Makalah tentang Kanker yang terjadi pada Paru - paru (Lung Cancer)
Kankerparu adalah tumor ganas paru primer yang berasal dari saluran napas atau epitel
bronkus. Terjadinya kanker ditandai dengan pertumbuhan sel yang tidak normal,
tidak terbatas, dan merusak sel-sel jaringan yang normal. Proses keganasan pada
epitel bronkus didahului oleh masa pra kanker. Perubahan pertama yang terjadi
pada masa prakanker disebut metaplasia skuamosa yang ditandai dengan perubahan
bentuk epitel dan menghilangnya silia (Robbin & Kumar, 2007).
Kanker
paru merupakan abnormalitas dari sel–sel yang mengalami proliferasidalam paru
(Underwood, Patologi, 2000).
Kanker
paru-paru adalah pertumbuhan sel kanker yang tidak terkendali dalm jaringan
paru-paru dapat disebabkan oleh sejumlah karsinogen, lingkungan, terutama asap rokok
(Suryo, 2010).
B.
Etiologi Dan Faktor Resiko Kanker Paru
Seperti
umumnya kanker yang lain, penyebab yang pasti dari kanker paru belum diketahui,
tapi paparan atau inhalasi berkepanjangan suatu zat yang bersifat karsinogenik
merupakan faktor penyebab utama disamping adanya faktor lain seperti kekebalan
tubuh, genetik, dan lain-lain (Amin, 2006).
1.
Merokok
Menurut Van Houtte, merokok merupakan
faktor yang berperan paling penting, yaitu 85% dari seluruh kasus ( Wilson,
2005). Rokok mengandung lebih dari 4000 bahan kimia, diantaranya telah
diidentifikasi dapat menyebabkan kanker. Kejadian kanker paru pada perokok
dipengaruhi oleh usia mulai merokok, jumlah batang rokok yang diisap setiap
hari, lamanya kebiasaan merokok, dan lamanya berhenti merokok (Stoppler,2010).
2.
Perokok pasif
Semakin banyak orang yang tertarik dengan
hubungan antara perokok pasif, atau mengisap asap rokok yang ditemukan oleh
orang lain di dalam ruang tertutup, dengan risiko terjadinya kanker paru.
Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa pada orang-orang yang tidak
merokok, tetapi mengisap asap dari orang lain, risiko mendapat kanker paru
meningkat dua kali (Wilson, 2005).
3.
Polusi udara
Kematian akibat kanker paru juga
berkaitan dengan polusi udara, tetapi pengaruhnya kecil bila dibandingkan
dengan merokok kretek. Kematian akibat kanker paru jumlahnya dua kali lebih
banyak di daerah perkotaan dibandingkan dengan daerah pedesaan. Bukti statistik
juga menyatakan bahwa penyakit ini lebih sering ditemukan pada masyarakat
dengan kelas tingkat sosial ekonomi yang paling rendah dan berkurang pada
mereka dengan kelas yang lebih tinggi. Hal ini, sebagian dapat dijelaskan dari
kenyataan bahwa kelompok sosial ekonomi yang lebih rendah cenderung hidup lebih
dekat dengan tempat pekerjaan mereka, tempat udara kemungkinan besar lebih
tercemar oleh polusi. Suatu karsinogen yang ditemukan dalam udara polusi (juga
ditemukan pada asap rokok) adalah 3,4 benzpiren (Wilson, 2005).
4.
Paparan zat karsinogen
Beberapa zat karsinogen seperti asbestos,
uranium, radon, arsen, kromium, nikel, polisiklik hidrokarbon, dan vinil
klorida dapat menyebabkan kanker paru (Amin, 2006). Risiko kanker paru di
antara pekerja yang menangani asbes kira-kira sepuluh kali lebih besar daripada
masyarakat umum. Risiko kanker paru baik akibat kontak dengan asbes maupun
uranium meningkat kalau orang tersebut juga merokok.
5.
Diet
Beberapa penelitian melaporkan bahwa
rendahnya konsumsi terhadap betakarotene, selenium, dan vitamin A menyebabkan
tingginya risiko terkena kanker paru (Amin, 2006).
6.
Genetik
Terdapat bukti bahwa anggota keluarga
pasien kanker paru berisiko lebih besar terkena penyakit ini. Penelitian
sitogenik dan genetik molekuler memperlihatkan bahwa mutasi pada protoonkogen
dan gen-gen penekan tumor memiliki arti penting dalam timbul dan berkembangnya
kanker paru. Tujuan khususnya adalah pengaktifan onkogen (termasuk juga gen-gen
K-ras dan myc), dan menonaktifkan gen-gen penekan tumor (termasuk gen rb, p53,
dan CDKN2) (Wilson, 2005).
7.
Penyakit paru
Penyakit paru seperti tuberkulosis dan
penyakit paru obstruktif kronik juga dapat menjadi risiko kanker paru.
Seseorang dengan penyakit paru obstruktif kronik berisiko empat sampai enam
kali lebih besar terkena kanker paru ketika efek dari merokok dihilangkan
(Stoppler, 2010).
Faktor Risiko Kanker Paru :
1.
Laki-laki
2.
Usia lebih dari 40 tahun
3.
Pengguna tembakau (perokok putih, kretek atau cerutu)
4.
Hidup atau kontal erat dengan lingkungan asap tembakau (perokok
pasif)
5.
Radon dan asbes
6.
Lingkungan industri tertentu
7.
Zat kimia, seperti arsenic
8.
Beberapa zat kimia organic
9.
Radiasi dari pekerjaan, obat-obatan, lingkungan
10.
Polusi udara
11.
Kekurangan vitamin A dan C
C.
Klasifikasi Kanker Paru
Kanker
paru dibagi menjadi kanker paru sel kecil (small cell lung cancer, SCLC) dan
kanker paru sel tidak kecil (non-small lung cancer, NSCLC). Klasifikasi ini
digunakan untuk menentukan terapi. Termasuk didalam golongan kanker paru sel
tidak kecil adalah epidermoid, adenokarsinoma, tipe-tipe sel besar, atau
campuran dari ketiganya.
1.
Karsinoma sel skuamosa (epidermoid)
Merupakan tipe histologik kanker paru
yang paling sering ditemukan, berasal dari permukaan epitel bronkus. Perubahan
epitel termasuk metaplasia, atau displasia akibat merokok jangka panjang,
secara khas mendahului timbulnya tumor. Karsinoma sel skuamosa biasanya terletak
sentral di sekitar hilus, dan menonjol ke dalam bronki besar. Diameter tumor
jarang melampaui beberapa sentimeter dan cenderung menyebar secara langsung ke
kelenjar getah bening hilus, dinding dada, dan mediastinum. Karsinoma ini lebih
sering pada laki-laki daripada perempuan (Wilson, 2005).
2.
Adenokarsinoma
Memperlihatkan susunan selular seperti
kelenjar bronkus dan dapat mengandung mukus. Kebanyakan jenis tumor ini timbul
di bagian perifer segmen bronkus dan kadang-kadang dapat dikaitkan dengan jaringan
parut lokal pada paru dan fibrosis interstisial kronik. Lesi sering kali meluas
ke pembuluh darah dan limfe pada stadium dini dan sering bermetastasis jauh
sebelum lesi primer menyebabkan gejala-gejala.
3.
Karsinoma bronkoalveolus
Dimasukkan sebagai subtipe adenokarsinoma
dalam klasifikasi terbaru tumor paru dari WHO. Karsinoma ini adalah sel-sel
ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat buruk dengan sitoplasma yang besar
dan ukuran inti bermacam-macam. Sel-sel ini cenderung timbul pada jaringan paru
perifer, tumbuh cepat dengan penyebaran ekstensif dan cepat ke tempat-tempat
yang jauh.
4.
Karsinoma sel kecil
Umumnya tampak sebagai massa abu-abu
pucat yang terletak di sentral dengan perluasan ke dalam parenkim paru dan
keterlibatan dini kelenjar getah bening hilus dan mediastinum. Kanker ini
terdiri atas sel tumor dengan bentuk bulat hingga lonjong, sedikit sitoplasma,
dan kromatin granular. Gambaran mitotik sering ditemukan. Biasanya ditemukan
nekrosis dan mungkin luas. Sel tumor sangat rapuh dan sering memperlihatkan
fragmentasi dan “crush artifact” pada sediaan biopsi. Gambaran lain pada
karsinoma sel kecil, yang paling jelas pada pemeriksaan sitologik, adalah
berlipatnya nukleus akibat letak sel tumor dengan sedikit sitoplasma yang
saling berdekatan (Kumar, 2007).
5.
Karsinoma sel besar
Adalah sel-sel ganas yang besar dan
berdiferensiasi sangat buruk dengan sitoplasma yang besar dan ukuran inti
bermacam-macam. Sel-sel ini cenderung timbul pada jaringan paru perifer, tumbuh
cepat dengan penyebaran ekstensif dan cepat ke tempat-tempat yang jauh (Wilson,
2005).
Bentuk lain dari kanker paru primer
adalah adenoma, sarkoma, dan mesotelioma bronkus. Walaupun jarang, tumor-tumor
ini penting karena dapat menyerupai karsinoma bronkogenik dan mengancam jiwa.
Pada fase awal kebanyakan kanker paru tidak menunjukkan gejala-gejala klinis. Bila sudah menampakkan gejala berarti psien dalam stadium lanjut.D. Gambaran Klinis Kanker Paru
Gejala-gejala dapat bersifat :
1.Lokal (tumor setempat)
a.
Batuk baru atau batuk lebih hebat pada batuk kronis
b.
Hemoptisis
c.
Mengi (wheezing, stridor) karena ada obstruksi saluran napas
d.
Kadang terdapat kavitas seperti abses paru
e.
Aelektasis
2.Invasi local :
a.
Nyeri dada
b.
Dispnea karena efusi pleura
c.
Invasi ke pericardium terjadi temponade atau aritmia
d.
Sindrom vena cava superior
e.
Sindrom Horner (facial anhidrosis, ptosis, miosis)
f.
Suara sesak, karena penekanan pada nervus laryngeal recurrent
g.
Syndrome Pancoasta karena invasi pada pleksus brakialis dan saraf
simpatis servikalis
3.Gejala penyakit metastasis :
a.
Pada otak, tulang, hati, adrenal
b.
Limfadenopati servikal dan supraklavikula (sering menyertai
metastasis
c.
Sindrom Paraneoplastik : Terdapat pada 10% kanker paru, dengan
gejala
d.
Sistemik : penurunan berat badan, anoreksia, demam
e.
Hematologi : leukositosis, anemia, hiperkoagulasi
f.
Hipertrofi : osteoartropati
g.
Neurologic : dementia, ataksia, tremor, neuropati perifer
h.
Neuromiopati
i.
Endokrin : sekresi berlebihan hormone paratiroid (hiperkalsemi
j.
Dermatologi : eritema multiform, hyperkeratosis, jari tabuh
k.
Renal : syndrome of inappropriate andiuretic hormone (SIADH)
4.Asimtomatik dengan kelainan radiologist
:
a.
Sering terdapat pada perokok dengan PPOK/COPD yang terdeteksi
secara radiologis
b.
Kelainan berupa nodul soliter
E.
Manifestasi Klinis Kanker Paru
Gejala-gejala kanker paru yaitu:
1.
Gejala awal. Stridor lokal dan dispnea ringan yang mungkin
disebabkan oleh obstruksi pada bronkus.
2.
Gejala umum.
a.
Batuk : Kemungkinan akibat iritasi yang disebabkan oleh massa
tumor. Batuk mulai sebagai batuk kering tanpa membentuk sputum, tetapi
berkembang sampai titik dimana dibentuk sputum yang kental dan purulen dalam
berespon terhadap infeksi sekunder.
b.
Hemoptisis : Sputum bersemu darah karena sputum melalui permukaan
tumor yang mengalami ulserasi.
c.
Anoreksia, lelah, berkurangnya berat badan.
F.
Patofisiologi Kanker Paru
Dari
etiologi yang menyerang percabangan segmen/ sub bronkus menyebabkan cilia
hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan karsinogen. Dengan adanya
pengendapan karsinogen maka menyebabkan metaplasia,hyperplasia dan displasia.
Bila lesi perifer yang disebabkan oleh metaplasia, hyperplasia dan displasia
menembus ruang pleura, biasa timbul efusi pleura, dan bisa diikuti invasi
langsung pada kosta dan korpus vertebra. Lesi yang letaknya sentral berasal
dari salah satu cabang bronkus yang terbesar.
Lesi ini
menyebabkan obstuksi dan ulserasi bronkus dengan diikuti dengan supurasi di
bagian distal. Gejala – gejala yang timbul dapat berupa batuk, hemoptysis,
dispneu, demam, dan dingin.Wheezing unilateral dapat terdengan pada auskultasi.
Pada stadium lanjut, penurunan berat badan biasanya menunjukkan adanya
metastase, khususnya pada hati. Kanker paru dapat bermetastase ke struktur –
struktur terdekat seperti kelenjar limfe, dinding esofagus, pericardium, otak,
tulang rangka.
Pathway
G.
Tingkatan Kanker Paru
Tingkatan
(staging) Kanker paru ditentukan oleh tumor (T), keterlibatan kalenjer getah
bening (N) dan penyebaran jauh (M). Beberapa pemeriksaan tambahan harus
dilakukan dokter spesialis paru untuk menentukan staging penyakit. Pada
pertemuan pertama akan dilakukan foto toraks (poto polos dad. Jika pasien
membawa foto yang lebih dari 1 minggu pada umumnya akan dibuat foto yang baru.
Foto toraks hanya dapat menentukan lokasi tumor, ukuran tumor, dan ada tidaknya
cairan. Foto toraks belum dapat dirasakan cukup karena tidak dapat menentukan
keterlibatan kalenjer getah bening dan metastasis luar paru.
Bahkan
pada beberapa kondisi misalnya volume cairan yang bnayak, paru kolaps, bagian
luas yang menutup tumor, dapat memungkinkan pada foto tidak terlihat. Sama
seperti pada pencarian jenis histologis Kanker, pemeriksaan untuk menentukan
staging juga tidak harus sama pada semua pasien tetapi masing-masing pasien
mempunyai prioritas pemeriksaan yang berbeda yang harus segera dilakukan dan
tergantung kondisinya pada saat datang.
Staging
(Penderajatan atau Tingkatan) Kanker Paru
Staging kanker paru dibagi berdasarkan
jenis histologis Kanker paru, apakah SLCC atau NSLCC. Tahapan ini penting untuk
menentukan pilihan terapi yang harus segera diberikan pada pasien. Staging
berdasarkan ukuran dan lokasi : tumor primer, keterlibatan organ dalam dada/
dinding dada (T), penyebaran kalenjer getah bening (N), atau penyebaran jauh
(M).
Tahapan perkembangan kanker paru dibedakan
menjadi 2, yaitu :
1.
Tahapan kanker paru jeniskarsinoma sel kecil (SLCC)
a.
Tahap terbatas
Yaitu
Kanker yang hanya ditemukan pada satu bagian paru-paru saja dan pada jaringan
disekitanya.
b.
Tahap ekstensif
Yaitu
Kanker yang ditemukan pada jaringan dada diluar paru-paru tempat asalnya, atau
Kanker yang ditemukan pada organ-organ tubuh jauh.
2.
Tahap Kanker Paru Jenis Karsinoma Bukan Sel Kecil (NSLCC)
a.
Tahap tersembunyi
Merupakan tahap ditemukannya sel Kanker pada
dahak (sputum) pasien dalam sampel air saat bronkoskopi, tetapi tidak terlihat
adanya tumor diparu-paru.
b.
Stadium 0
Merupakan tahap ditemukannya sel-sel Kanker
hanya pada lapisan terdalam paru-paru dan tidak bersifat invasif.
c.
Stadium I
Merupakan tahap Kanker yang hanya ditemukan
pada paru-paru dan belum menyebar ke kalenjer getah bening sekitarnya.
d.
Stadium II
Merupakan tahap Kanker yang ditemukan pada
paru-paru dan kalenjer getah bening di dekatnya.
e.
Stasium III
Merupakan tahap Kanker yang telah menyebar ke
daerah disekitarnya, sepertidinding dada, diafragma, pembuluh besar atau
kalenjer getah bening di sisi yang sama ataupun sisi berlawanan dari tumor
tersebut.
f.
Stadium IV
Merupakan tahap Kanker yang ditemukan lebih
dari satu lobus paru-paru yang sama, atau di paru-paru yang lain. Sel –sel
Kanker telah menyebar juga ke organ tubuh lainnya, misalnya ke otak, kalenjer
adrenalin , hati dan tulang.
H.
Pemeriksaan Diagnostik
1.
Radiologi.
Foto thorax posterior – anterior (P dan leteral
serta Tomografi dada.
Merupakan pemeriksaan awal sederhana yang dapat
mendeteksi adanya kanker paru. Menggambarkan bentuk, ukuran dan lokasi lesi.
Dapat menyatakan massa udara pada bagian hilus, effuse pleural, atelektasis
erosi tulang rusuk atau vertebra.
Bronkhografi.
Untuk melihat tumor di percabangan bronkus.
2.
Laboratorium.
Sitologi (sputum, pleural, atau nodus limfe).
Dilakukan untuk mengkaji adanya/ tahap
karsinoma.
Pemeriksaan fungsi paru dan GDA
Dapat dilakukan untuk mengkaji kapasitas untuk
memenuhi kebutuhan ventilasi.
Tes kulit, jumlah absolute limfosit.
Dapat dilakukan untuk mengevaluasi kompetensi
imun (umum pada kanker paru).
3.
Histopatologi.
Bronkoskopi.
Memungkinkan visualisasi, pencucian bagian,dan
pembersihan sitologi lesi (besarnya karsinoma bronkogenik dapat diketahui).
Biopsi Trans Torakal (TTB).
Biopsi dengan TTB terutama untuk lesi yang
letaknya perifer dengan ukuran < 2 cm, sensitivitasnya mencapai 90 – 95 %.
Torakoskopi.
Biopsi tumor didaerah pleura memberikan hasil
yang lebih baik dengan cara torakoskopi.
Mediastinosopi.
Untuk mendapatkan tumor metastasis atau
kelenjar getah bening yangterlibat.
Torakotomi.
Totakotomi untuk diagnostic kanker paru
dikerjakan bila bermacam – macam prosedur non invasif dan invasif sebelumnya
gagal mendapatkan sel tumor.
4.
Pencitraan.
CT-Scanning, untuk mengevaluasi jaringan parenkim
paru dan pleura.
MR
Tujuan pengobatan kanker dapat berupa :
a.
Kuratif
Memperpanjang masa bebas penyakit dan
meningkatkan angka harapan hidup klien.
b.
Paliatif.
Mengurangi dampak kanker, meningkatkan kualitas
hidup.
c.
Rawat rumah (Hospice care) pada kasus terminal.
Mengurangi dampak fisis maupun psikologis
kanker baik pada pasien maupun keluarga.
d.
Supotif.
Menunjang pengobatan kuratif, paliatif dan
terminal sepertia pemberian nutrisi,tranfusi darah dan komponen darah, obat
anti nyeri dan anti infeksi. (Ilmu Penyakit Dalam, 2001 dan Doenges, rencana
Asuhan Keperawatan, 2000)
e.
Pembedahan.
Tujuan pada pembedahan kanker paru sama seperti
penyakit paru lain, untuk mengankat semua jaringan yang sakit sementara mempertahankan
sebanyak mungkin fungsi paru –paru yang tidak terkena kanker.
f.
Toraktomi eksplorasi.
Untuk mengkomfirmasi diagnosa tersangka
penyakit paru atau toraks khususnya karsinoma, untuk melakukan biopsy.
g.
Pneumonektomi (pengangkatan paru).
Karsinoma bronkogenik bilaman dengan lobektomi
tidak semua lesi bisa diangkat.
h.
Lobektomi (pengangkatan lobus paru).
Karsinoma bronkogenik yang terbatas pada satu
lobus, bronkiaktesis bleb atau bula emfisematosa; abses paru; infeksi jamur;
tumor jinak tuberkulois.
i.
Resesi segmental.
Merupakan pengankatan satau atau lebih segmen
paru.
j.
Resesi baji.
Tumor jinak dengan batas tegas, tumor metas
metik, atau penyakit peradangan yang terlokalisir. Merupakan pengangkatan dari
permukaan paru – paru berbentuk baji (potongan es).
k.
Dekortikasi.
Merupakan pengangkatan bahan – bahan fibrin
dari pleura viscelaris)
l.
Radiasi
Pada beberapa kasus, radioterapi dilakukan
sebagai pengobatan kuratif dan bisa juga sebagai terapi adjuvant/ paliatif pada
tumor dengan komplikasi, seperti mengurangi efek obstruksi/ penekanan terhadap
pembuluh darah/ bronkus.
m.
Kemoterafi.
Kemoterapi digunakan untuk mengganggu pola
pertumbuhan tumor, untuk menangani pasien dengan tumor paru sel kecil atau
dengan metastasi luas serta untuk melengkapi bedah atau terapi radiasi.
J.
Pengkajian Keperawatan Kanker Paru
1.
Anamnesis
Anamnesis yang lengkap serta pemeriksaan
fisik merupakan kunci untuk diagnosis tepat. Keluhan dan gejala klinis
permulaan merupakan tanda awal penyakit kanker paru. Batuk disertai dahak yang
banyak dan kadang-kadang bercampur darah, sesak nafas dengan suara pernafasan
nyaring (wheezing), nyeri dada, lemah, berat badan menurun, dan anoreksia
merupakan keadaan yang mendukung. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan pada
pasien tersangka kanker paru adalah faktor usia, jenis kelamin, keniasaan
merokok, dan terpapar zat karsinogen yang dapat menyebabkan nodul soliter paru.
2.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menemukan
kelainan-kelainan berupa perubahan bentuk dinding toraks dan trakea, pembesaran
kelenjar getah bening dan tanda-tanda obstruksi parsial, infiltrat dan
pleuritis dengan cairan pleura.
3.
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium ditujukan untuk :
a.
Menilai seberapa jauh kerusakan yang ditimbulkan oleh kanker paru.
Kerusakan pada paru dapat dinilai dengan pemeriksaan faal paru atau pemeriksaan
analisis gas.
b.
Menilai seberapa jauh kerusakan yang ditimbulkan oleh kanker paru
pada organ-organ lainnya.
c.
Menilai seberapa jauh kerusakan yang ditimbulkan oleh kanker paru
pada jaringan tubuh baik oleh karena tumor primernya maupun oleh karena
metastasis.
4.
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi adalah pemeriksaan
yang paling utama dipergunakan untuk kanker paru. Kanker paru memiliki gambaran
radiologi yang bervariasi. Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan keganasan
tumor dengan melihat ukuran tumor, kelenjar getah bening, dan metastasis ke
organ lain.
Pemeriksaan radiologi dapat dilakukan
dengan metode tomografi komputer. Pada pemeriksaan tomografi komputer dapat
dilihat hubungan kanker paru dengan dinding toraks, bronkus, dan pembuluh darah
secara jelas. Keuntungan tomografi komputer tidak hanya memperlihatkan bronkus,
tetapi juga struktur di sekitar lesi serta invasi tumor ke dinding toraks.
Tomografi komputer juga mempunyai resolusi yang lebih tinggi, dapat mendeteksi
lesi kecil dan tumor yang tersembunyi oleh struktur normal yang berdekatan.
5.
Sitologi
Sitologi merupakan metode pemeriksaan
kanker paru yang mempunyai nilai diagnostik yang tinggi dengan komplikasi yang
rendah. Pemeriksaan dilakukan dengan mempelajari sel pada jaringan. Pemeriksaan
sitologi dapat menunjukkan gambaran perubahan sel, baik pada stadium prakanker
maupun kanker. Selain itu dapat juga menunjukkan proses dan sebab peradangan.
Pemeriksaan sputum adalah salah satu teknik
pemeriksaan yang dipakai untuk mendapatkan bahan sitologik. Pemeriksaan sputum
adalah pemeriksaan yang paling sederhana dan murah untuk mendeteksi kanker paru
stadium preinvasif maupun invasif. Pemeriksaan ini akan memberi hasil yang baik
terutama untuk kanker paru yang letaknya sentral. Pemeriksaan ini juga sering
digunakan untuk skrining terhadap kanker paru pada golongan risiko tinggi.
6.
Bronkoskopi
Setiap pasien yang dicurigai menderita
tumor bronkus merupakan indikasi untuk bronkoskopi. Dengan menggunakan
bronkoskop fiber optik, perubahan mikroskopik mukosa bronkus dapat dilihat
berupa nodul atau gumpalan daging. Bronkoskopi akan lebih mudah dilakukan pada
tumor yang letaknya di sentral. Tumor yang letaknya di perifer sulit dicapai
oleh ujung bronkoskop.
7.
Biopsi Transtorakal
Biopsi aspirasi jarum halus transtorakal
banyak digunakan untuk mendiagnosis tumor pada paru terutama yang terletak di
perifer. Dalam hal ini diperlukan peranan radiologi untuk menentukan ukuran dan
letak, juga menuntun jarum mencapai massa tumor. Penentuan letak tumor
bertujuan untuk memilih titik insersi jarum di dinding kulit toraks yang
berdekatan dengan tumor.
8.
Torakoskopi
Torakoskopi adalah cara lain untuk
mendapatkan bahan guna pemeriksaan histopatologik untuk kanker paru. Torakoskopi
adalah pemeriksaan dengan alat torakoskop yang ditusukkan dari kulit dada ke
dalam rongga dada untuk melihat dan mengambil sebahagian jaringan paru yang
tampak. Pengambilan jaringan dapat juga dilakukan secara langsung ke dalam paru
dengan menusukkan jarum yang lebih panjang dari jarum suntik biasa kemudian
dilakukan pengisapan jaringan tumor yang ada
K.
Diagnosa Keperawatan Kanker Paru
1.
Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d adanya eksudat di alveolus
2.
Pola nafas tidak efektif b/d sindrom hipoventilasi
3.
Gangguan pertukaran gas b/d hipoventilasi
4.
Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b/d
ketidakmampuan pemasukan/ mencerna/ mengabsorbsi zat-zat gizi karena factor
biologis dan psikologi
L.
Rencana Asuhan Keperawatan
DX
|
TUJUAN
& KRITERIA HASIL (NOC)
|
INTERVENSI
(NIC)
|
Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d
adanya eksudat di alveolus
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
3x24 jam diharapkan mampu mempertahankan kebersihan jalan nafas dengan
kriteria :
·
Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih,
tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernapas
dengan mudah)
·
Menunjukkan jalan nafas yang paten (frekuensi pernafasan rentang
normal, tidak ada suara nafas abnormal)
·
Mampu mengidentifikasi dan mencegah faktor yang dapat menghambat
jalan nafas
|
Airwey suction
Auskultasi suara nafas sebulum dan
sesudah suctioning
Informasikan pada klien dan keluarga
tentang suctioning
Minta klien nafas dalam sebelum suction
dilakukan
Berikan O2 dengan menggunakan nasal
untuk memfasilitasi suktionnasotrakeal
Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas
dalam setelah kateter dikeluarkan dari nasatrakeal
Ajarkan keluarga bagaimana cara melakukan
suksion
Hentikan suksion dan berikan oksigen apabila
pasien menunjukan bradikardi, peningkatan saturasi O2,dll.
Airway management
Posisikan pasien u/ memaksimalkan ventilsi
Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat
jalan nafas buatan
Lakukan fisioterpi dada jika perlu
Keluarkan sekret
Dengan batuk atau suction
Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
tambahan
|
Pola nafas tidak efektif b/d sindrom
hipoventilasi
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
3x24 jam diharapkan mampu mempertahankan kebersihan jalan nafas dengan
kriteria :
·
Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih,
tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernapas
dengan mudah)
·
Menunjukkan jalan nafas yang paten (frekuensi pernafasan rentang
normal, tidak ada suara nafas abnormal)
·
Tanda-tanda vital dalam rentang normal
|
Terapi
oksigen
Beesihkan mulut, hidung, dan seckret trakea
Pertahankan jalan napas yang paten
Monitor aliran oksigen
Pertahankan posisi klien
Monitor TD, nadi, dan RR
|
Gangguan pertukaran gas b/d
hipoventilasi
|
Respiratory status : gas exchange
·
Keseimbangan asam basa, elektrolit
·
Respiratory status: ventilation
·
Vital sign
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3X24 jam gangguan pertukaran gas pasien teratasi dengan kriteria hasil
:
·
Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang
adekuat
·
Memehara kebersiha paru-paru dan bebas dari tanda- tanda distres
pernafasan
·
Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih,
tidak ada sianosis, dan dispneu, mampu bernafas dengan mudah,.
·
Tanda – tanda vital dalam batas normal
·
AGD dalam batas normal
·
Status neurologis dalam batas normal
|
Manajemen Asam Basa
Kegiatan :
·Dapatkan / pertahankan jalur intravena
·Pertahankan kepatenan jalan nafas
·Monitor AGD dan elektrolit
·Monitor status hemodinamik
·Beri posisi ventilasi adekuat
·Monitor tanda gagal nafas
·Monitor kepatenan respirasi
|
Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari
kebutuhan tubuh b/d ketidakmampuan pemasukan/ mencerna/ mengabsorbsi zat-zat
gizi karena factor biologis dan psikologi
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama x jam Status nutrisi meningkat, dengan kriteria :
·
Intake makan dan minuman
·
Intake nutrisi
·
Control bb
·
Masa tubuh
·
Biochemical measures
·
Energy
|
a.Monitoring Gizi
Timbang berat badan pasien pada
interval tertentu
Amati kecenderungan pengurangan dan
penambahan berat badan
Monitor jenis dan jumlah latihan yang
dilaksanakan
Monitor respon emosional pasien ketika
ditempatkan pada suatu keadaan yang ada makanan
Monitor lingkungan tempat makanan
Amati rambut yang kering dan mudah
rontok
Monitor mual dan muntah
Amati tingkat albumin, protein total,
hemoglobin dan hematokrit
Monitor tingkat energi, rasa tidak enak
badan, keletihan dan kelemahan
Amati jaringan penghubung yang pucat,
kemerahan, dan kering
Monitor masukan kalori dan bahan
makanan
b.Manajemen Nutrisi
Kaji apakah pasien ada alergi makanan
Kerjasama dengan ahli gizi dalam
menentukan jumlah kalori, protein dan lemak secara tepat sesuai dengan
kebutuhan pasien
Anjurkan masukan kalori sesuai
kebutuhan
Ajari pasien tentang diet yang benar
sesuai kebutuhan tubuh
Monitor catatan makanan yang masuk atas
kandungan gizi dan jumlah kalori
Timbang berat badan secara teratur
Anjurkan penambahan intake protein, zat
besi dan vit C yang sesuai
Pastikan bahwa diet mengandungmakanan
yang berserat tinggi untuk mencegah sembelit
Beri makanan protein tinggi , kalori
tinggi dan makanan bergizi yang sesuai
Pastikan kemampuan pasien untuk
memenuhi kebutuhan gizinya.
c.Manajemen hiperglikemia
Monitor Gula darah sesuai indikasi
Monitor tanda dan gejala
poliuri,polydipsi,poliphagia,keletihan,pandangan kaburatau sakit kepala.
Monitor tanda vital sesuai indikasi
Kolaborasi dokter untuk pemberian
insulin
Pertahankan terapi IV line
Berikan IV fluids sesuai kebutuhan
Konsultasi dokter jika ada tanda
hiperglikemi menetap atau memburuk
Bantu ambulasi jika terjadi hipotensi
Batasi latihan ketika gula darah
>250 mg/dl khususnya adanya keton pada urine
|
DAFTAR
PUSTAKA
Elizabeth, J.
Corwin.2008. Buku Saku Patofisiologis. Jakarta: ECG
Price,Sylvia A and
Wilson, Lorraine M. 1988. Patofisiologi. Konsep Klinik Proses-proses Penyakit.
Jakarta : EGC.
Suryo, Joko. 2010.
Herbal Penyembuhan Gangguan Sistem Pernapasan. Yogyakarta: B First
Suyono, Slamet.
2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi 3. Balai Penerbit FKUI:
Jakarta.
Underwood, J.C.E.
1999. Patologi Umum dan Sistematik.Edisi 2. EGC: Jakarta.
No comments:
Post a Comment