LAPORAN PENDAHULUAN HERNIA
A.
PENGERTIAN
Hernia merupakan protusi atau
penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian lemah dari dinding rongga
bersangkutan (Sjamsuhidajat, 1997, hal 700).
Hernia adalah keluarnya bagian dalam
dari tempat biasanya. Hernia scrotal adalah burut lipat paha pada laki-laki
yang turun sampai ke dalam kantung buah zakar (Laksman, 2002, hal 153).
Hernia scrotalis adalah hernia yang
melalui cincin inguinalis dan turun ke kanalis pada sisi funikulus spermatikus
pada bagian anterior dan lateral, yang dapat mencapai scrotum, hernia ini
disebut juga hernia inguinalis indirect (Sachdeva, 1996, hal 235).
B.
ETIOLOGI
Hernia scrotalis dapat terjadi karena
anomali kongenital atau karena sebab yang didapat (akuistik), hernia
dapat dijumpai pada setiap usia, prosentase lebih banyak terjadi pada pria,
berbagai faktor penyebab berperan pada pembukaan pintu masuk hernia pada anulus
internus yang cukup lebar sehingga dapat dilalui oleh kantung dan isi hernia,
disamping itu disebabkan pula oleh faktor yang dapat mendorong isi hernia
melewati pintu yang sudah terbuka cukup lebar tersebut.
Faktor yang dapat dipandang berperan
kausal adalah adanya peninggian tekanan di dalam rongga perut, dan kelemahan
otot dinding perut karena usia, jika kantung hernia inguinalis lateralis
mencapai scrotum disebut hernia scrotalis.
Penyebab lain yang memungkinkan
terjadinya hernia adalah:
1.
Hernia
inguinalis indirect, terjadi pada suatu kantong kongenital sisa dan prosesus
vaginalis.
2.
Kerja otot
yang terlalu kuat.
3.
Mengangkat
beban yang berat.
4.
Batuk
kronik.
5.
Mengejan
sewaktu miksi dan defekasi.
6.
Peregangan
otot abdomen karena meningkatkan tekanan intra abdomen (TIA) seperti: obesitas
dan kehamilan.
(Sjamsuhidajat , Jong, 1997, hal 706; Sachdeva, 1996,
hal 235).
C.
PATOFISIOLOGI
Kanalis inguinalis adalah kanal yang
normal pada fetus pada bulan ke-8 kehamilan, terjadi desensus testis melalui
kanal tersebut, akan menarik perineum ke daerah scrotum sehingga terjadi
penonjolan peritoneum yang disebut dengan prosesus vaginalis peritonei, pada
bayi yang baru lahir umumnya prosesus ini telah mengalami obliterasi sehingga
isi rongga perut tidak dapat melalui kanalis tersebut, namun dalam beberapa hal
seringkali kanalis ini tidak menutup karena testis kiri turun terlebih dahulu,
maka kanalis inguinalis kanan lebih sering terbuka, bila kanalis kiri terbuka
maka biasanya yang kanan juga terbuka dalam keadaan normal, kanalis yang terbuka
ini akan menutup pada usia 2 bulan.
Bila prosesus terbuka terus (karena
tidak mengalami obliterasi) akan timbul hernia inguinalis lateralis congenital
pada orang tua kanalis tersebut telah menutup namun karena merupakan lokus
minoris persistence, maka pada keadaan yang menyebabkan tekanan intra abdominal
meningkat, kanalis tersebut dapat terbuka kembali dan timbul hernia inguinalis lateral
akuisita keadaan yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan intra abdominal
adalah kehamilan, batuk kronis, pekerjaan mengangkat beban berat, mengejan pada
saat defekasi, miksi misalnya pada hipertropi prostate.
Apabila isi hernia keluar melalui
rongga peritoneum melalui anulus inguinalis internus yang terletak lateral dari
pembuluh epigastrika inferior kemudian hernia masuk ke dalam hernia kanalis
inguinalis dan jika cukup panjang, menonjol keluar dari anulus inguinalis
eksternus, dan bila berlanjut tonjolan akan sampai ke scrotum yang disebut juga
hernia scrotalis (Mansjoer, 2000, hal 314; Sjamsuhidajat, Jong, 1997, hal 704).
D.
MANIFESTASI
KLINIK
Pada umumnya keluhan
pada orang dewasa berupa benjolan di lipat paha, benjolan tersebut bisa
mengecil dan menghilang pada saat istirahat dan bila menangis, mengejan mengangkat
beban berat atau dalam posisi berdiri dapat timbul kembali, bila terjadi
komplikasi dapat ditemukan nyeri, keadaan umum biasanya baik pada inspeksi
ditemukan asimetri pada kedua sisi lipat paha, scrotum atau pada labia dalam
posisi berdiri dan berbaring pasien diminta mengejan dan menutup mulut dalam
keadaan berdiri palpasi dilakukan dalam
keadaan ada benjolan hernia, diraba konsistensinya dan dicoba mendorong apakah
benjolan dapat di reposisi dengan jari
telunjuk atau jari kelingking pada anak-anak kadang cincin hernia dapat diraba
berupa annulus inguinalis yang melebar.
Pemeriksaan melalui
scrotum jari telunjuk dimasukkan ke atas lateral dari tuberkulum pubikum, ikuti
fasikulus spermatikus sampai ke anulus inguinalis internus pada keadaan normal
jari tangan tidak dapat masuk, bila masa tersebut menyentuh ujung jari maka itu
adalah hernia inguinalis lateralis, sedangkan bila menyentuh sisi jari maka itu
adalah hernia inguinalis medialis (Mansjoer, 2000, hal 314).
1.
Subyektif :
Biasanya pasien mengatakan terasa ada
yang turun atau kelingsir atau mengatakan adanya benjolan diselangkangan atau
dikemaluan.
2.
Obyektif :
Terdapat benjolan
diselangkangan/kemaluan dan benjolan tersebut bisa mengecil/menghilang pada
waktu tidur. Bila menangis, mengejan, mengangkat benda berat atau bila pasien
berdiri dapat timbul kembali, bila telah terjadi komplikasi dapat ditemukan
nyeri.
Keadaan umum pasien biasanya baik.
Bila benjolan sudah tampak, diperiksa
apakah benjolan tersebut dapat dimasukkan kembali. Pasien diminta berbaring,
bernafas dengan mulut untuk mengurangi tekanan intraabdominal. Kemudian scrotum
diangkat perlahan-lahan.
1.
Pengkajian
Data yang diperoleh atau dikali tergantung pada tempat
terjadinya, beratnya, apakah akut atau kronik, pengaruh terhadap struktur di
sekelilingnya dan banyaknya akar syaraf yang terkompresi.
a.
Aktivitas/istirahat
Tanda dan gejala: > atropi otot ,
gangguan dalam berjalan
riwayat pekerjaan yang perlu mengangkat
benda berat, duduk dalam waktu lama.
b.
Eliminasi
Gejala: konstipasi, mengalami kesulitan
dalam defekasi adanya inkontinensia atau retensi urine.
c.
Integritas
ego
Tanda dan gejala: Cemas, depresi,
menghindar ketakutan akan timbulnya paralysis, ansietas masalah pekerjaan, finansial
keluarga.
d.
Neuro sensori
Tanda dan gejala: penurunan reflek tendon
dalam kelemahan otot hipotonia, nyeri tekan, kesemutan, ketakutan kelemahan
dari tangan dan kaki.
e.
Nyeri atau
ketidaknyamanan
Gejala: sikap, perubahan cara berjalan,
nyeri seperti tertusuk paku, semakin memburuk dengan batuk, bersin membengkokkan
badan.
f.
Keamanan
Gejala: adanya riwayat masalah punggung
yang baru saja terjadi.
(Doenges, 1999,
hal 320 – 321)
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNCUL
1. Nyeri
berhubungan dengan iritasi, tekanan, dan sensitifitas pada area rektal.
2. Ansietas
berhubungan dengan rencana pembedahan dan rasa malu
3. Resti
infeksi berhubungan dengan insisi pembedahan
4. Perubahan
eliminasi urinaria berhubungan dengan rasa takut nyeri setelah operasi
C.
TUJUAN/RENCANA TINDAKAN (NOC/NIC)
No. Dx
|
DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN
KOLABORASI
|
TUJUAN (NOC)
|
INTERVENSI (NIC)
|
1
|
Nyeri berhubungan dengan iritasi, tekanan, dan sensitifitas pada area
rektal.
|
NOC:
v Pain
Level
v Pain
Control
v Comfort
Level
Kriteria Hasil:
1. Mampu
mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri,
mampu menggunakan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari
bantuan)
2. Melaporkan
bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
3. Mampu
mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
4. Menyatakan
rasa nyaman setelah nyeri berkurang
|
NIC :
Pain Management
1. Lakukan
pengkajian nyeri secara komprehensip termasuk lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas, dan faktor presipitasi
2. Observasi
reaksi nonverbal dari ketidaknyaman
3. Gunakan
teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
4. Kaji
kultur yang mempengaruhi respon nyeri
5. Evaluasi
pengalaman nyeri masa lampau
6. Evaluasi
bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektivan kontrol nyeri
masa lampau
7. Bantu
pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
8. Kontrol
lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan
dan kebisingan
9. Kurangi
faktor presipitasi nyeri
10. Pilih
dan lakukan penanganan nyeri (farmakoligi, non farmakologi dan interpersonal)
11. Kaji
tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
12. Ajarkan
tentang teknik non farmakologi
13. Berikan
analgetik untuk mengurangi nyeri
14. Evaluasi
keefektifan kontrol nyeri
15. Tingkatkan
istirahat
16. Kolaborasi
dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
17. Monitor
penerimaan pasien tentang managemen nyeri
Analgesic Administration
1. Tentukan
lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat
2. Cek
instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi
3. Cek
riwayat alergi
4. Pilih
analgesik yang diperlukan atau kombinasi dsari analgesik ketika pemberian
lebih dari satu
5. Tentukan
pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri
6. Pilih
rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara teratur
7. Monitor
TTV sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali
8. Berikan
analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat
9. Evaluasi
efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efek samping)
|
2
|
Ansietas berhubungan dengan rencana pembedahan dan rasa malu
|
NOC:
v Anxiety
Control
v Coping
v Impulse
Control
Kriteria hasil :
1. Klien
mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas
2. Mengidentifikasikan,
mengungkapkan, dan menunjukkan teknik untuk mengontrol cemas
3. TTV
dalam batas normal
4. Postur
tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh, dan tingkat aktivitas menunjukan
kekurangan kecemasan
|
NIC:
Anxiety Reduction
(Penurunan Kecemasan)
1.
Gunakan pendekatan yang menenangkan
2.
Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien
3.
Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur
4.
Pahami prespektif pasien terhadap situasi stres
5.
Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut
6.
Berikan informasi faktual mengenai diagnosis, tindakan prognosis
7.
Dorong keluarga untuk menemani anak
8.
Lakukan back/neck rub
9.
Dengarkan dengan penuh perhatian
10. Identifiksi tingkat
kecemasan
11. Bantu pasien mengenal
situasi yang menimbulkan kecemasan
12. Dorong pasien untuk
mengungkapan perasaan, ketakutan, persepsi
13. Intruksikan pasien
menggunakan teknik relaksasi
14. Berikan obat untuk
mengurangi kecemasan
|
3
|
Resti infeksi berhubungan dengan insisi pembedahan
|
NOC:
v Immune
Status
v Knowledge
: Infection Control
v Risk
Control
Kriteria Hasil :
1. Klien
bebas dari tanda dan gejala infeksi
2. Mendeskripsikan
proses penularan penyakit, faktor yang mempengaruhi penularan serta
penatalaksanaannya
3. Meunjukan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
4. Jumlah
leokosit dalam batas normal
5. Menunjukan
perilaku hidup sehat
|
NIC:
Infection Control (Kontrol Infeksi)
1.
Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
2.
Pertahankan teknik isolasi
3.
Batasi pengunjung bila perlu
4.
Instruksikan pada pengujung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan
setelah berkunjung meninggalkan pasien
5.
Gunakan sabun antimikroba untuk cuci tangan
6.
Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
7.
Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
8.
Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasanan alat
9.
Ganti letak IV perifer san line cental dan dressing sesuai dengan
petunjuk umum
10. Gunakan katete intermiten untuk menurunkan infeksi kandung
kencing
11. Tingkatkan intake nutrisi
12. Berikan terapi antibiotik
bila perlu
Infection Protection
(Proteksi Terhadap Infeksi)
1.
Monitor tanda dan gejala infeksi sistemikdan lokal
2.
Monitor hitung granulosit, WBC
3.
Monitor kerentanan terhadap infeksi
4.
Batasi pengunjung
5.
Saring pengunjung terhadap penyakit menular
6.
Pertahankan teknik aspirasi pada pasien yang berisiko
7.
Pertahankan teknik isolasi k/p
8.
Berikan perawatan kulit pada area epidema
9.
Inspeksi kulit dan membran mukossa terhadap kemerahan, panas, drainase
10. Inspeksi kondisi
luka/insisi bedah
11. Dorong masukan nutrisi yang
cukup
12. Dorong masukan cairan
13. Dorong istirahat
14. Instruksikan pasien untuk
minum antibiotik sesuai resep
15. Ajarkan pasien dan keluarga
tanda dan gejala infeksi
16. Ajarkan cara menghindari
infeksi
17. Laporkan kecurigaan infeksi
18. Laporkan kultur positif
|
4
|
Perubahan eliminasi urinaria berhubungan dengan rasa takut nyeri
setelah operasi
|
NOC:
v Urinary
Eleimination
v Urinary
Contiunence
Kriteria Hasil :
1. Kandung
kemih kosong secara penuh
2. Tidak
ada residu urine >100-200 cc
3. Intake
cairan dalam rentang normal
4. Bebas
dari ISK
5. Tidak
ada spasme bladder
6. Balance
cairan seimbang
|
NIC:
Urinary Retention Care
1.
Monitor intake dan output
2.
Monitor penggunaan obat antikolinergik
3.
Monitor derajat distensi bladder
4.
Instruksikan kepada pasien dan keluarga untuk mencatat output urine
5.
Sediakan privasi untuk eliminasi
6.
Stimulasi reflek bladder dengan kompres dingin pada abdomen
7.
Kateterisasi jika perlu
8.
Monitor tanda dan gejala ISK (panas,hematuria, perubahan bau dan
konsistensi urien)
|
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth (2002). Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8,
volume 2, EGC. Jakarta.
Carpenito, Linda Juall (1995). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan
(terjemahan).PT EGC, Jakarta.
Digiulio Mary, dkk (2007). Medical Surgical Nursing Demystified.
New York Chicago.
Doenges,et al, (2000). Rencana Asuhan Keperawatan (terjemahan), PT EGC. Jakarta.
San Fransisco Lisbon London, (1999).Mexico City Milan New Delhi San Juan Seoul, Singapore Sydney
Toronto.
Soeparman, (1990). Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.
Sylvia dan Lorraine (1999). Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Edisi empat, buku kedua. EGC. Jakarta.
www.laporan-pendahuluan-askep.com/
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
No comments:
Post a Comment