
13. Monitor
respirasi dan status O2
14. Pertahankan
hidrasi yang adekuat untuk mengencerkan sekret
15. Jelaskan
pada pasien dan keluarga tentang penggunaan peralatan : O2,
Suction,
16. Inhalasi
|
2
|
Gangguan pertukaran gas
berhubungan dengan spasme bronkus
|
NOC:
v Respiratory Status : Gas exchange
v Keseimbangan asam basa, Elektrolit
v Respiratory Status : ventilation
v Vital Sign Status
Kriteria hasil:
1.
Mendemonstrasikan
peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat
2.
Memelihara
kebersihan paru paru dan bebas dari tanda tanda distress pernafasan
3.
Mendemonstrasikan batuk
efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan
sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
4.
Tanda
tanda vital dalam rentang normal
5.
AGD
dalam batas normal
6.
Status
neurologis dalam batas normal
|
NIC :
1.
Posisikan
pasien untuk memaksimalkan ventilasi
2.
Pasang
mayo bila perlu
3.
Lakukan
fisioterapi dada jika perlu
4.
Keluarkan
sekret dengan batuk atau suction
5.
Auskultasi
suara nafas, catat adanya suara tambahan
6.
Berikan
bronkodilator ;
7.
Berikan pelembab udara
8.
Atur
intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
9.
Monitor
respirasi dan status O2
10. Catat pergerakan dada,amati
kesimetrisan,
penggunaan otot tambahan, retraksi otot supraclavicular dan intercostal
11. Monitor suara nafas, seperti dengkur
12. Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul,
hiperventilasi, cheyne stokes, biot
13. Auskultasi suara nafas, catat area penurunan /
tidak adanya ventilasi dan suara tambahan
14. Monitor TTV, AGD, elektrolit dan ststus mental
15. Observasi sianosis khususnya membrane mukosa
16. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang
persiapan tindakan dan tujuan penggunaan alat tambahan (O2, Suction, Inhalasi)
17. Auskultasi bunyi jantung, jumlah, irama dan denyut
jantung
|
3
|
Pola nafas tidak
efektif berhubungan dengan hiperventilitas
|
NOC:
v Respiratory status : Ventilation
v Respiratory status : Airway patency
v Vital sign Status
Kriteria hasil:
1.
Mendemonstrasikan
batuk efektif
dan suara
nafas yang
bersih, tidak
ada sianosis
dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dg mudah,
tidakada pursed lips)
2.
Menunjukkan
jalan nafas
yang paten
(klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam
rentang
normal, tidak ada suara nafas abnormal)
3.
Tanda
Tanda vital dalam
rentang normal
(tekanan darah, nadi, pernafasan)
|
NIC:
1.
Posisikan
pasien untuk memaksimalkan ventilasi
2.
Pasang
mayo bila perlu
3.
Lakukan
fisioterapi dada jika perlu
4.
Keluarkan
sekret dengan batuk atau suction
5.
Auskultasi
suara nafas, catat adanya suara tambahan
6.
Berikan
bronkodilator
7.
Berikan
pelembab udara kassa basah NaCl Lembab
8.
Atur
intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
9.
Monitor
respirasi dan status O2
10. Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
11. Pertahankan jalan nafas yang paten
12. Observasi adanya tanda tanda
hipoventilasi
13. Monitor adanya kecemasan pasien terhadap
oksigenasi
14. Monitor vital sign
15. Informasikan pada pasien dan keluarga tentang
tehnik relaksasi untuk memperbaiki pola nafas.
16. Ajarkan bagaimana batuk efektif
17. Monitor pola nafas
|
4
|
Nyeri akut berhubungan
dengan agen injuri biologis
|
NOC :
v Pain Level,
v Pain Control,
v Comfort Level
Kriteria hasil:
1.
Mampu
mengontrol nyeri
(tahu penyebab
nyeri,
mampu
menggunakan
tehnik
nonfarmakologi
untuk
mengurangi nyeri,
mencari
bantuan)
2.
Melaporkan
bahwa nyeri
berkurang
dengan
menggunakan manajemen
nyeri
3.
Mampu
mengenali nyeri
(skala,
intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
4.
Menyatakan
rasa nyaman
setelah nyeri
berkurang
5.
Tanda
vital dalam rentang
normal
6.
Tidak
mengalami gangguan tidur
|
NIC :
1.
Lakukan
pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
2.
Observasi
reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
3.
Bantu
pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
4.
Kontrol
lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan
kebisingan
5.
Kurangi
faktor presipitasi nyeri
6.
Kaji
tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
7.
Ajarkan
tentang teknik non farmakologi: napas dalam, relaksasi, distraksi, kompres hangat/
dingin
8.
Berikan
analgetik untuk mengurangi nyeri
9.
Tingkatkan
istirahat
10. Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab
nyeri, berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari
prosedur
11. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali
|
5
|
Intoleransi aktivitas
berhubungan dengan proses metabolisme yang terganggu
|
NOC :
v Self Care : ADLs
v Toleransi Aktivitas
v Konservasi Energi
Kriteria Hasil :
1.
Berpartisipasi
dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi dan RR
2.
Mampu melakukan
aktivitas sehari hari (ADLs) secaramandiri
3.
Keseimbangan
aktivitas dan istirahat
|
NIC :
1.
Observasi
adanya pembatasan klien dalam melakukan aktivitas
2.
Kaji
adanya faktor yang
menyebabkan
kelelahan
3.
Monitor
nutrisi dan sumber
energi yang
adekuat
4.
Monitor
pasien akan adanya
kelelahan
fisik dan emosi secara berlebihan
5.
Monitor
respon kardivaskuler
terhadap
aktivitas (takikardi, disritmia, sesak nafas, diaporesis, pucat, perubahan
hemodinamik)
6.
Monitor
pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien
7.
Kolaborasikan
dengan tenaga
8.
Rehabilitasi
Medik dalam
merencanakan
progran terapi yang tepat.
9.
Bantu
klien untuk
mengidentifikasi
aktivitas yang mampu dilakukan
10. Bantu untuk memilih aktivitas konsisten
yang sesuai dengan kemampuan fisik, psikologi dan sosial
11. Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan
sumber yang diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan
12. Bantu untuk mendpatkan alat
bantuan
aktivitas seperti kursi roda, krek
13. Bantu untuk mengidentifikasi
aktivitas
yang disukai
14. Bantu klien untuk membuat jadwal latihan
diwaktu luang
15. Bantu pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi
kekurangan dalam beraktivitas
16. Sediakan penguatan positif bagi yang aktif
beraktivitas
17. Bantu pasien untuk
mengembangkan
motivasi diri dan penguatan
18. Monitor respon fisik, emosi, sosial dan
spiritual
|
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol 2,
Jakarta, EGC, 2002
Chung, Edward.K. Penuntun Praktis Penyakit Kardiovaskuler,
Edisi III, diterjemahkan oleh Petrus Andryanto, Jakarta, Buku Kedokteran
EGC, 1995
Doengoes, Marilynn E, Rencana
Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan
Pasien, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, 2000
Marvyn, Leonard. Hipertensi : Pengendalian Lewat Vitamin, Gizi
dan Diet, Jakarta,
Penerbit Arcan, 1995
Semple Peter. Tekanan Darah Tinggi, Alih Bahasa : Meitasari Tjandrasa Jakarta,
Penerbit Arcan, 1996
Smith Tom. Tekanan Darah Tinggi : Mengapa
terjadi, Bagaimana mengatasinya?, Jakarta, Penerbit Arcan, 1995
No comments:
Post a Comment