ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN URTIKARIA

A.    Latar Belakang
                   Penyakit alergi merupakan kumpulan penyakit yang sering dijumpai di masyarakat dan  golongan penyakit dengan ciri peradangan yang timbul akibat reaksi imunologis terhadap alergi lingkungan.
Walaupun faktor lingkunan merupakan faktor penting, faktor genetik dalam manifestasi alergi tidak dapat di abaikan. Adanya alergi terhadap suatu alergi tertentu menunjukkan bahwa sesorang pernah terpajan dengan alergi bersangkutan sebelumnya. Penyakit alergi merupakan kumpulan penyakit yang sering dijumpai di masyarakat. Penyakit alergi merupakan kumpulan penyakit yang sering dijumpai di masyarakat. (WHO ARIA tahun 2001)
Alergi hidung adalah keadaan atopi yang paling sering dijumpai menyerang 20% anak dan dewasa muda di Amerika Utara dan Eropa Barat. Di tempat lain alergi hidung dan penyakit atopi lainya lebih rendah, terutama pada negara yang kurang berkembang. Insidensi penyakit tinggi pada anak-anak di bawah 5 tahun dan akan menurun secara bertahap sesuai dengan bertambahnya umur. Rinitis merupakan salah satu penyakit paling umum yang terdapat di Amerika Serikat, mempengaruhi lebih dari 50 juta orang.
Dilaporkan penyakit alergi yang sering dijumpai di Bagian Penyakit Dalam RSCM Jakarta adalah asma, rinitis, urtikaria dan alergi makanan. Di Medan dilaporkan manifestasi klinis pasien alergi saluran pernapasan adalah rinitis 41,9%, asma 30,6%, asma + rinitis 25% dan batuk kronik 5%. Diperkirakan 10-20 % penduduk pernah atau sedang menderita penyakit tersebut. Alergi dapat menyerang setiap organ tubuh. Tetapi organ yang sering terkena adalah saluran napas dan kulit.
Keadaan ini sering berhubungan dengan kelainan pernapasan lainnya, seperti asma. Rhinitis memberikan pengaruh yang signifikan pada kualitas hidup. Pada beberapa kasus, dapat menyebabkan kondisi lainnya seperti masalah pada sinus, masalah pada telinga, gangguan tidur, dan gangguan untuk belajar. Pada pasien dengan asma, rinitis yg tidak terkontrol dapat memperburuk kondisi asmanya. Rinitis tersebar di seluruh dunia, baik bersifat endemis maupun muncul sebagai KLB. Di daerah beriklim sedang, insidensi penyakit ini meningkat di musim gugur, musim dingin, dan musim semi.
Di daerah tropis, insidensi penyakit tinggi pada musim hujan. Sebagian besar orang, kecuali mereka yang tinggal di daerah dengan jumlah penduduk sedikit dan terisolasi, bisa terserang satu hingga 6 kali setiap tahunnya.

B.    
Tujuan
Tujuan Umum
Mahasiswa mengetahui tentang berbagai alergi yang dapat ditimbulkan, terutama pada Rhinitis Alergi dan Urtikaria. Mulai dari penyebabnya, gejala-gejala apa yang timbul, serta penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penyakit tersebut.


Tujuan Khusus
  1. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian keperawatan pada pasien    dengan gangguan sistem imunologi : Urtikaria
  2. Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa keperawatan Urtikaria
  3. Mahasiswa mampu menyusun rencana keperawatan Urtikaria
  4. Mahasiswa mampu melakukan implementasi sesuai dengan rencana keperawatan Urtikaria
  5. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi keperawatan Urtikaria
  6. Mahasiswa mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan pada penyakit Urtikaria



BAB II
PEMBAHASAN

A.      
Definisi
Urtikaria, yang dikenal dengan hives, terdiri atas plak edematosa (wheal) yang terkait dengan gatal yang hebat (pruritus). Urtikaria terjadi akibat pelepasan histamine selama respons peradangan terhadap alegi sehingga individu menjadi tersensitisasi. Urtikaria kronis dapat menyertai penyakit sistemik seperti hepatitis, kanker atau gangguan tiroid. (Elizabeth, 2007)
Urtikaria adalah lesi sementara yang terdiri dari bentol sentral yang dikelilingi oleh haloeritematosa. Lesi tersendiri adalah bulat, lonjong, atau berfigurata, dan seringkali menimbulkan rasa gatal. (Harrison, 2005)
Urtikaria merupakan istilah klinis untuk suatu kelompok kelainan yang ditandai dengan adanya pembentukan “bilur-bilur” – pembekakan kulit yang dapat hilang tanpa meninggalkan bekas yang terlihat. Pada umumnya kita semua pernah merasakan salah satu bentuk urtikaria akibat jath (atau didorong) hingga gatal-gatal. Gambaran patologis yang utama adalah didapatkannya edema dermal akibat terjadinya dilatasi vascular, seringkali sebagai respons terhadap histamine (dan mungkin juga mediator-mediator yang lain) yang dilepas oleh sel mast.(Tony, 2005)

B.      
Klasifikasi
Jenis urtikaria : (Mark,1996)
  1. Idiopatik adalah kelompok terbesar, merupakan sepertiga dari kasus urtikaria akut dan dua pertiga dari urtikaria kronik.
  2. Fisik. Sekitar 15% kasus. Biasanya dapat ditemukan penyebab yang dikenali. Terdapat beberapa jenis ;- Dermatografisme : reaksi terhadap goresan keras pada kulit yang timbul dalam 1 sampai 3 menit dan berlangsung 5 sampai 10 menit.- Urtikaria kolinergik. Olahraga atau berkeringat merupakan agen pencetusnya, menyebabkan timbulnya 10% reaksi, mengenai orang muda, dan dapat berlangsung selama 6 sampai 8 tahun. Lesi timbul sebagai wheal berukuran 1 sampai 2 mm pada dasar eritematosa yang menyaru serta ditemukan pada batang badan dan lengan tanpa mengenai telapak tangan, telapak kaki, dan aksila.Urtikaria dingin. Reaksi terhadap pajanan dingin atau penghangatan kembali setelah terpajan dinginUrtikaria sinar matahari. Reaksi yang jarang terjadi, disebabkan oleh pajanan sinar matahari. Penyakit ini timbul sebagai pruritus dan eritema, yang diikuti oleh urtikaria. Awitan mendadak dan timbul pada setiap kelompok usia.Urtikaria tekanan lambat. Reaksi yang jarang terjadi, disebabkan oleh tekanan terus-menerus.Urtikaria akuagenik. Reaksi yang jarang terjadi, disebabkan oleh kontak dengan air. Urtikaria panas setempat. Reaksi yang jarang terjadi, disebabkan oleh air panas.

C.      
Etiologi
Etiologi Urtikaria. (Harrison, 2005) :
1.      Gangguan kulit primer
Urtikaria fisikal, yang terdiri dari:
a.       Dermatografisme
b.      Urtikaria solaris
c.       Urtikaria dingin 
d.      Penyakit sistemik

2.      Urtikaria kolinergik
Penyebab terjadinya urtikari bisa karena: (Davey, 2005)
a.       Obat-obatan sistemik dapat menimbulkan urtikaria secara imunologik yang mampu menginduksi degranasi sel mast, bahan kolinergik misalnya asetilkolin, dilepaskan oleh saraf kolinergik kulit yang mekanismenya belum diketahui langsung dapat mempengaruhi sel mast untuk melepaskan mediator. Obat-obatan seperti : Aspirin, kodein, morfin, OAINS
b.      Jenis makanan yang dapat menyebabakan alergi misalnya: telur, ikan, kerang, coklat, jenis kacang tertentu, tomat, tepung, terigu, daging sapi, udang, dll.
c.       Inhalan bisa dari serbuk sari, spora, debu rumah.
d.      Infeksi  Sepsis fokal (misalnya infeksi saluran kemih, infeksi saluran pernafasan atas, hepatitis,Candida spp, protozoa, cacing)
e.       Sistemik   : SLE, retikulosis, dan karsinoma
f.       Faktor fisik seperti cahaya (urtikaria solar), dingin (urtikaria dingin), gesekan atau tekanan (dermografisme), panas (urtikaria panas), dan getaran (vibrasi) dapat langsung menginduksi degranulasi sel mast.
g.      Genetik, terjadi difesiensi alfa-2 glikoprotein yang mengakibatkan pelepasan mediator alergi.

D.      
Patofisiologi
Patofisiologi urtikaria :
Urtikaria sering terjadi dan merupakan akibat dari degranulasi sel mast (reaksi imunolpgis tipe 1) sebagai respons terhadap antigen, dengan pelepasan histamin dan mediator vasoaktif lainnya, yang menyebabkan timbulnya eritema dan edema. Pasien-pasien dengan kondisi ini, 70% diantaranya mengalami urtikaria idiopatik (dimana antigennya tidak diketahui), sisanya mengalami bentuk urtikaria lain. Urtikaria, jika berat juga dapat mengenai jaringan subkutan dan mengakibatkan terjadinya angioedema (pembengkakan pada tangan, bibir, sekitar mata, dan walaupun jarang tetapi penting untuk diperhatikan yaitu pada lidah atau laring). (Davey, 2005)
Proses urtikaria akut dimulai dari ikatan antigen pada reseptor IgE yang saling berhubungan dan kemudian menempel pada sel mast atau basofil. Selanjutnya, aktivasi dari sel mast dan basofil akan memperantarai keluarnya berbagai mediator peradangan. Sel mast menghasilkan histamine, triptase, kimase, dan sitokin. Bahan-bahan ini meningkatkan kemampuan degranulasi sel mast dan merangsang peningkatan aktivitas ELAM dan VCAM, yang memicu migrasi limfosit dan granulosit menuju tempat terjadinya lesi urtikaria (Anonimous, 2007).
Peristiwa ini memicu peningkatan permeabilitas vascular dan menyebabkan terjadinya edema lokal yang dikenal sebagai bintul (wheal). Pasien merasa gatal dan bengkak pada lapisan dermal kulit. Urtikaria akut bisa terjadi secara sistemik jika allergen diserap kulit lebih dalam dan mencapai sirkulasi. Kondisi ini terjadi pada urtikaria kontak, misalnya urtikaria yang terjadi karena pemakaian sarung tangan latex, dimana latex diserap kulit dan masuk ke aliran darah, sehingga menyebabkan urtikaria sistemik.
Urtikaria akut juga bisa terjadi pada stimulasi sel mast tanpa adanya ikatan IgE dengan allergen. Misalnya, pada eksposure pada media radiocontrast, dimana pada saat proses radiologi berlangsung, akan terjadi perubahan osmolalitas pada lingkungan yang mengakibatkan sel mast berdegranulasi (Anonimous, 2007).
Faktor imunologik maupun nonimunologik mampu merangsang sel mast atau basofil untuk melepaskan mediator tersebut. Pada yang nonimunologik mungkin sekali siklik AMP (adenosin mono phosphate) memegang peranan penting pada pelepasan mediator. Beberapa bahan kimia seperti golongan amin dan derivate amidin, obat-obatan seperti morfin, kodein, polimiksin, dan beberapa antibiotic berperan pada keadaan ini.
Bahan kolinergik misalnya asetilkolin, dilepaskan oleh saraf kolinergik kulit yang mekanismenya belum diketahui langsung dapat mempengaruhi sel mast untuk melepaskan mediator. Faktor fisik misalnya panas, dingin, trauma tumpul, sinar X, dan pemijatan dapat langsung merangsang sel mast. Beberapa keadaan misalnya demam, panas, emosi, dan alcohol dapat merangsang langsung pada pembuluh darah kapiler sehingga terjadi vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas (Djuanda, 2008).
Faktor imunologik lebih berperan pada urtikaria yang akut daripada yang kronik, biasanya IgE terikat pada permukaan sel mast dan atau sel basofil karena adanya reseptor Fc bila ada antigen yang sesuai berikatan dengan IgE maka terjadi degranulasi sel, sehingga mampu melepaskan mediator. Keadaan ini jelas tampak pada reaksi tipe I (anafilaksis), misalnya alergi obat dan makanan.
Komplemen juga ikut berperan, aktivasi komplemen secara klasik maupun secara alternative menyebabkan pelepasan anafilatoksin (C3a, C5a) yang mampu merangsang sel mast dan basofil, misalnya tampak akibat venom atau toksin bakteri. Ikatan dengan komplemen juga terjadi pada urtikaria akibat reaksi sitotoksik dan kompleks imun pada keadaan ini juga dilepaskan zat anafilatoksin. Urtikaria akibat kontak terjadi pemakaian bahan serangga, bahan kosmetik, dan sefalosporin.

E.      
Manifestasi Klinis
Bentuk klinis Urtikaria fisik : (Tony, 2005)
  1. Dermografisme : bilur-bilur tampak sesudah adanya bekas-bekas garukan. Hal ini bisa timbul tersendiri atau bersama dengan bentuk-bentuk urtikaria yang lain.
  2. Penekanan (timbulnya belakangan) : bilur-bilur timbul dalam waktu sampai 24 jam sesudah terjadinya penekanan.
  3. Urtikaria kolinergik : yang diserang adalah laki-laki muda ; kulit yang berkeringat disertai oleh adanya bilur-bilur kecil berwarna putih dengan lingkaran berwarna merah pada badan bagian atas.


F.       
Komplikasi
1.      Purpura dan excoriasi
2.      Infeksi sekunder
3.      Bibir kering

G.     
 Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan Diagnostis Urtikaria  :
1.    Urtikaria akut. Uji laboratorium pada umumnya tidak diperlukan.
2. Urtikaria kronik. Jika penyebab agen fisik telah disingkirkan, maka penggunaan pemeriksaan laboratorium, radiografik, dan patologik berikut ini dapat memberikan petunjuk untuk diagnosis penyakit sistemik yang samar.
3.    Uji rutina.  Laboratorium. Hitung darah lengkap dengan diferensial, profil kimia, laju endap darah (LED), T4, pengukuran TSH, urinalisis dan biakan urine, antibody antinuclearb.  Radiografik. Radiograf dada, foto sinus, foto gigi, atau panorexc. Uji selektif. Krioglobulin, analisis serologic hepatitis dan sifilis, factor rheumatoid, komplemen serum, IgM, IgE serumd. Biopsi kulit. Jika laju endap darah meningkat, lakukan biopsy nyingkirkakulit untuk men kemungkinan vaskulitis urtikaria.

H.
      Penatalaksanaan Medis
Pengobatan (Arvin, 1996)
Pada kebanyakan keadaan, urtikaria merupakan penyakit yang sembuh sendiri yang memerlukan sedikit pengobatan lainnya, selain dari antihistamin. Hidroksizin (Atarax) 0,5 ml/kg, merupakan salah satu antihistamin yang paling efektif untuk mengendalikan urtikaria, tetapi difenhidramin (Benadryl), 1,25 mg/kg, dan antihistamin lainnya juga efektif. Jika perlu, dosis ini dapat diulangi pada interval 4-6 jam.
Epinefrin 1 : 1000, 0,01 ml/kg, maksimal 0,3 ml, biasanya menghasilkan penyembuhan yang cepat atas urtikaria akut yang berat. Hidroksizin (0,5 ml/kg setiap 4-6 jam) merupakan obat pilihan untuk urtikaria kolinergik dan urtikaria kronis. Penggunaan bersama antihistamin tipe H1 dan H2 kadang-kadang membantu mengendalikan urtikaria kronis. Antihistamin h2 saja dapat menyebabkan eksaserbasi urtikaria. Siproheptadin (Periactin) (2-4 mg setiap 8-12 jam) terutama bermanfaat sebagai agen profilaksis untuk urtikaria dingin.
Siproheptadin dapat menyebabkan rangsangan nafsu makan dan penambahan berat pada beberapa penderita. Tabir surya merupakan satu-satunya pengobatan yang efektif untuk urtikaria sinar matahari. Kortikosteroid mempunyai pengaruh yang bervariasi pada urtikaria kronis ; dosis yang diperlukan untuk mengendalikan urtikaria sering begitu besar sehingga obat-obat tersebut menimbulkan efek samping yang serius. Urtikaria kronis sering tidak berespons dengan baik pada manipulasi diet. Sayang sekali, urtikaria kronis dapat menetap selama bertahun-tahun.

I.
         ASUHAN  KEPERAWATAN  URTIKARIA
Pengkajian
1.    Identitas Pasien.
2.    Keluhan Utama.
Biasanya pasien mengeluh gatal, rambut rontok.

3.    Riwayat Kesehatan.
a.       Riwayat Penyakit Sekarang :
Tanyakan sejak kapan pasien merasakan keluhan seperti yang ada pada keluhan utama dan tindakan apa saja yang dilakukan pasien untuk menanggulanginya.
b.      Riwayat Penyakit Dahulu :
Apakah pasien dulu pernah menderita penyakit seperti ini atau penyakit kulit lainnya.
c.       Riwayat Penyakit Keluarga :
Apakah ada keluarga yang pernah menderita penyakit seperti ini atau penyakit kulit lainnya.
d.      Riwayat Psikososial :
Apakah pasien merasakan kecemasan yang berlebihan. Apakah sedang mengalami stress yang berkepanjangan.
e.       Riwayat Pemakaian Obat :
Apakah pasien pernah menggunakan obat-obatan yang dipakai pada kulit, atau pernahkah pasien tidak tahan (alergi) terhadap sesuatu obat.
f.       Pemeriksaan fisik
                               KU : lemah
                               TTV : suhu naik atau turun.
1)      Kepala :
Bila kulit kepala sudah terkena dapat terjadi alopesia.
2)      Mulut :     
Dapat juga mengenai membrane mukosa terutama yang disebabkan oleh obat.
3)      Abdomen :
Adanya limfadenopati dan hepatomegali.
4)      Ekstremitas :
Perubahan kuku dan kuku dapat lepas.
5)      Kulit :
Kulit periorbital mengalami inflamasi dan edema sehingga terjadi ekstropion pada keadaan kronis dapat terjadi gangguan pigmentasi. Adanya eritema , pengelupasan kulit , sisik halus dan skuama.
Diagnosa
1.    Potensial terjadinya infeksi berhubungan dengan adanya luka akibat gangguan integritas
2.    Resiko kerusakan kulit berhubungan dengan terpapar alergen
3.    Perubahan rasa nyaman berhubungan dengan pruritus
4.    Gangguan pola tidur berhubungan dengan pruritus
5.    Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak bagus.
6.    Kurang pengetahuan tentang program terapi berhubungan dengan inadekuat informasi












BAB III
P E N U T U P

A.
      Kesimpulan
Urtikaria, yang dikenal dengan hives, terdiri atas plak edematosa (wheal) yang terkait dengan gatal yang hebat (pruritus). Urtikaria terjadi akibat pelepasan histamine selama respons peradangan terhadap alegi sehingga individu menjadi tersensitisasi. Urtikaria kronis dapat menyertai penyakit sistemik seperti hepatitis, kanker atau gangguan tiroid. (Elizabeth, 2007)
         Penyebab terjadinya urtikari bisa karena: Obat-obatan, Jenis makanan , Inhalan yang berasal dari serbuk sari, spora, debu rumah, Infeksi  Sepsis fokal (misalnya infeksi saluran kemih, infeksi saluran pernafasan atas, hepatitis,Candida spp, protozoa, cacing), Sistemik : SLE, retikulosis, dan karsinoma, Faktor fisik seperti cahaya (urtikaria solar), dingin (urtikaria dingin), gesekan atau tekanan (dermografisme), panas (urtikaria panas), dan getaran (vibrasi) dapat langsung menginduksi degranulasi sel mast, serta Genetik.
perlu pemahaman yang sangat besar bagi kita untuk mempelajari materi ini.







                                


                                                                     DAFTAR PUSTAKA

Aishah S. Urtikaria. ln:Djuanda A, Hamzah Mochtar, Aisah S, eds. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Tempat. Indonesia: Balai Penerbit FKUI Jakarta; 2007.p.169
Anenomouse. Askep Rhinitis Alergik. Avaibable from {hyperlink     “http://askeprhinitisalergika.blogspot.com/, [accessed 14/05/2012]”}
Anenomouse. Sinusitis. Avaibable from {hyperlink “http://kumpulan-asuhan-keperawatan.blogspot.com/2008/12/asuhan-keperawatan-sinusitis.html,
Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.
Efiaty Arsyad Soepardi. (2007). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala Dan Leher, edisi 6. Jakarta : FKUI.
Kumala, Poppy. 1998. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Jakarta : EGC.
Potter, Patricia A. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses dan Praktik. Jakarta : EGC.
Smeltzer, Suzanne C. (2002). Buku Ajar Keperawatn Medikal- Bedah, Vol 1



Sekian dan terimakasih,, nantikan artikel-artikel selanjutnya ya,,,
Salam Sehatt,,, Salam Perawatt,,

No comments:

Read more..