Mengenal, Mencegah & Mewaspadai Penyakit Infeksi Tetanus


PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit tetanus merupakan salah satu infeksi yang berbahaya karena mempengaruhi sistem urat syaraf dan otot. Gejala tetanus umumnya diawali dengan kejang otot rahang (dikenal juga dengan trismus atau kejang mulut) bersamaan dengan timbulnya pembengkakan,
rasa sakit dan kaku di otot leher, bahu atau punggung. Kejang-kejang secara cepat merambat ke otot perut, lengan atas dan paha. 
Tetanus merupakan penyakit yang sering ditemukan , dimana masih terjadi di masyarakat terutama masyarakat kelas menengah ke bawah. Sebagian besar pasien tetanus berusia > 3 tahun dan < 1 minggu. Dari seringnya kasus tetanus serta kegawatan yang ditimbulkan, maka sebagai seorang perawat dituntut untuk mampu mengenali tanda kegawatan dan mampu memberikan asuhan keperawatan yang tepat.
Tetanus memiliki angka kematian sampai 50%. Kematian biasanya terjadi pada penderita yang sangat muda, sangat tua dan pemakai obat suntik. Jika gejalanya memburuk dengan segera atau jika pengobatan tertunda, maka prognosisnya buruk. Mencegah tetanus melalui vaksinasi adalah jauh lebih baik daripada mengobatinya. Pada anak-anak, vaksin tetanus diberikan sebagai bagian dari vaksin DPT (difteri, pertusis, tetanus). Bagi yang sudah dewasa sebaiknya menerima booster.

B. Tujuan Penulisan
a. Tujuan umum
    Setelah menyusun makalah ini diharapkan mahasiswa mengetahui gambaran umum tentang penyakit tetanus dan proses asuhan keperawatannya
b. Tujuan khusus 
        Setelah menyusun makalah ini mahasiswa diharapkan mampu :
  1. Untuk memperdalam pengetahuan dalam proses keperawatan anak khususnya pada kasus Tetanus.
  2. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian tetanus
  3. Mahasiswa mampu menjelaskan penyebabkan tetanus
  4. Mahasiswa mampu menjelaskan tanda dan gejala tetanus
  5. Mahasiswa mampu menjelaskan patofisologi tetanus
  6. Mahasiswa mampu menjelaskan manisfestasi klinis tetanus
  7. Mahasiswa mampu menjelaskan pemeriksaan penunjang pada tetanus
  8. Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksaan pasien dengan tetanus
  9. Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan pada pasien tetanus

Penyakit Tetanus
Penyakit Infeksi Tetanus



BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Tetanus adalah (rahang terkunci/lockjaw) penyakit akut, paralitik spastic yang disebabkan oleh tetanospasmin, neurotoksin, yang dihasilkan oleh Clostridium Tetani.( Ilmu Kesehatan Anak, 2000 oleh Richard E. Behrman, dkk, hal 1004)

Tetanus adalah manifestasi sistemik yang di sebabkan oleh absorbs eksotoksin sangat kuat yang dilepaskan oleh Clostridium Tetani pada masa pertumbuhan aktif dalam tubuh manusia.( Buku Kuliah Ilmu kesehatan Anak, 1985 oleh bagian kesehatan anak fakultas kedokteran univeersitas Indonesia, hal 568)

Tetanus adalah gangguan neorologis yang ditandai dengan meningkatnya tonus otot dan spasme, yang disebabkan oleh tetanospasmin, suatu toksin protein yang kuat yang dihasilkan oleh Clostridium Tetani.( Buku Ajar ilmu Penyakit Dalam, 2007 oleh fakultas Kedokteran Universitas Indonesia)

Tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman Clostridium tetani, bermanifestasi dengan kejang otot secara proksimal dan diikuti kekakuan otot seluruh badan. Kekuatan tonus otot massater dan otot-otot rangka.( http: //ratihrochmat .wordpress.com/2008/06/27/tetanus/, Juni 27, 2008 oleh Ratih Rochmat )

Tetanus Neonatorum: penyakit tetanus pada bayi baru lahir dengan tanda klinik yang khas, setelah 2 hari pertama bayi baru hidup, menangis dan menyusu secara normal, pada hari ketiga atau lebiih timbul kekakuan seluruh tubuh dengan kesulitan membuka mulut dan menetek di susul dengan kejang-kejang (WHO, 1989)

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa, Tetanus adalah penyakit infeksi dan gangguan neorologis yang di akibatkan toksin protein tetanospasmin dari kuman Clostridium Tetani, yang ditandai dengan manisfestasi kliniknya meningkatnya tonus otot dan spasme


C. KLASIFIKASI TETANUS 
1. Tetanus lokal (lokalited Tetanus) 
Pada lokal tetanus dijumpai adanya kontraksi otot yang persisten, pada daerah tempat dimana luka terjadi (agonis, antagonis, dan fixator). Hal inilah merupakan tanda dari tetanus lokal. Kontraksi otot tersebut biasanya ringan, bisa bertahan dalam beberapa bulan tanpa progressif dan biasanya menghilang secara bertahap. 
Lokal tetanus ini bisa berlanjut menjadi generalized tetanus, tetapi dalam bentuk yang ringan dan jarang menimbulkan kematian. Bisa juga lokal tetanus ini dijumpai sebagai prodromal dari klasik tetanus atau dijumpai secara terpisah. Hal ini terutama dijumpai sesudah pemberian profilaksis antitoksin. 

2. Cephalic tetanus
Cephalic tetanus adalah bentuk yang jarang dari tetanus. Masa inkubasi berkisar 1 –2 hari, yang berasal dari otitis media kronik (seperti dilaporkan di India ), luka pada daerah muka dan kepala, termasuk adanya benda asing dalam rongga hidung.

3. Generalized Tetanus
Bentuk ini yang paling banyak dikenal. Sering menyebabkan komplikasi yang tidak dikenal beberapa tetanus lokal oleh karena gejala timbul secara diam-diam. Trismus merupakan gejala utama yang sering dijumpai ( 50 %), yang disebabkan oleh kekakuan otot-otot masseter, bersamaan dengan kekakuan otot leher yang menyebabkan terjadinya kaku kuduk dan kesulitan menelan. 
Gejala lain berupa Risus Sardonicus (Sardonic grin) yakni spasme otot-otot muka, opistotonus ( kekakuan otot punggung), kejang dinding perut. Spasme dari laring dan otot-otot pernafasan bisa menimbulkan sumbatan saluran nafas, sianose asfiksia. Bisa terjadi disuria dan retensi urine,kompressi fraktur dan pendarahan didalam otot. Kenaikan temperatur biasanya hanya sedikit, tetapi begitupun bisa mencapai 40 C. Bila dijumpai hipertermi ataupun hipotermi, tekanan darah tidak stabil dan dijumpai takhikardia, penderita biasanya meninggal. Diagnosa ditegakkan hanya berdasarkan gejala klinis. (httt://www. ©2004 Digitized by USU digital library)

4. Neotal tetanus
Biasanya disebabkan infeksi C. tetani, yang masuk melalui tali pusat sewaktu proses pertolongan persalinan. Spora yang masuk disebabkan oleh proses pertolongan persalinan yang tidak steril, baik oleh penggunaan alat yang telah terkontaminasi spora C.tetani, maupun penggunaan obat-obatan Waktu tali pusat yang telah terkontaminasi. 
Kebiasaan menggunakan alat pertolongan persalinan dan obat tradisional yang tidak steril,merupakan faktor yang utama dalam terjadinya neonatal tetanus. 


D. ETIOLOGI
Penyakit ini tersebar di seluruh dunia, terutama pada daerah resiko tinggi dengan cakupan imunisasi DPT yang rendah. Reservoir utama kuman ini adalah tanah yang mengandung kotoran ternak sehingga resiko penyakit ini di daerah peternakan sangat tinggi. Spora kuman Clostridium tetani yang tahan kering dapat bertebaran di mana-mana.
1. Toksin kuman Clostridium tetani
2. Luka tusuk, gigitan binatang, luka bakar
3. Luka operasi yang tidak dirawat dan dibersihkan dengan baik
4. OMP, caries gigi
5. Pemotongan tali pusat yang tidak steril.
6. Penjahitan luka robek yang tidak steril. 


E. MANISFESTASI KLINIS
Tetanus biasanya terjadi setelah suatu trauma, kontaminasi luka dengan tanah, kotoran binatang atau logam berkarat dapat menyebabkan tetanus. Tetanus juga dapat terjadi sebagai komplikasi dari luka bakar, ulkus gangren, luka gigitan ular yang mngalami nekrosis, infeksi telinga tengah, aborsi septik, persalinan, injeksi intramuscular, dan pembedahan. 
Masa tunas biasanya 5 – 14 hari, tetapi kadang-kadang sampai beberapa minggu pada infeksi ringan atau kalau terjadi modifikasi penyakit oleh anti serum. Penyakit ini biasanya terjadi mendadak dengan ketegangan otot yang makin bertambah terutama pada rahang dan leher. Dalam waktu 48 jam penyakit ini menjadi nyata dengan :
  1. Trismus ( kesukaran membuka mulut ) karena spasme otot-otot mastikatoris.
  2. Kaku kuduk sampai opistotonus ( karena ketegangan otot-otot erector trunki ).
  3. Ketegangan otot dinding perut ( harus dibedakan dengan abdomen akut ).
  4. Kejang tonik apabila dirangsang karena toksin yang terdapat di kornus anterior.
  5. Rikus sardonikus karena spasme otot muka ( alis tertarik keatas ), sudut mulut tertarik keluar dan kebawah, bibir tertekan kuat pada gigi.
  6. Kesukaran menelan, gelisah, mudah terangsang, nyeri kepala, nyeri anggota badan sering merupakan gejala dini.
  7. Spasme yang khas, yaitu badan kaku dengan opistotonus, ekstermitas inferior dalam keadaan ekstensi, lengan kaku dan mengepal kuat. Anak tetap sadar. Spasme mula-mula intermiten diselingi dengan periode relaksasi. Kemudian tidak jelas lagi dan serangan tersebut disertai dengan rasa nyeri. Kadang-kadang di sertai perdarahan intramuscular karena kontraksi yang kuat.
  8. Asfiksia dan sianosis terjadi akobat serangan pada otot pernafasan dan laring. Retensi urin dapat terjadi karena spasme otot uretra. Fraktur kolumna vetebralis dapat pula terjadi karena kontraksi otot yang sangat kuat.
  9. Panas biasanya tidak tinggi dan terdapat pada stadium akhir.
  10. Biasanya terdapat leukositosis ringan dan kadang-kadang terjadi tekanan cairan di otak.


F. PATOFISIOLOGI 
Chlostridium Tetani dalam bentuk spora masuk ke tubuh melalui luka yang terkontaminasi dengan debu, tanah, tinja binatang, pupuk. Cara masuknya spora ini melalui luka yang terkontaminasi antara lain luka tusuk (oleh besi: kaleng), luka bakar, luka lecet, otitis media, infeksi gigi, ulkus kulit yang kronis, abortus, tali pusat, kadang–kadang luka tersebut hampir tak terlihat. 
Pandi dkk (1965) melaporkan bahwa 70% pada telinga sebagai port d’entree, sedangkan beberapa peneliti melaporkan bahwa porte d'entree melalui telinga hanya 6,5%.
Bila keadaan menguntungkan di mana tempat luka tersebut menjadi hipaerob sampai anaerob disertai terdapatnya jaringan nekrotis, lekosit yang mati, benda–benda asing maka spora berubah menjadi vegetatif yang kemudian berkembang. Kuman ini tidak invasif. Bila dinding sel kuman lisis maka dilepaskan eksotoksin, yaitu tetanospasmin dan tetanolisin. Tetanospasmin sangat
mudah mudah diikat oleh saraf dan akan mencapai saraf melalui dua cara.
  1. Secara lokal: diabsorbsi melalui mioneural junction pada ujung–ujung saraf perifer atau motorik melalui axis silindrik kecornu anterior susunan saraf pusat dan susunan saraf perifer.
  2. Toksin diabsorbsi melalui pembuluh limfe lalu ke sirkulasi darah untuk seterusnya susunan saraf pusat.

Aktivitas tetanospamin pada motor end plate akan menghambat pelepasan asetilkolin, tetapi tidak menghambat alfa dan gamma motor neuron sehingga tonus otot meningkat dan terjadi kontraksi otot berupa spasme otot. Tetanospamin juga mempengaruhi sistem saraf simpatis pada kasus yang berat, sehingga terjadi overaktivitas simpatis berupa hipertensi yang labil, takikardi, keringat yang berlebihan dan meningkatnya ekskresi katekolamin dalam urine.
Tetanospamin yang terikat pada jaringan saraf sudah tidak dapatdinetralisir lagi oleh antitoksin tetanus.


G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK 
Pemeriksaan laboratorium : 
1. Liquor Cerebri normal
2. Hitung leukosit normal atau sedikit meningkat.
3. Pemeriksaan kadar elektrolit darah terutama kalsium dan magnesium
4. Analisa gas darah dan gula darah sewaktu penting untuk dilakukan.
5. Pemeriksaan radiologi : Foto rontgen thorax setelah hari ke-5.


H. KOMPLIKASI
Komplikasi tetanus terjadi akibat penyakitnya seperti :
  1. Spasme otot faring yang menyebabkan terkumpulnya air liur (saliva) didalam rongga mulut dan hal ini memungkinkan terjadinya aspirasi sehingga dapat terjadi pneumonia aspirasi.
  2. Asfiksia ini terjadi karena adanya kekakuaan otot-otot pernafasan sehingga pengembangan paru tidak dapat maksimal
  3. Atelektasis karena obstruksi oleh secret hal ini karena seseorang dengan tetanus akan mengalami trismus (mult terkunci) sehingga klien tidak dapat mengeluarkan sekret yang menumpuk di tenggorokan, atau pun menelanya.
  4. Fraktura kompresi ini dapat terjadi bila saat kejang klien difiksasi kuat sehingga tubuh tidak dapat menahan kekuatan luar.


I. PENATALAKSANAAN MEDIS DAN KEPERAWATAN 
1. Penatalaksanaan medis
Empat pokok dasar tata laksana medik : debridement, pemberian antibiotik, menghentikan kejang, serta imunisasi pasif dan aktif, yang dapat dijabarkan sebagai berikut :
  • Diberikan cairan intravena dengan larutan glukosa 5% dan NaCl fisiologis dalam perbandingan 4 : 1 selama 48-72 jam selanjutnya IVFD hanya untuk memasukan obat. Jika pasien telah dirawat lebih dari 24 jam atau pasien sering kejang atau apnea, diberikan larutan glukosa 10% dan natrium bikarbonat 1,5% dalam perbandingan 4 : 1 (jika fasilitas ada lebih baik periksa analisa gas darah dahulu). Bila setelah 72 jam bayi belum mungkin diberi minum peroral/sonde, melalui infus diberikan tambahan protein dan kalium.
  • Diazepam dosis awal 2,5 mg intravena perlahan-lahan selama 2-3 menit, kemudian diberikan dosis rumat 8-10 mg/kgBB/hari melalui IVFD (diazepam dimasukan ke dalam cairan infus dan diganti setiap 6 jam). Bila kejang masih sering timbul, boleh ditambah diazepam lagi 2,5 mg secara intravena perlahan-lahan dan dalam 24 jam berikutnya boleh diberikan tembahan diazepam 5 mg/kgBB/hari sehingga dosis diazepam keseluruhannya menjadi 15 mg/kgBB/hari. Setelah keadaan klinis membaik, diazepam diberikan peroral dan diurunkan secara bertahap. Pada pasien dengan hiperbilirubinemia berat atau bila makin berat, diazepam diberikan per oral dan setelah bilirubin turun boleh diberikan secara intravena.
  • ATS 10.000 U/hari, diberikan selama 2 hari berturut-turut dengan IM. Perinfus diberikan 20.000 U sekaligus.
  • Ampisilin 100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis, intravena selama 10 hari. Bila pasien menjadi sepsis pengobatan seperti pasien lainnya. Bila pungsi lumbal tidak dapat dilakukan pengobatan seperti yang diberikan pada pasien meningitis bakterialis.
  • Tali pusat dibersihkan/kompres dengan alcohol 70%/Betadine 10%.
  • Perhatikan jalan napas, diuresis, dan tanda vital. Lendir sering dihisap


2. Penatalaksanaan Keperawatan
Perawatan intensif terutama ditujukan untuk mencukupi kebutuhan cairan dan nutrisi, menjaga saluran nafas tetap bebas, mempertahankan oksigenasi yang adekuat, dan mencegah hipotermi. Perawatan puntung tali pusat sangat penting untuk membuang jaringan yang telah tercemar spora dan mengubah keadaan anaerob jaringan yang rusak, agar oksigenasi bertambah dan pertumbuhan bentuk vegetatif maupun spora dapat dihambat. setelah puntung tali pusat dibersihkan dengan perhydrol, dibutuhkan povidon 10% dan dirawat secara terbuka. Perawatan puntung tali pusat dilakukan minimal 3 kali sehari



DAFTAR PUSTAKA


A.H. Markum. 2002. Imunisasi. Jakarta : FKUI.
I.G.N. Ranuh, dkk. 2005. Pedoman Imunisasi di Indonesia. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia.Ilmu Keperawatan Anak 1985 Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Jakarta FKUI Surasmi Asrining 2003 Perawatan Bayi Resiko Tinggi Jakarta EGC ...
Adams. R.D,et al : Tetanus in :Principles of New'ology,McGraw-Hill,ed 1997, 1205-1207. 
Behrman.E.Richard : Tetanus, chapter 193, edition 15 th, Nelson, W.B.Saunders Company, 1996, 815 -817. 
Feigen. R.D : Tetanus .In : Bchrmlan R.E, Vaughan V C , Nelson W.E , eds. Nelson Textbook of pediatrics, ed. 13 th, Philadelphia, W.B Saunders Company, 1987, 617 - 620. 
Glickman J, Scott K.J, Canby R.C: Infectious Disese, Phantom notes medicine ,ed. 6 th, Info Acces and Distribution Ltd, Singapore,1995, 53-55. 
Gilroy, John MD, et al :Tetanus in : Basic Neurology, ed.1.982, 229-230 
Hendarwanto: llmu Penyakit Dalam, jilid 1, Balai Penerbit FK UI, Jakarta, 1987, 
Hamid,E.D, Daulay, AP, Lubis, CP, Rusdidjas, Siregar H : Tetanus Neonatorum in babies Delivered by Traditional Birth Attendance in Medan, Vol. 25, Paeditrica Indonesiana, Departement of Child Health, Medical School University of lndonesia, Sept-Okt 1985, 167 -174. 
Krugman Saaul, Katz L.. Samuel, Gerhson AA, Wilfert C ; Infectious diiseases of children, ed. 9 th, St Louis, Mosby, 1992, 487-490


http://setiakawan29.blogspot.com/2015/11/download-e-book-buku-kesehatan-terbaru-indonesia-bermanfaat.html
Download Ebook-ebook Kesahatan Terkini



Terimakasih atas junjungannya. Tunggu artikel-artikel terbaru saya ya..
Salam Sehat.. Salam Perawat..

No comments:

Read more..