PEMBATAL-PEMBATAL WUDHU
Oleh: Ustadz Abdul Kholiq
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda:
“Tidak sah shalat seseorang yang tidak memiliki wudhu” (HR.
Abu Dawud)
Berangkat dari
hadits ini kami merasa perlu untuk mengangkat pembahasan “Pembatal-pembatal
Wudhu” agar kita semua mengetahui dan memahami hal-hal yang membatalkan wudhu.
Sehingga ketika shalat kita merasa yakin shalat kita sah karena kita masih memiliki
wudhu.
Hal-hal yang
membatalkan Wudhu:
1. Keluarnya air kencing, tinja atau angina dari dua lubang (qubul
dan dubur)
Ulama telah
bersepakat bahwasanya air kencing dan tinja yang keluar dari dua lubang
tersebut membatalkan wudhu, berdasarkan firman Alloh Ta’ala:
Lafazh
minalghooith di sini merupakan kinayah (sindiran) dari membuang hajat, baik itu
buang air besar maupun kecil.
Adapun apabila
keluarnya dari selain dua lubang-seperti perut-maka para ulama berselisih
pendapat. Barangsiapa yang memperhatikan dzatnya semata, mereka mengatakan:
“Semua benda najis yang keluar dari tubuh membatalkan wudhu walaupun keluarnya
dari selian dua jalan.” Dan barangsiapa yang memperhatikan jalan keluarnya
semata, mereka mengatakan: “Semua benda yang keluar daru dua lubang membatalkan
wudhu walaupun yang keluar benda yang suci seperti batu atau yang lainnya.
Demikian juga
angina yang keluar dari lubang belakang (dubur) baik dengan suara atau tidak,
ulama telah bersepakat bahwa ia membatalkan wudhu.
Dari Abu
Hurairah radhiallahu ‘anhu, dia berkata : “Rasulullah Shalallahu ‘alaihi
wassalam bersabda: ‘Alloh tidak menerima shalat salah seorang di
antara kalian apabila dia batal sehingga dia berwudhu.’” Berkatalah
seorang laki-laki dari Hadramaut: “Wahai Abu Hurairah, apa itu pembatal
(wudhu)?” Abu Hurairah radhiallahu ‘ahu menjawab: “Angin yang keluar tanpa
suara atau angin yang keluar dengan suara.” (HR. Bukhori dan Muslim)
2. Mengeluarkan
air mani, wadi dan madzi
Tentu kita semua
telah mengetahui apa yang dinamakan air mani, yaitu air yang darinya diciptakan
anak manusia. Ulama telah bersepakat bahwa mengeluarkan air mani membatalkan
wudhu, bahkan wajib baginya untuk mandi. Setiap hal yang mewajibkan mandi,
berarti hal itu juga membatalkan wudhu. (Lihat Shohih Fiqhus Sunnah 1/127,
cet. Maktabah Taufiqiyyah)
Adapun air madzi
adalah air berwarna putih, encer dan lengket, keluar ketika seseorang naik
syahwatnya, seperti ketika bercumbu, membayangkan jima’ atau yang lainnya.
Keluarnya air madzi tidak dengan memancar/menyemprot dan tidak di kuti rasa
lemas. kadang-kadang seseorang tidak merasa dengan keluarnya. Terjadi pada kaum
laki-laki dan wanita, tetapi kaum wanita lebih banyak mengeluarkan air madzi
jika dibandingkan kaum laki-laki. (Lihat Syarh Shahih Muslim lin Nawawi
3/204, cet. Darul Ma’rifah,1420 H).
Mengeluarkan air
madzi membatalkan wudhu.
Dari Ali bin Abi
Tholib radhiallahu ‘anhu, dia berkata: “Saya adalah seorang laki-laki yang
sering mengeluarkan air madzi, maka saya memerintahkan seorang laki-laki untuk
bertanya kepada Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam karena kedudukan anak
perempuannnya. Kemudian dia bertanya. Kemudian Rasulullah Shalallahu ‘alaihi
wassalam menjawab: ‘Berwudulah dan basuhlah kemaluanmu.’”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Adapun air wadi
adalah air berwarna putih, kental, keluar setelah kencing. (Lihat al-Wajiz
hlm.19,cet. Dar Ibnu Rojab,1416H)
Mengeluarkan air
wadi juga membatalkan wudhu. Abdulullah bin Abbas radhiallahu ’anhuma berkata:
“Mani, wadi dan
madzi. Adapun mani, ia mewajibkan mandi. Sedangkan wadi dan madzi, “dia
berkata: “Basuhlah kemaluanmu dan berwudhulah seperti wudhumu untuk shalat.” (HR.Baihaqi
1/115)
3. Tidur
lelap sampai hilang kesadaran
Tidur lelap membatalkan
wudhu secara mutlak berdasarkan pendapat yang kuat, baik tidur dalam keadaan
berdiri, duduk, berbaring, rukuk, sujud atau yang lainnya. (Lihat Shohih
Fiqhus Sunnah 1/132)
Dari Shofwan bin
Assal radhiallahu ‘anhu, dia berkata: “Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam
memerintahkan kami apabila kami sedang safar (bepergian jauh) supaya kami tidak
melepas sepatu kulit kami (ketika berwudhu) selama tiga hari tiga malam,
kecuali dari junub. Akan tetapi dari buang air besar, buang air kecil dan tidur.”
(HR. Tirmidzi)
Dalam hadits
lain Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda:
“Mata
adalah pengikat dubur, barangsiapa yang tidur hendaknya dia berwudhu.” (HR.
Abu Dawud dan Ibnu Majah, di hasankan oleh Syaikh Albani)
Adapun tidur
ringan yang tidak sampai menjadikan hilang kesadaran seseorang, semisal dia
masih bisa mendengar suara yang ada di sekitarnya atau dia bisa merasakan bila
suatu benda jatuh dari tangannya, tidur yang seperti ini tidak membatalkan
wudhu. Karena ketika tidur seperti ini seseorang masih bisa menguasai duburnya.
Dari Anas bin
Malik radhiallahu ‘anhu, dia berkata: “Telah didirikan shalat. Dan Nabi
Shalallahu ‘alaihi wassalam berbisik-bisik dengan seorang laki-laki. Beliau
terus berbisik-bisik sehingga tertidurlah para sahabatnya. Kemudian Rasulullah
Shalallahu ‘alaihi wassalam datang dan shalat bersama mereka.” (HR. Bukhari
dan Muslim)
Dari Anas bin
Malik radhiallahu ‘anhu, dia berkata: “Para sahabat Rosul Shalallahu ‘alaihi
wassalam menunggu shalat Isya’ yang terakhir sampai terantuk-antuk
kepala-kepala mereka (lantaran kantuk), kemudian mereka shalat dan tidak
berwudhu.” (HR. Muslim dan Abu Dawud)
4.
Hilangnya akal
Telah kita
ketahui dari pembahasan sebelumnya bahwa tidur lelap membatalkan wudhu. Yang
demikian itu dikarenakan orang yang tidur lelap tidak bisa menguasai duburnya
lantaran hilang kesadarannya. Maka setiap hal yang menyebabkan hilangnya
akal-seperti: mabuk, pingsan, sakit, gila atau yang lainnya-merupakan pembatal
wudhu, karena hilangnya akal seperti ini lebih berat jika dibandingkan dengan
sekedar tidur. (lihat Shohih Fiqhus Sunnah 1/133)
5. Makan
daging unta
Makan daging
unta membatalkan wudhu, baik itu dimakan dalam keadaan mentah atau di masak,
dipanggang, digoreng, direbus atau yang lainnya. Dijelaskan dalam sebuah hadits
bahwa ada seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah Shalallahu ‘alaihi
wassalam:
“Apakah kami
harus berwudhu dari (makan) daging kambing?” Rasulullah Shalallahu ‘alaihi
wassalam menjawab: “Jika mau berwudhulah dan jika tidak mau tidak
usah berwudhu.” Dia bertanya lagi: “Apakah kami harus berwudhu
dari (makan) daging unta?” Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam menjawab: “Ya,
berwudhulah dari (makan) daging unta.” (HR. Muslim)
Ini adalah
pendapat Imam Ahmad, Ibul Mundzir, Ibnu Khuzaimah dan yang lainnya. Adapun
pendapat jumhur (kebanyakan ulama seperti:Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i
dan yang lainnya) menyelisihi pendapat ini. Mereka mengatakan tidak wajib
berwudhu dari makan daging unta namun hukumnya sekedar sunnah.
Pendapat yang
kuat adalah pendapat pertama, wajib berwudhu dari makan daging unta. Oleh
karena itu, Imam Nawawi rahimahullah berkata: “Pendapat ini (wajib berwudhu
dari makan daging unta) dalilinya lebih kuat walaupun kebanyakan ulama
menyelisihinya.” (Syarh Shohih Muslim lin Nawawi 4/272, cet. Darul
Ma’rifah,1420H)
Inilah yang bisa
disampaikan dalam edisi kali ini, mudah-mudahan ada manfaatnya bagi kita semua.
Amin.
No comments:
Post a Comment