Setelah
Imam Mahdi, satu penanda besar hari kiamat yang akan muncul adalah Dajjal. Dia
berasal dari manusia dan merupakan sosok nyata. Kemunculannya akan didahului
dengan sejumlah peristiwa besar.
Di antara kewajiban seorang muslim adalah beriman kepada hari akhir dan apa
yang akan terjadi sebelum dan setelahnya. Hari kiamat tidak ada yang mengetahui
kapan terjadinya kecuali Allah Subhanahu wa Ta’ala. Jibril ‘alaihissalam
bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
فَأَخْبِرْنِي عَنْ السَّاعَةِ. قَالَ: مَا
الْمَسْئُوْلُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنْ السَّائِلِ
“Kabarkanlah kepadaku kapan terjadi hari kiamat?” Rasulullah menjawab, “Orang
yang ditanya tidak lebih tahu dari bertanya.” (HR. Muslim no. 1)
Meskipun tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia, namun Allah Subhanahu wa
Ta’ala dan Rasul-Nya telah menerangkan tanda-tanda yang akan muncul sebelum
terjadinya. Tanda-tanda hari kiamat ada dua, shugra dan kubra.
Tanda kiamat shugra banyak jumlahnya, Di antaranya yang disebutkan Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Jibril:
قَالَ: فَأَخْبِرْنِي
عَنْ أَمَارَتِهَا. قَالَ: أَنْ
تَلِدَ اْلأَمَةُ رَبَّتَهَا وَأَنْ تَرَى الْحُفَاةَ الْعُرَاةَ الْعَالَةَ
رِعَاءَ الشَّاءِ يَتَطَاوَلُوْنَ فِي الْبُنْيَانِ
“(Jibril) berkata: Kabarkan kepadaku tentang tanda-tandanya. Rasulullah
menjawab: Budak perempuan melahirkan tuannya, dan kamu lihat orang yang
telanjang kaki dan telanjang badan penggembala kambing berlomba-lomba
meninggikan bangunan.” (HR. Muslim no. 1)
Adapun tanda kiamat kubra, di antaranya disebutkan dalam hadits Hudzaifah bin
Usaid Al-Ghifari radhiyallahu 'anhu:
اطَّلَعَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَيْنَا وَنَحْنُ نَتَذَاكَرُ. فَقَالَ: مَا
تَذَاكَرُوْنَ؟ قَالُوا:
نَذْكُرُ السَّاعَةَ. قَالَ: إِنَّهَا
لَنْ تَقُوْمَ حَتَّى تَرَوْنَ قَبْلَهَا عَشْرَ آيَاتٍ. فَذَكَرَ
الدُّخَانَ وَالدَّجَّالَ وَالدَّابَّةَ وَطُلُوْعَ الشَّمْسِ مِنْ مَغْرِبِهَا
وَنُزُوْلَ عِيْسَى ابْنِ مَرْيَمَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ وَيَأَجُوْجَ وَمَأْجُوْجَ
وَثَلاَثَةَ خُسُوْفٍ خَسْفٌ بِالْمَشْرِقِ وَخَسْفٌ بِالْمَغْرِبِ وَخَسْفٌ
بِجَزِيْرَةِ الْعَرَبِ وَآخِرُ ذَلِكَ نَارٌ تَخْرُجُ مِنْ الْيَمَنِ تَطْرُدُ
النَّاسَ إِلَى مَحْشَرِهِمْ
Rasulullah melihat kami ketika kami tengah berbincang-bincang. Beliau berkata:
“Apa yang kalian perbincangkan?” Kami menjawab: “Kami sedang berbincang-bincang
tentang hari kiamat.” Beliau berkata: “Tidak akan terjadi hari kiamat hingga
kalian lihat sebelumnya sepuluh tanda.” Beliau menyebutkan: “Dukhan (asap),
Dajjal, Daabbah, terbitnya matahari dari barat, turunnya ‘Isa ‘alaihissalam,
Ya’juj dan Ma’juj, dan tiga khusuf (dibenamkan ke dalam bumi) di timur, di
barat, dan di jazirah Arab, yang terakhir adalah api yang keluar dari Yaman
mengusir (menggiring) mereka ke tempat berkumpulnya mereka.” (HR. Muslim no.
2901)
Di antara tanda kiamat kubra yang termaktub dalam hadits di atas adalah
keluarnya Dajjal. Pembahasan masalah keluarnya Dajjal merupakan pembahasan
penting disebabkan beberapa faktor yang disebutkan Asy-Syaikh Al-Albani
rahimahullahu:
1. Banyaknya orang yang menisbatkan diri kepada ilmu dan dakwah meragukan akan
turunnya Nabi Isa ‘alaihissalam dan terbunuhnya Dajjal.
2. Kebanyakan manusia tidak terbiasa membicarakan masalah keluarnya Dajjal dan
turunnya ‘Isa bin Maryam ‘alaihissalam.
(Lihat Qishshah Al-Masihid Dajjal wa Nuzul ‘Isa, karya Asy-Syaikh Al-Albani
rahimahullahu)
Dajjal
Secara bahasa:
Disebutkan oleh Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullahu dalam kitab beliau
At-Tadzkirah bahwa lafadz Dajjal dipakai untuk sepuluh makna. Di antaranya:
Kadzdzab (tukang dusta), Mumawwih (yang menipu manusia). Asy-Syaikh Ibnu
‘Utsaimin rahimahullahu mengatakan: “Dikatakan demikian karena dia adalah manusia
yang paling besar penipuannya.”
Dalam istilah syar’i:
Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullahu mengatakan: “Seorang laki-laki pendusta
(penipu) yang keluar di akhir zaman mengaku sebagai Rabb.” (Syarah Lum’atul
I’tiqad)
Peringatan akan Keluarnya Dajjal
Para nabi telah memperingatkan akan keluarnya Dajjal. Diriwayatkan dari
Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu 'anhuma, dia berkata:
قَامَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فِي النَّاسِ فَأَثْنَى عَلَى اللهِ بِمَا هُوَ أَهْلُهُ ثُمَّ ذَكَرَ
الدَّجَّالَ فَقَالَ:
إِنِّي أُنْذِرُكُمُوْهُ وَمَا مِنْ
نَبِيٍّ إِلاَّ قَدْ أَنْذَرَهُ قَوْمَهُ، لَقَدْ أَنْذَرَهُ نُوْحٌ قَوْمَهُ
وَلَكِنْ سَأَقُوْلُ لَكُمْ فِيْهِ قَوْلاً لَمْ يَقُلْهُ نَبِيٌّ لِقَوْمِهِ،
تَعْلَمُوْنَ أَنَّهُ أَعْوَرُ وَأَنَّ اللهَ لَيْسَ بِأَعْوَرَ
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri di hadapan manusia, menyanjung
Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan sanjungan yang merupakan hak-Nya, kemudian
menyebut Dajjal dan berkata: “Aku memperingatkan kalian darinya. Tidaklah ada
seorang nabi kecuali pasti akan memperingatkan kaumnya tentang Dajjal. Nuh
‘alaihissalam telah memperingatkan kaumnya. Akan tetapi aku akan sampaikan
kepada kalian satu ucapan yang belum disampaikan para nabi kepada kaumnya:
Ketahuilah dia itu buta sebelah matanya, adapun Allah Subhanahu wa Ta’ala
tidaklah demikian.” (HR. Ahmad, Al-Bukhari, Muslim, 2930/169)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
berkata:
أَلاَ أُحَدِّثُكُمْ حَدِيْثًا عَنِ
الدَّجَّالِ مَا حَدَّثَ بِهِ نَبِيٌّ قَوْمَهُ؟ إِنَّهُ أَعْوَرُ وَإِنَّهُ
يَجِيْءُ مَعَهُ بِمِثَالِ الْجَنَّةِ وَالنَّارِ فَالَّتِي يَقُوْلُ إِنَّهَا
الْجَنَّةُ هِيَ النَّارُ وَإِنِّي أُنْذِرُكُمْ كَمَا أَنْذَرَ بِهِ نُوْحٌ
قَوْمَهُ
“Maukah aku sampaikan kepada kalian tentang Dajjal yang telah disampaikan oleh
para nabi kepada kaumnya? Dia buta sebelah matanya, membawa sesuatu seperti
surga dan neraka. Yang dia katakan surga pada hakikatnya adalah neraka. Aku
peringatkan kepada kalian sebagaimana Nabi Nuh ‘alaihissalam memperingatkan
kaumnya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim no. 2936)
Dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam berkata:
مَا مِنْ نَبِيٍّ إِلاَّ وَقَدْ
أَنْذَرَ أُمَّتَهُ اْلأَعْوَرَ الْكَذَّابَ، أَلاَ إِنَّهُ أَعْوَرُ وَإِنَّ
رَبَّكُمْ لَيْسَ بِأَعْوَرَ وَمَكْتُوْبٌ بَيْنَ عَيْنَيْهِ ك ف ر
“Tidak ada seorang nabi pun kecuali memperingatkan umatnya dari Dajjal. Buta
satu matanya, pendusta. Ketahuilah dia buta. Adapun Rabb kalian tidaklah
demikian. Tertulis di antara dua mata Dajjal: ك ف ر -yakni
kafir.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim no. 2933)
Dalam riwayat lain:
يَقْرَؤُهُ كُلُّ مُؤْمِنٍ كَاتِبٍ
وَغَيْرِ كَاتِبٍ
“Bisa dibaca oleh semua mukmin yang bisa baca tulis ataupun tidak.” (HR. Muslim
2934/105)
Kejadian-Kejadian Sebelum Keluarnya Dajjal
Banyak kejadian telah dikabarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
menjelang keluarnya Dajjal. Di antara kejadian-kejadian tersebut:
1. Banyaknya yang tewas ketika kaum muslimin melawan Romawi
Diriwayatkan dari Yusai bin Jabir: Bertiup angin di Kufah, datanglah seorang
pria yang ucapannya hanyalah: “Ya Abdullah bin Mas’ud, kiamat telah datang.”
Maka beliau duduk dan bersandar kemudian berkata: “Sesungguhnya kiamat tak akan
terjadi hingga tidak dibagikan lagi warisan dan tidak bergembira dengan ghanimah.”
Beliau berisyarat dengan tangannya ke arah Syam seraya berujar: “Akan ada musuh
yang berkumpul untuk menyerang kaum muslimin maka kaum muslimin pun berkumpul
untuk melawan mereka.” Aku katakan: “Romawi yang anda maksud?” Beliau menjawab:
“Ya. Ketika itu akan terjadi peperangan yang dahsyat. Majulah kaum muslimin
siap untuk mati (membela agama), tak akan kembali kecuali dalam keadaan menang.
Bertempurlah kedua pasukan tersebut hingga terhalangi waktu malam. Maka
kembalilah dua kelompok tersebut tanpa ada pemenang dan pasukan yang siap mati
telah tiada. Kemudian maju sekelompok kaum muslimin yang siap untuk mati, tidak
pulang kecuali dalam keadaan menang. Mereka bertempur hingga sore kemudian
kembalilah dua kelompok tersebut tanpa ada pemenang dan pasukan yang siap mati
pun habis. Di hari keempat majulah sisa pasukan kaum muslimin. Allah Subhanahu
wa Ta’ala berikan kemenangan kepada mereka. Mereka membunuh musuh dalam jumlah
yang tak pernah terlihat sebelumnya. Hingga ada seekor burung yang terbang ke
arah mereka mati sebelum bisa melintasi semuanya. Ketika itu ada orang-orang
yang mencari keluarga bapaknya hanya mendapatkan seorang saja padahal
sebelumnya mereka berjumlah seratus orang. (Kalau begini keadaannya) dengan
ghanimah seperti apa dia akan gembira? Atau warisan seperti apa dibagikan?
Ketika dalam keadaan demikian, mereka mendengar sesuatu yang lebih besar dari
itu. Datang seseorang yang berteriak (bahwa) Dajjal telah mendatangi keluarga
mereka. Maka mereka pun membuang ghanimah dari tangan-tangan mereka, dan
mengirim sepuluh pasukan berkuda sebagai mata-mata. Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam berkata: ‘Sungguh aku tahu nama-nama mereka dan nama-nama
ayah mereka serta warna kuda-kuda mereka. Mereka adalah pasukan berkuda yang
terbaik di muka bumi ketika itu atau di antara pasukan berkuda yang terbaik di
muka bumi ketika itu’.” (HR. Muslim no. 2899)
2. Banyaknya kemenangan diraih kaum muslimin
Dari Nafi’ bin ‘Utbah radhiyallahu 'anhu: Kami bersama Rasulullah dalam satu
peperangan. Datang kepada Nabi satu kaum dari Maghrib memakai pakaian dari wol
(bulu domba). Mereka bertemu Rasulullah di sebuah bukit dalam keadaan berdiri
sedangkan Rasulullah duduk. Batinku berkata: ‘Datangilah mereka dan berdirilah
antara mereka dengan Rasulullah agar jangan sampai mereka menculik Rasulullah’.
Kemudian aku berkata (dalam hati, -pen.): ‘Mungkin beliau ingin berbicara
khusus bersama mereka.’ Aku pun mendatangi mereka dan duduk di antara
Rasulullah dan mereka. Aku hafal dari beliau empat kalimat, aku hitung dengan
jariku. Beliau berkata: ‘Kalian akan berperang melawan jazirah Arab dan Allah
berikan kemenangan kepada kalian. Kemudian memerangi Persia dan kalian pun
menang. Kalian memerangi Romawi kalian pun diberikan kemenangan oleh Allah. Dan
kemudian kalian berperang melawan Dajjal, Allah juga memberikan kemenangan
untuk kalian.” (HR. Muslim no. 2900)
3. Kaum Muslimin menguasai Konstantinopel (Istanbul, red.)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
berkata: “Tidak akan terjadi hari kiamat hingga orang Romawi datang di A’maq
atau Dabiq (dua tempat di Syam). Keluarlah pasukan dari Madinah untuk
menghadapi mereka. Mereka adalah di antara penduduk bumi yang terbaik ketika
itu. Ketika mereka telah berhadapan, orang Romawi berkata: ‘Biarkanlah kami
memerangi orang-orang yang telah ditawan dari kaum kami.’ Kaum muslimin
berkata: ‘Tidak, kami tak akan membiarkan kalian memerangi saudara kami.’
Akhirnya mereka pun bertempur. Larilah sepertiga pasukan yang Allah tak akan
memberi taubat kepada mereka, sepertiga pasukan muslimin terbunuh dan mereka
adalah syuhada yang paling afdhal di sisi Allah, sepertiga pasukan lagi yang
tersisa mendapat kemenangan dan mereka tak akan terkena fitnah (ujian)
selamanya. Mereka menguasai Konsthantiniyah (Konstantinopel, dahulu merupakan
ibukota Romawi Timur, red.). Ketika mereka tengah membagi rampasan perang dan
telah menggantungkan pedang mereka di pohon zaitun, berteriaklah setan:
‘Masihid (Dajjal) telah mendatangi keluarga kalian.’ Mereka pun keluar, padahal
itu adalah berita batil. Ketika mereka sampai di Syam, keluarlah Dajjal….” (HR.
Muslim no. 2897)
4. Dajjal keluar ketika telah sedikitnya orang Arab
Dari Ummu Syarik radhiyallahu 'anha, beliau mendengar Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam berkata:
لَيَفِرَّنَّ النَّاسُ مِنَ الدَّجَّالِ
فِي الْجِبَالِ. قَالَتْ أُمُّ شَرِيْكٍ: يَا
رَسُوْلَ اللهِ، فَأَيْنَ الْعَرَبُ يَوْمَئِذٍ؟ قَالَ: هُمْ
قَلِيْلٌ
“Sungguh manusia akan melarikan diri dari Dajjal ke gunung-gunung.” Ummu Syarik
berkata: “Ya Rasulullah, di mana orang-orang Arab ketika itu?” Beliau menjawab:
“Mereka sedikit.” (HR. Muslim no. 2945)
5. Sebelum keluarnya Dajjal, manusia tertimpa tiga paceklik yang dahsyat
sehingga mereka mengalami kelaparan. Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan langit
di tahun pertama untuk menahan sepertiga hujan, memerintahkan bumi untuk
menahan sepertiga tumbuhannya. Kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala perintahkan
langit di tahun kedua untuk menahan dua pertiga hujannya dan memerintahkan
tanah untuk menahan dua pertiga tanamannya. Selanjutnya Allah Subhanahu wa
Ta’ala perintahkan langit di tahun ketiga menahan semua hujannya, tak ada yang
turun satu tetespun dan memerintahkan tanah untuk menahan semua
tumbuh-tumbuhan. (Sebagaimana dalam hadits Abu Umamah radhiyallahu 'anhu dan
Asma` bintu Yazid Al-Anshariyah radhiyallahu 'anha. Lihat kitab Qishshatu
Masihid Dajjal wa Nuzul ‘Isa wa Qatlihi Iyyahu karya Asy-Syaikh Al-Albani
rahimahullahu)
Sebab Keluarnya Dajjal
Sebabnya adalah karena satu amarah. Ummul Mukminin Hafshah bintu ‘Umar
radhiyallahu 'anhuma berkata kepada Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu 'anhuma:
“Tidakkah kau tahu bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata:
إِنَّمَا يَخْرُجُ مِنْ غَضْبَةٍ
يَغْضَبُهَا
“Dia keluar hanyalah karena satu amarah yang ia rasakan.” (HR. Muslim no. 2932)
Tempat keluarnya Dajjal
Diriwayatkan dari An-Nawwas bin Sam’an radhiyallahu 'anhu: Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menyebutkan perkara Dajjal pada satu hari.
Beliau merendahkan dan kadang mengeraskan suaranya hingga kami menyangka dia
ada di pojok kebun korma. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata:
غَيْرُ الدَّجَّالِ أَخْوَفُنِي
عَلَيْكُمْ إِنْ يَخْرُجْ وَأَنَا فِيْكُمْ فَأَنَا حَجِيْجُهُ دُوْنَكُمْ وَإِنْ
يَخْرُجْ وَلَسْتُ فِيْكُمْ فَامْرُؤٌ حَجِيْجُ نَفْسِهِ وَاللهُ خَلِيْفَتِي
عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ إِنَّهُ شَابٌّ قَطَطٌ عَيْنُهُ طَافِئَةٌ كَأَنِّي
أُشَبِّهُهُ بِعَبْدِ الْعُزَّى بْنِ قَطَنٍ، فَمَنْ أَدْرَكَهُ مِنْكُمْ
فَلْيَقْرَأْ عَلَيْهِ فَوَاتِحَ سُوْرَةِ الْكَهْفِ، إِنَّهُ خَارِجٌ خَلَّةً
بَيْنَ الشَّامِ وَالْعِرَاقِ فَعَاثَ يَمِيْنًا وَعَاثَ شِمَالاً، يَا عِبَادَ
اللهِ فَاثْبُتُوا
“Selain Dajjal lebih aku takutkan (menimpa) kalian. Karena jika Dajjal keluar
dan aku masih ada di antara kalian niscaya aku akan menjadi pelindung kalian.
Jika dia keluar ketika aku telah tiada maka setiap muslim akan menjadi pembela
dirinya sendiri. Allah yang akan menjaminku membela setiap muslim. Dia adalah
seorang pemuda yang sangat keriting, matanya tidak ada cahayanya, aku mengira
dia mirip dengan Abdul ‘Uzza bin Qathan. Barangsiapa di antara kalian
mendapatinya bacalah awal surat Al-Kahfi. Dia akan keluar dari jalan antara
Syam dan Irak, berjalan ke kiri dan ke kanan. Wahai hamba-hamba Allah,
istiqamahlah.” (HR. Muslim no. 2937)
Dajjal adalah Cobaan yang Terbesar
Dajjal merupakan cobaan paling besar yang menimpa manusia di dunia. Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Wahai manusia, sesungguhnya tidak ada makhluk di muka bumi ini sejak Allah
menciptakan Adam sampai hari kiamat yang fitnahnya lebih besar daripada
Dajjal.” (HR. Muslim no. 2946)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata:
مَا بَيْنَ خَلْقِ آدَمَ إِلَى قِيَامِ
السَّاعَةِ خَلْقٌ أَكْبَرُ مِنْ الدَّجَّالِ
“Tidak ada antara penciptaan Adam dan hari kiamat makhluk yang lebih besar dari
Dajjal (dalam satu riwayat: fitnah yang lebih besar dari fitnah Dajjal).” (HR.
Muslim no. 2946)
Negeri yang Tidak Dimasuki Dajjal
Tidak ada satu negeri pun di bumi ini kecuali akan didatangi dan dikuasai
Dajjal, kecuali Makkah dan Madinah. Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu
menceritakan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata:
لَيْسَ مِنْ بَلَدٍ إِلاَّ سَيَطَؤُهُ
الدَّجَّالُ إِلاَّ مَكَّةَ وَالْمَدِينَةَ وَلَيْسَ نَقْبٌ مِنْ أَنْقَابِهَا
إِلاَّ عَلَيْهِ الْمَلاَئِكَةُ صَافِّيْنَ تَحْرُسُهَا فَيَنْزِلُ بِالسِّبْخَةِ
فَتَرْجُفُ الْمَدِيْنَةُ ثَلاَثَ رَجَفَاتٍ يَخْرُجُ إِلَيْهِ مِنْهَا كُلُّ
كَافِرٍ وَمُنَافِقٍ
“Tidak ada satu negeri pun kecuali akan didatangi (dikuasai) Dajjal kecuali
Makkah dan Madinah. Tidak ada satu celah pun di negeri tersebut kecuali ada
malaikat yang menjaganya. Kemudian Dajjal datang ke suatu daerah -di luar
Madinah- yang tanahnya bergaram. Bergoyanglah Madinah tiga kali, Allah
keluarkan dengan sebabnya semua orang kafir dan munafiq dari Madinah.” (HR. Muslim
no. 2943)
Di antara negeri yang tidak didatangi (tidak dikuasai) Dajjal adalah Baitul
Maqdis dan bukit Tursina. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata:
“Dia akan tinggal selama 40 hari mendatangi semua tempat kecuali empat masjid:
Masjidil Haram, Masjid Madinah, Bukit Tursina (Palestina), dan Masjidil Aqsha
(Palestina).” (HR. Ahmad dan lainnya. Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu
berkata sanadnya shahih. Lihat Qishshatu Al-Masihid Dajjal wa Nuzul ‘Isa)
Lama Tinggalnya Dajjal di Bumi
Dalam hadits An-Nawwas bin Sam’an radhiyallahu ‘anhu disebutkan:
قُلْنَا: يَا
رَسُوْلَ اللهِ وَمَا لَبْثُهُ فِي اْلأَرْضِ؟ قَالَ: أَرْبَعُوْنَ
يَوْمًا، يَوْمٌ كَسَنَةٍ وَيَوْمٌ كَشَهْرٍ وَيَوْمٌ كَجُمُعَةٍ وَسَائِرُ
أَيَّامِهِ كَأَيَّامِكُمْ
“…Kami berkata: ‘Ya Rasulullah, berapa lama Dajjal tinggal di bumi?’ Rasulullah
berkata: ‘40 hari. Satu harinya seperti satu tahun, kemudian seperti sebulan,
kemudian seperti sepekan, kemudian hari-hari lainnya seperti hari kalian
sekarang…’.” (HR. Muslim no. 2937)
Yang membunuh Dajjal
Setelah Dajjal tinggal di bumi 40 hari, Allah Subhanahu wa Ta’ala pun
menurunkan Nabi ‘Isa ‘alaihissalam. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
berkata:
يَخْرُجُ الدَّجَّالُ فِي أُمَّتِي
فَيَمْكُثُ أَرْبَعِيْنَ يَوْمًا فَيَبْعَثُ اللهُ عِيْسَى ابْنَ مَرْيَمَ
كَأَنَّهُ عُرْوَةُ بْنُ مَسْعُوْدٍ فَيَطْلُبُهُ فَيُهْلِكُهُ
“Dajjal keluar di antara umatku selama 40 hari, kemudian Allah Subhanahu wa
Ta’ala mengutus Isa bin Maryam ‘alaihissalam yang mirip dengan ‘Urwah bin
Mas’ud. ‘Isa ‘alaihissalam mencarinya dan membunuhnya….” (HR. Muslim no. 2940)
Dalam riwayat lain:
فَيَطْلُبُهُ حَتَّى يُدْرِكَهُ بِبَابِ
لُدٍّ فَيَقْتُلُهُ
“Dajjal dikejar oleh Nabi ‘Isa ‘alaihissalam hingga mendapatkannya di Bab Ludd
(satu negeri dekat Baitul Maqdis –Palestina, red.). Beliau pun membunuhnya.”
(HR. Muslim no. 2937)
Dalam hadits lain:
فَإِذَا رَآهُ عَدُوُّ اللهِ ذَابَ
كَمَا يَذُوْبُ الْمِلْحُ فِي الْمَاءِ فَلَوْ تَرَكَهُ لَانْذَابَ حَتَّى
يَهْلِكَ وَلَكِنْ يَقْتُلُهُ اللهُ بِيَدِهِ فَيُرِيْهِمْ دَمَهُ فِي حَرْبَتِهِ
“Ketika musuh Allah Subhanahu wa Ta’ala (yakni Dajjal, -pen.) melihat Nabi ‘Isa
‘alaihissalam, melelehlah (tubuhnya) sebagaimana garam meleleh di air.
Seandainya dibiarkan niscaya akan meleleh hingga binasa, akan tetapi Allah
membunuhnya melalui tangan ‘Isa ‘alaihissalam, memperlihatkan darahnya kepada
mereka di tombak Nabi ‘Isa ‘alaihissalam.” (HR. Muslim 2897)
Inilah sekelumit permasalahan Dajjal yang perlu kita ketahui dan imani.
Mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala menjaga kita dari fitnah Dajjal dan
menambah keimanan kita.
Wa akhiru da’wana anilhamdulillahi Rabbbil ‘alamin.
Sumber:
http://www.asysyariah.com/syariah.php?menu=detil&id_online=531
Penulis: Al-Ustadz Abu Abdillah Abdurrahman Mubarak
Keluarnya
Dajjal merupakan satu perkara yang pasti. Dajjal akan berusaha menyesatkan
manusia dari jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sehingga orang yang beriman
semestinya mengetahui sifat serta fitnah-fitnah Dajjal agar terhindar dari
kesesatannya.
Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullahu menerangkan: “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam telah menyifati Dajjal dengan penjelasan yang gamblang bagi orang yang
punya hati. Sifat-sifat tersebut semuanya jelek, yang nampak jelas bagi orang
yang mempunyai indera yang sehat. Namun orang yang Allah Subhanahu wa Ta’ala
tetapkan akan celaka tetap mengikuti Dajjal dalam pengakuannya yang dusta dan
dungu, serta diharamkan untuk mengikuti al-haq….”
Apakah Dajjal itu Manusia?
Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullahu berkata: “Ya. Dajjal adalah manusia
dari bani Adam. Sebagian para ulama menyatakan Dajjal adalah setan. Sebagian
lagi menyatakan bapaknya manusia, ibunya dari bangsa jin. Tapi semua pendapat
ini tidaklah benar. Karena dia butuh makan, minum, dan lainnya. Oleh karena
itu, Nabi ‘Isa ‘alaihissalam membunuhnya dengan cara membunuh manusia biasa.”
(Asy-Syarhul Mumti’ 3/275)
Al-Qadhi ‘Iyadh rahimahullahu berkata: “Hadits-hadits ini adalah hujjah bagi
Ahlus Sunnah akan benarnya keberadaan Dajjal, bahwa Dajjal adalah satu sosok
tubuh yang merupakan ujian dari Allah Subhanahu wa Ta’ala bagi hamba-hamba-Nya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan dia kemampuan melakukan beberapa hal, seperti
menghidupkan orang mati yang ia bunuh, memunculkan kesuburan, membawa sungai, surga
dan neraka, perbendaharaan bumi mengikuti dirinya, memerintahkan langit untuk
hujan maka turunlah hujan, memerintahkan bumi untuk menumbuhkan maka tumbuhlah
tanaman-tanaman. Itu semua terjadi dengan kehendak Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Setelah itu, ia tak mampu melakukannya, tidak mampu membunuh seorang laki-laki
(yang sebelumnya dibunuh kemudian dihidupkan kembali olehnya) ataupun
lainnya….”
Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu berkata: “(Yang benar) Dajjal adalah
manusia. Fitnahnya lebih besar dari (sekedar) fitnah Eropa sebagaimana banyak
diterangkan dalam banyak hadits.” (Ash-Shahihah, 3/191)
Dakwah Dajjal
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullahu mengatakan: “Telah
disebutkan, awal mula ia keluar menyeru kepada Islam, mengaku sebagai muslim.
Kemudian mengaku sebagai nabi, setelah itu mengaku sebagai ilah.” (Asy-Syarhul
Mumti’ 3/268, lihat Qishshatu Dajjal wa Nuzul ‘Isa karya Asy-Syaikh Al-Albani
rahimahullahu)
Sifat-sifat dan Bentuk Fisiknya
1. Seorang pemuda yang berambut keriting dan kusut masai.
Dari An-Nawwas bin Sam’an radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam berkata:
إِنَّهُ شَابٌّ قَطَطٌ عَيْنُهُ
طَافِئَةٌ كَأَنِّي أُشَبِّهُهُ بِعَبْدِ الْعُزَّى بْنِ قَطَنٍ
“Dia adalah seorang pemuda yang sangat keriting rambutnya, hilang cahaya
matanya, seakan-akan aku menyerupakannya dengan Abdul ‘Uzza bin Qathan.” (HR.
Muslim: 2937)
Dalam riwayat lain: “Rambutnya kusut.”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata:
إِنَّ مِنْ بَعْدِكُمُ الْكَذَّابَ
الْمُضِلَّ وَإِنَّ رَأْسَهُ مِنْ بَعْدِهِ حُبُكٌ حُبُكٌ حُبُكٌ -ثَلاَثَ
مَرَّاتٍ- وَإِنَّهُ سَيَقُوْلُ: أَنَا
رَبُّكُمْ؛ فَمَنْ قَالَ:
لَسْتَ رَبَّنَا لَكِنَّ رَبَّنَا اللهُ
عَلَيْهِ تَوَكَّلْنَا وَإِلَيْهِ أَنَبْنَا نَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شَرِّكَ؛ لَمْ
يَكُنْ لَهُ عَلَيْهِ سُلْطَانٌ
“Nanti akan ada pendusta yang menyesatkan, rambut di belakangnya hubukun
(keriting seperti terjalin/dipintal) –beliau ucapkan tiga kali–. Dia akan
berkata: ‘Aku adalah Rabb kalian’. Barangsiapa yang berkata: ‘Engkau bukan Rabb
kami. Rabb kami adalah Allah, kepada-Nyalah kami bertawakal dan kepada-Nyalah
kami kembali. Kami berlindung kepada Allah dari kejahatanmu’, niscaya Dajjal
tak mampu mengalahkannya.” (Ash-Shahihah no. 2808)
Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu berkata: “Hadits ini merupakan dalil yang
tegas bahwa Dajjal akbar (terbesar) adalah manusia yang punya kepala dan
rambut. Bukan sesuatu yang maknawi atau kiasan dari kerusakan, sebagaimana
ucapan orang-orang yang lemah imannya….” (Silsilah Ahadits Shahihah, 6/2, pada
penjelasan hadits no. 2808)
2. Matanya
Dia adalah seorang yang buta sebelah, sedangkan Rabb kalian tidaklah demikian.
Masalah ini diriwayatkan dalam hadits yang mutawatir, diriwayatkan oleh lebih
dari sepuluh orang sahabat. Di antaranya:
- Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma:
قَامَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فِي النَّاسِ فَأَثْنَى عَلَى اللهِ بِمَا هُوَ أَهْلُهُ ثُمَّ ذَكَرَ
الدَّجَّالَ فَقَالَ:
إِنِّي أُنْذِرُكُمُوْهُ وَمَا مِنْ
نَبِيٍّ إِلاَّ قَدْ أَنْذَرَهُ قَوْمَهُ، لَقَدْ أَنْذَرَهُ نُوْحٌ قَوْمَهُ
وَلَكِنْ سَأَقُوْلُ لَكُمْ فِيْهِ قَوْلاً لَمْ يَقُلْهُ نَبِيٌّ لِقَوْمِهِ،
تَعْلَمُوْنَ أَنَّهُ أَعْوَرُ وَأَنَّ اللهَ لَيْسَ بِأَعْوَرَ
Rasulullah berdiri di hadapan manusia, menyanjung Allah Subhanahu wa Ta’ala
dengan sanjungan yang merupakan hak-Nya, kemudian menyebut Dajjal dan berkata:
“Aku memperingatkan kalian darinya, tidaklah ada seorang nabi kecuali pasti
akan memperingatkan kaumnya tentang Dajjal. Nuh ‘alaihissalam telah
memperingatkan kaumnya. Akan tetapi aku akan sampaikan kepada kalian satu
ucapan yang belum disampaikan para nabi kepada kaumnya. Ketahuilah dia itu buta
sebelah, adapun Allah Subhanahu wa Ta’ala tidaklah demikian.” (HR. Ahmad,
Al-Bukhari, Muslim no. 2930)
- Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam berkata:
إِنَّ الْمَسِيْحَ الدَّجَّالَ أَعْوَرُ
عَيْنِ الْيُمْنَى كَأَنَّ عَيْنَهُ عِنَبَةٌ طَافِيَةٌ
“Sesungguhnya Dajjal buta matanya yang kanan, matanya seperti anggur yang
menonjol.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim no. 2932)
- Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam berkata:
أَلاَ أُحَدِّثُكُمْ حَدِيْثًا عَنْ
الدَّجَّالِ مَا حَدَّثَ بِهِ نَبِيٌّ قَوْمَهُ؛ إِنَّهُ أَعْوَرُ وَإِنَّهُ
يَجِيْءُ مَعَهُ بِمِثَالِ الْجَنَّةِ وَالنَّارِ فَالَّتِي يَقُوْلُ إِنَّهَا
الْجَنَّةُ هِيَ النَّارُ وَإِنِّي أُنْذِرُكُمْ كَمَا أَنْذَرَ بِهِ نُوْحٌ
قَوْمَهُ
“Maukah aku sampaikan kepada kalian tentang Dajjal yang telah disampaikan oleh
seorang nabi kepada kaumnya? Dia buta sebelah, membawa sesuatu seperti surga
dan neraka. Yang dia katakan surga pada hakikatnya adalah neraka, aku
peringatkan kepada kalian sebagaimana Nabi Nuh ‘alaihissalam memperingatkan
kaumnya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim no. 2936)
Rasullullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata:
هُوَ أَعْوَرُ هِجَانٌ كَأَنَّ رَأْسَهُ
أَصَلَةٌ، أَشْبَهُ رِجَالِكُمْ بِهِ عَبْدُ الْعُزَّى بْنُ قَطَنٍ فَإِمَّا
هَلَكَ الْهُلَّكُ فَإِنَّ رَبَّكُمْ عَزَّ وَجَلَّ لَيْسَ بِأَعْوَرَ
“Dajjal matanya buta sebelah, kulitnya putih.” (Dalam satu riwayat): “Kulitnya
putih seperti keledai putih. Kepalanya kecil dan banyak gerak, mirip dengan
Abdul ‘Uzza bin Qathan. Jika ada orang-orang yang binasa (mengikuti fitnahnya),
ketahuilah Rabb kalian tidaklah buta sebelah.” (HR. Ahmad dan Ibnu Hibban,
Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu berkata: Sanadnya shahih menurut syarat
Muslim, Ash-Shahihah, no. 1193)
Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu berkata: “Hadits ini menunjukkan Dajjal
akbar adalah manusia yang mempunyai sifat seperti manusia. Apalagi Rasulullah
menyerupakannya dengan Abdul ‘Uzza bin Qathan, seorang shahabat. Hadits ini
satu dari sekian banyak dalil yang membatilkan takwil sebagian orang yang
menyatakan Dajjal bukanlah sosok fisik, tapi rumuz (simbol) kemajuan Eropa
berikut kemegahan serta fitnahnya. (Yang haq) Dajjal adalah manusia, fitnahnya
lebih besar dari fitnah Eropa sebagaimana banyak diterangkan dalam banyak
hadits.” (Ash-Shahihah, 3/191)
Tulisan di antara Kedua Matanya
Tertulis di antara kedua matanya ك ف ر yang bisa dibaca oleh mukmin yang bisa
baca tulis ataupun tidak. Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata:
مَا مِنْ نَبِيٍّ إِلاَّ وَقَدْ
أَنْذَرَ أُمَّتَهُ اْلأَعْوَرَ الْكَذَّابَ أَلاَ إِنَّهُ أَعْوَرُ وَإِنَّ
رَبَّكُمْ لَيْسَ بِأَعْوَرَ وَمَكْتُوْبٌ بَيْنَ عَيْنَيْهِ ك ف ر
“Tidak ada seorang nabi pun kecuali memperingatkan umatnya dari Dajjal. Dia
buta, pendusta. Ketahuilah dia buta, adapun Rabb kalian tidaklah demikian.
Tertulis di antara dua mata Dajjal :ك ف ر -yakni:
kafir.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim no. 2933)
Dari ‘Umar bin Tsabit Al-Anshari rahimahullah, beliau mendapatkan berita dari
sebagian shahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwasanya pada
suatu hari beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata memperingatkan manusia
dari Dajjal:
إِنَّهُ مَكْتُوْبٌ بَيْنَ عَيْنَيْهِ
كَافِرٌ يَقْرَؤُهُ مَنْ كَرِهَ عَمَلَهُ أَوْ يَقْرَؤُهُ كُلُّ مُؤْمِنٍ
“Sesungguhnya tertulis di antara dua matanya ك ف ر,
akan bisa membacanya orang yang membenci amalannya -atau akan membacanya semua
mukmin.” (HR. Muslim)
Dalam satu riwayat dari Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu:
يَقْرَؤُهُ كُلُّ مُؤْمِنٍ كَاتِبٍ
وَغَيْرِ كَاتِبٍ
“Akan bisa membacanya semua mukmin yang bisa menulis ataupun tidak.” (HR.
Muslim, 2934/105)
Al-Imam An-Nawawi rahimahullahu berkata: “Yang benar dan ini adalah ucapan para
ulama muhaqqiqin: Tulisan (yang ada di antara kedua mata Dajjal, -pen.) adalah
hakiki adanya sesuai dzahirnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala jadikan sebagai tanda
di antara sekian tanda kekufuran, kedustaan, dan kebatilannya. Allah Subhanahu
wa Ta’ala tampakkan kepada seluruh mukmin yang bisa baca tulis ataupun tidak,
dan Allah Subhanahu wa Ta’ala sembunyikan (tanda tersebut) dari orang yang
diinginkan kesesatannya dan terkena fitnahnya.” (Syarh Muslim, 9/294)
Pengikut Dajjal
Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata:
يَتْبَعُ الدَّجَّالَ مِنْ يَهُوْدِ
أَصْبَهَانَ سَبْعُوْنَ أَلْفًا عَلَيْهِمْ الطَّيَالِسَةُ
“Akan mengikuti Dajjal dari kaum Yahudi Ashbahan (sebuah kota di Iran) 70.000
orang, (tanda) mereka memakai thayalisah (sejenis kain yang dipakai di
pundak).” (HR. Muslim no. 2944)
Pengikut Dajjal adalah orang-orang Yahudi dan orang-orang yang jahat.
Diriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu ‘anha:
دَخَلَ عَلَيَّ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنَا أَبْكِي، فَقَالَ لِي: مَا
يُبْكِيْكِ؟ قُلْتُ:
يَا رَسُوْلَ اللهِ، ذَكَرْتُ
الدَّجَّالَ فَبَكَيْتُ.
فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
إِنْ يَخْرُجِ الدَّجَّالُ وَأَنَا
حَيٌّ كَفَيْتُكُمُوْهُ، وَإِنْ يَخْرُجِ الدَّجَّالُ بَعْدِي فَإِنَّ رَبَّكُمْ
عَزَّ وَجَلَّ لَيْسَ بِأَعْوَرَ وَإِنَّهُ يَخْرُجُ فِي يَهُوْدِيَّةِ
أَصْبَهَانَ حَتَّى يَأْتِيَ الْمَدِيْنَةَ فَيَنْزِلَ نَاحِيَتَهَا وَلَهَا
يَوْمَئِذٍ سَبْعَةُ أَبْوَابٍ عَلَى كُلِّ نَقْبٍ مِنْهَا مَلَكَانِ، فَيَخْرُجَ
إِلَيْهِ شِرَارُ أَهْلِهَا
“Rasulullah masuk ke kamarku dalam keadaan aku sedang menangis. Beliau berkata
kepadaku: ‘Apa yang membuatmu menangis?’ Aku menjawab: ‘Saya mengingat perkara
Dajjal maka aku pun menangis.’ Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata:
‘Jika dia keluar sedang aku masih berada di antara kalian niscaya aku akan
mencukupi (melindungi) kalian. Jika dia keluar setelah aku mati maka ketahuilah
Rabb kalian tidak buta sebelah. Dajjal keluar bersama orang-orang Yahudi
Ashbahan hingga datang ke Madinah dan berhenti di salah satu sudut Madinah.
Madinah ketika itu memiliki tujuh pintu, setiap celahnya ada dua malaikat yang
berjaga. Maka keluarlah orang-orang jahat dari Madinah mendatangi Dajjal ….”
(HR. Ahmad, Abdullah bin Ahmad, Ibnu Hibban. Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu
berkata: Sanadnya shahih)
Dalam sebuah hadits disebutkan juga bahwa Dajjal akan muncul di tengah-tengah
pasukan Khawarij.
يَنْشَأُ نَشْءٌ يَقْرَؤُوْنَ
الْقُرْآنَ لاَ يُجَاوِزُ تَرَاقِيَهُمْ، كُلَّمَا خَرَجَ قَرْنٌ قُطِعَ حَتَّى
خَرَجَ فِي عِرَاضِهِمُ الدَّجَّالُ
“Akan muncul sekelompok pemuda yang (pandai) membaca Al-Qur`an tapi tidak
melewati tenggorokan mereka. Setiap kali keluar sekelompok mereka, maka akan
tertumpas sehingga muncul Dajjal di tengah-tengah mereka.” (HR. Ibnu Majah no.
174, lihat Ash-Shahihah no. 2455)
Macam-macam Fitnahnya
Fitnah yang dilakukan Dajjal banyak sekali, di antaranya:
1. Bersamanya ada surganya dan nerakanya.
Dari Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
berkata:
الدَّجَّالُ أَعْوَرُ الْعَيْنِ
الْيُسْرَى جُفَالُ الشَّعْرِ مَعَهُ جَنَّةٌ وَنَارٌ فَنَارُهُ جَنَّةٌ
وَجَنَّتُهُ نَارٌ
“Dajjal cacat matanya yang kiri1, keriting rambutnya, bersamanya surga dan
nerakanya. Nerakanya adalah surga dan surganya adalah neraka.” (HR. Muslim, no.
2934)
2. Membunuh satu jiwa kemudian menghidupkannya kembali.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata:
فَيَخْرُجُ إِلَيْهِ يَوْمَئِذٍ رَجُلٌ
هُوَ خَيْرُ النَّاسِ أَوْ مِنْ خَيْرِ النَّاسِ فَيَقُوْلُ لَهُ: أَشْهَدُ
أَنَّكَ الدَّجَّالُ الَّذِي حَدَّثَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ حَدِيْثَهُ.
فَيَقُوْلُ الدَّجَّالُ: أَرَأَيْتُمْ
إِنْ قَتَلْتُ هَذَا ثُمَّ أَحْيَيْتُهُ أَتَشُكُّوْنَ فِي اْلأَمْرِ؟
فَيَقُوْلُوْنَ: لاَ. قَالَ: فَيَقْتُلُهُ
ثُمَّ يُحْيِيْهِ...
“Keluarlah pada hari itu seorang yang terbaik atau di antara orang terbaik. Dia
berkata: ‘Aku bersaksi engkau adalah Dajjal yang telah disampaikan kepada kami
oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.’ Dajjal berkata (kepada
pengikutnya): ‘Apa pendapat kalian jika aku bunuh dia dan aku hidupkan kembali
apakah kalian masih ragu kepadaku?’ Mereka berkata: ‘Tidak.’ Maka Dajjal
membunuhnya dan menghidupkannya kembali….” (HR. Muslim no. 2938)
3. Menggergaji seseorang kemudian membangkitkannya kembali. (HR. Muslim,
2938/113)
4. Memerintahkan langit untuk menurunkan hujan lalu turunlah hujan.
Dari An-Nawwas bin Sam’an radhiyallahu ‘anhu: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam berkata:
فَيَأْتِي عَلَى الْقَوْمِ
فَيَدْعُوْهُمْ فَيُؤْمِنُوْنَ بِهِ وَيَسْتَجِيْبُوْنَ لَهُ فَيَأْمُرُ
السَّمَاءَ فَتُمْطِرُ وَاْلأَرْضَ فَتُنْبِتُ
“…Dia datang kepada satu kaum mendakwahi mereka. Merekapun beriman kepadanya,
menerima dakwahnya. Maka Dajjal memerintahkan langit untuk hujan dan
memerintahkan bumi untuk menumbuhkan tanaman, maka turunlah hujan dan tumbuhlah
tanaman….” (HR. Muslim no. 2937)
Adapun kaum yang tidak beriman dan tidak menerima dakwah Dajjal, tidak ada
sedikit harta pun tersisa pada mereka.
5. Akan diikuti perbendaharaan harta.
Dalam hadits An-Nawwas bin Sam’an radhiyallahu ‘anhu disebutkan, Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata:
وَيَمُرُّ بِالْخَرِبَةِ فَيَقُوْلُ
لَهَا: أَخْرِجِي كُنُوْزَكِ. فَتَتْبَعُهُ
كُنُوْزُهَا كَيَعَاسِيْبِ النَّحْلِ
“…Dia mendatangi reruntuhan dan berkata: ‘Keluarkanlah perbendaharaanmu.’ Maka
keluarlah perbendaharaannya mengikuti Dajjal seperti sekelompok lebah.” (HR.
Muslim no. 2937)
6. Bersamanya air, sungai, dan gunung roti, api, dan air.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
وَإِنَّهُ مَعَهُ جَنَّةٌ وَنَارٌ
وَنَهْرٌ وَمَاءٌ وَجَبَلُ خُبْزٍ وَإِنَّ جَنَّتَهُ نَارٌ وَنَارَهُ جَنَّةٌ
“...Sesungguhnya bersama dia ada surga dan nerakanya, sungai dan air, serta
gunung roti. Sesungguhnya surganya Dajjal adalah neraka dan nerakanya Dajjal
adalah surga.” (HR. Ahmad. Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu berkata: sanadnya
shahih. Lihat Qishshatu Masihid Dajjal)
Dari ‘Uqbah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Aku mendengar Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata tentang Dajjal:
إِنَّ الدَّجَّالَ يَخْرُجُ وَإِنَّ
مَعَهُ مَاءً وَنَارًا فَأَمَّا الَّذِي يَرَاهُ النَّاسُ مَاءً فَنَارٌ تُحْرِقُ
وَأَمَّا الَّذِي يَرَاهُ النَّاسُ نَارًا فَمَاءٌ بَارِدٌ عَذْبٌ، فَمَنْ
أَدْرَكَ ذَلِكَ مِنْكُمْ فَلْيَقَعْ فِي الَّذِي يَرَاهُ نَارًا فَإِنَّهُ مَاءٌ
عَذْبٌ طَيِّبٌ
“Sungguh Dajjal akan keluar dan bersamanya ada air dan api. Apa yang dilihat
manusia air sebenarnya adalah api yang membakar. Apa yang dilihat manusia api
sesungguhnya adalah air minum dingin yang segar. Barangsiapa di antara kalian
yang mendapatinya hendaknya memilih yang dilihatnya api, karena itu adalah air
segar yang baik.” (HR. Muslim no. 2935)
Jika seorang mukmin telah mengetahui dan beriman akan keluarnya Dajjal dengan
membawa fitnah yang demikian dahsyat, hendaknya ia mengamalkan beberapa sebab
untuk menjaga dirinya dari Dajjal dan fitnahnya. Di antara amalan tersebut:
1. Minta perlindungan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dari kejelekan
fitnahnya, memperbanyak minta perlindungan darinya terutama setelah tasyahud
akhir. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata:
إِذَا تَشَهَّدَ أَحَدُكُمْ
فَلْيَسْتَعِذْ بِاللهِ مِنْ أَرْبَعٍ يَقُوْلُ: اللَّهُمَّ
إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَمِنْ
فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ الْمَسِيْحِ الدَّجَّالِ
“Jika salah seorang kalian selesai dari tasyahud akhir mintalah perlindungan
dari empat perkara: ‘Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari adzab jahannam,
dari adzab kubur, dari fitnah waktu hidup dan waktu mati, dan dari kejahatan
fitnah Dajjal’.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
2. Menghafal sepuluh ayat pertama dari surat Al-Kahfi.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata:
مَنْ حَفِظَ عَشْرَ آيَاتٍ مِنْ أَوَّلِ
سُوْرَةِ الْكَهْف عُصِمَ مِنْ الدَّجَّالِ
“Barangsiapa menghafal sepuluh ayat pertama dari surat Al-Kahfi, akan terjaga
dari fitnah Dajjal.” (HR. Muslim)
3. Menjauhinya, tidak mendatanginya kecuali seorang yang yakin tak akan terkena
mudarat. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ سَمِعَ بِالدَّجَّالِ فَلْيَنْأَ
مِنْهُ فَإِنَّ الرَّجُلَ يَأْتِيْهِ وَهُوَ يَحْسِبُ أَنَّهُ مُؤْمِنٌ فَلاَ
يَزَالُ بِهِ لِمَا مَعَهُ مِنْ الشُّبَهِ حَتَّى يَتَّبِعَهُ
“Barangsiapa mendengar (keluarnya) Dajjal hendaknya menjauh darinya. Demi
Allah, sungguh ada seorang yang mendatanginya merasa dirinya beriman tapi
kemudian mengikuti Dajjal dikarenakan syubhat-syubhat yang dilontarkan Dajjal.”
(HR. Ahmad)
4. Tinggal di Makkah dan Madinah
Karena keduanya adalah negeri yang aman tak bisa dimasuki Dajjal. Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَيْسَ مِنْ بَلَدٍ إِلاَّ سَيَطَؤُهُ
الدَّجَّالُ إِلاَّ مَكَّةَ وَالْمَدِيْنَةَ لَيْسَ لَهُ مِنْ نِقَابِهَا نَقْبٌ
إِلاَّ عَلَيْهِ الْمَلاَئِكَةُ صَافِّيْنَ يَحْرُسُوْنَهَا
“Tidak ada satu negeri pun kecuali akan dimasuki Dajjal, kecuali Makkah dan
Madinah. Dia tidak mendapati celah/ jalan masuk kecuali padanya ada malaikat
yang berbaris menjaganya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik
radhiyallahu ‘anhu)
Dan termasuk yang terjaga dari Dajjal juga adalah Masjidil Aqsha serta bukit
Tursina (dalam riwayat Ahmad dan Ibnu Hibban sebagaimana dalam Qishshatu
Masihid Dajjal)
Dari nash-nash yang kita dapatkan tentang Dajjal, kita dapatkan kesimpulan:
1. Luasnya rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada hamba-hamba-Nya, karena Dia
telah membekali mereka dengan senjata yang bisa mematahkan hujjah dan fitnah
Dajjal. Ini terwujud dengan penjelasan sifat-sifat yang menunjukkan
kedustaannya, kaum mukmin diberi kemampuan untuk membaca apa yang tertulis di
kening Dajjal yang menunjukkan kekufurannya. Juga Allah Subhanahu wa Ta’ala
bimbing kita untuk menghafal sepuluh ayat pertama dalam surat Al-Kahfi sebagai
tameng dari Dajjal.
2. Dajjal adalah sosok manusia yang telah sangat jelas sifat-sifatnya sebagai
manusia. Ini membantah ucapan orang sesat dan ahlul bid’ah yang menyatakan
Dajjal hanyalah sosok fiktif belaka atau hanyalah simbol dari tersebarnya
kerusakan.
3. Dajjal mempunyai sifat dan fitnah-fitnah yang telah digambarkan dengan
rinci: keluarnya di akhir jaman, muncul dari arah Syam, tinggal selama 40 hari,
diberi kemampuan mematikan dan menghidupkan, membawa surga dan neraka, tertulis
di antara dua matanya ك
ف ر, dan sifat
lainnya. Ini membantah ucapan yang menyatakan bahwa Dajjal adalah Sri Sathya
Sai Baba dari India, atau kiasan dari kemajuan serta fitnah Eropa.
Wa akhiru da’wana anil hamdulillahi Rabbbil ‘alamin.
1 Dalam hal ini terdapat perbedaan riwayat, sebagian menyatakan yang kiri dan
sebagaian menyatakan yang kanan. Sebagian ulama mengkompromikan riwayat-riwayat
tersebut dengan mengatakan bahwa mata yang kanan terhapus dan tidak bercahaya,
sedangkan pada mata yang kiri terdapat sepotong daging yang menonjol. (ed)
Sumber:
http://www.asysyariah.com/syariah.php?menu=detil&id_online=532
Dajjal Sudah Ada di
Sebuah Pulau
Penulis: Al-Ustadz Qomar ZA, Lc
Aqidah, 06 Oktober 2007, 05:31:28
Asy-Sya’bi
rahimahullahu mengatakan kepada Fathimah bintu Qais radhiyallahu ‘anha: “Beri
aku sebuah hadits yang kamu dengar dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam, yang tidak kamu sandarkan kepada seorang pun selain beliau.” Fathimah
mengatakan: “Jika engkau memang menghendakinya akan aku lakukan.” “Ya, berikan
aku hadits itu,” jawab Asy-Sya’bi.
Fathimah pun berkisah: “…Aku mendengar seruan orang yang berseru, penyeru
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, menyeru ‘Ash-shalatu Jami’ah’. Aku
pun keluar menuju masjid lantas shalat bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam. Dan aku berada pada shaf wanita yang langsung berada di belakang
shaf laki-laki. Tatkala Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam selesai dari
shalatnya maka beliau duduk di mimbar dan tertawa seraya mengatakan: ‘Hendaknya
setiap orang tetap di tempat shalatnya.’ Kemudian kembali berkata: ‘Apakah
kalian tahu mengapa aku kumpulkan kalian?’ Para sahabat menjawab: ‘Allah dan
Rasul-Nya lebih tahu.’ Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melanjutkan:
‘Sesungguhnya –demi Allah-, aku tidak kumpulkan kalian untuk sesuatu yang
menggembirakan atau menakutkan kalian. Namun aku kumpulkan kalian karena Tamim
Ad-Dari. Dahulu ia seorang Nasrani lalu datang kemudian berbai’at dan masuk
Islam serta mengabariku sebuah kisah, sesuai dengan apa yang aku ceritakan
kepada kalian tentang Al-Masih Ad-Dajjal.
Ia memberitakan bahwa ia naik kapal bersama 30 orang dari Kabilah Lakhm dan
Judzam. Lalu mereka dipermainkan oleh ombak hingga berada di tengah lautan
selama satu bulan. Sampai mereka terdampar di sebuah pulau di tengah lautan
tersebut saat tenggelamnya matahari. Mereka pun duduk (menaiki) perahu-perahu
kecil. Setelah itu mereka memasuki pulau tersebut hingga menjumpai binatang
yang berambut sangat lebat dan kaku. Mereka tidak tahu mana qubul dan mana
dubur-nya, karena demikian lebat bulunya. Mereka pun berkata: ‘Apakah kamu
ini?’ Ia (binatang yang bisa berbicara itu) menjawab: ‘Aku adalah Al-Jassasah.’
Mereka mengatakan: ‘Apa Al-Jassasah itu?’ Ia (justru mengatakan): ‘Wahai kaum,
pergilah kalian kepada laki-laki yang ada rumah ibadah itu. Sesungguhnya ia
sangat merindukan berita kalian.’ Tamim mengatakan: ‘Ketika dia menyebutkan
untuk kami orang laki-laki, kami khawatir kalau binatang itu ternyata setan.’
Tamim mengatakan: ‘Maka kami pun bergerak menuju kepadanya dengan cepat
sehingga kami masuk ke tempat ibadah itu. Ternyata di dalamnya ada orang yang
paling besar yang pernah kami lihat dan paling kuat ikatannya. Kedua tangannya
terikat dengan lehernya, antara dua lututnya dan dua mata kakinya terikat
dengan besi. Kami katakan: ‘Celaka kamu, apa kamu ini?’ Ia menjawab: ‘Kalian
telah mampu mengetahui tentang aku. Maka beritakan kepadaku siapa kalian ini?’
Mereka menjawab: ‘Kami ini orang-orang dari Arab. Kami menaiki kapal ternyata
kami bertepatan mendapati laut sedang bergelombang luar biasa, sehingga kami
dipermainkan ombak selama satu bulan lamanya, sampai kami terdampar di pulaumu
ini. Kami pun naik perahu kecil, lalu memasuki pulau ini dan bertemu dengan
binatang yang sangat lebat dan kaku rambutnya. Tidak diketahui mana qubul-nya
dan mana duburnya karena lebatnya rambut. Kamipun mengatakan: ‘Celaka kamu, apa
kamu ini?’ Ia menjawab: ‘Aku adalah Al-Jassasah.’ Kamipun bertanya lagi: ‘Apa
Al-Jassasah itu?’ Ia malah menjawab, pergilah ke rumah ibadah itu sesungguhnya
ia sangat merindukan berita kalian. Maka kami pun segera menujumu dan kami
takut dari binatang itu. Kami tidak merasa aman kalau ternyata ia adalah
setan.’
Lalu orang itu mengatakan: ‘Kabarkan kepadaku tentang pohon-pohon korma di
Baisan.’
Kami mengatakan: ‘Tentang apanya engkau meminta beritanya?’
‘Aku bertanya kepada kalian tentang pohon kormanya, apakah masih berbuah?’
katanya.
Kami menjawab: ‘Ya.’
Ia mengatakan: ‘Sesungguhnya hampir-hampir ia tidak akan mengeluarkan buahnya.
Kabarkan kepadaku tentang danau Thabariyyah.’
Kami jawab: ‘Tentang apa engkau meminta beritanya?’
‘Apakah masih ada airnya?’ jawabnya.
Mereka menjawab: ‘Danau itu banyak airnya.’
Ia mengatakan: ‘Sesungguhnya hampir-hampir airnya akan hilang. Kabarkan
kepadaku tentang mata air Zughar1.’
Mereka mengatakan: ‘Tentang apanya kamu minta berita?’
‘Apakah di mata air itu masih ada airnya? Dan apakah penduduknya masih bertani
dengan airnya?’ jawabnya.
Kami katakan: ‘Ya, mata air itu deras airnya dan penduduknya bertani
dengannya.’ Ia mengatakan: ‘Kabarkan kepadaku tentang Nabi Ummiyyin, apa yang
dia lakukan?’
Mereka menjawab: ‘Ia telah muncul dari Makkah dan tinggal di Yatsrib
(Madinah).’
Ia mengatakan: ‘Apakah orang-orang Arab memeranginya?’
Kami menjawab: ‘Ya.’
Ia mengatakan lagi: ‘Apa yang dia lakukan terhadap orang-orang Arab?’ Maka kami
beritakan bahwa ia telah menang atas orang-orang Arab di sekitarnya dan mereka
taat kepadanya.
Ia mengatakan: ‘Itu sudah terjadi?’
Kami katakan: ‘Ya.’
Ia mengatakan: ‘Sesungguhnya baik bagi mereka untuk taat kepadanya. Dan aku
akan beritakan kepada kalian tentang aku, sesungguhnya aku adalah Al-Masih. Dan
hampir-hampir aku diberi ijin untuk keluar sehingga aku keluar lalu berjalan di
bumi dan tidak ku tinggalkan satu negeri pun kecuali aku akan turun padanya
dalam waktu 40 malam kecuali Makkah dan Thaibah, keduanya haram bagiku. Setiap
kali aku akan masuk pada salah satunya, malaikat menghadangku dengan pedang
terhunus di tangannya, menghalangiku darinya. Dan sesungguhnya pada setiap
celahnya (dua kota itu) ada para malaikat yang menjaganya.’
Fathimah mengatakan: ‘Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
dengan menusukkan tongkatnya di mimbar sambil mengatakan: ‘Inilah Thaibah,
inilah Thaibah, inilah Thaibah2, yakni Al-Madinah. Apakah aku telah beritahukan
kepada kalian tentang hal itu?’
Orang-orang menjawab: ‘Ya.’
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Sesungguhnya cerita Tamim
menakjubkanku, di mana sesuai dengan apa yang kuceritakan kepada kalian
tentangnya (Dajjal), serta tentang Makkah dan Madinah. Ketahuilah bahwa ia
berada di lautan Syam atau lautan Yaman- tidak, bahkan dari arah timur. Tidak,
dia dari arah timur. Tidak, dia dari arah timur. Tidak, dia dari arah timur
-dan beliau mengisyaratkan dengan tangannya ke arah timur-.’
Fathimah mengatakan: “Ini saya hafal dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam.”
(HR. Muslim, Kitabul Fitan wa Asyrathis Sa’ah, Bab Qishshatul Jassasah)
1 Nama sebuah daerah di Syam.
2 Dalam riwayat lain beliau mengatakan: "Dan itu adalah Dajjal."
Sumber:
http://www.asysyariah.com/syariah.php?menu=detil&id_online=534
Beberapa
Pengingkaran Terhadap Eksistensi Dajjal
Penulis:
Al-Ustadz Abu Abdillah Abdurrahman Mubarak
Hal-hal
ghaib dalam Islam senantiasa menjadi sasaran tembak orang-orang yang memuja
akal atau yang menyimpan bara kedengkian untuk menghancurkan Islam. Termasuk
dalam hal ini adalah eksistensi Dajjal. Maka, hanya senjata keimananlah yang
mampu menghadang syubhat-syubhat mereka.
Beriman akan keluarnya Dajjal merupakan kewajiban bagi setiap muslim, karena
hal ini termasuk dalam makna iman kepada hari akhir. Hadits-hadits yang
berkaitan dengan masalah Dajjal adalah hadits mutawatir sebagaimana ditegaskan
para ulama ahlul hadits di antaranya Ibnu Katsir, Al-Hafizh Ibnu Hajar, Al-Imam
Asy-Syaukani, dan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahumullah. Asy-Syaikh Muhammad bin
Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullahu berkata: “Keluarnya Dajjal adalah pasti
berdasarkan As-Sunnah dan ijma’.” (Syarh Lum’atul I’tiqad)
Al-Imam Ibnu Zamanin rahimahullahu menyatakan: “Ahlus Sunnah mengimani akan
keluarnya Dajjal, mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala melindungi engkau
dari fitnahnya.”
Inilah keyakinan Ahlus Sunnah wal Jamaah. Tidak ada yang mengingkari akan
keluarnya Dajjal kecuali ahlul ahwa atau orang yang jahil (awam). Al-Imam
Al-Qurthubi rahimahullahu berkata: “Iman tentang adanya dan akan keluarnya
Dajjal adalah haq. Ini merupakan madzhab Ahlus Sunnah dan semua ahlul fiqih dan
hadits. Berbeda dengan yang mengingkarinya dari kalangan Khawarij dan
Mu’tazilah....” (At-Tadzkirah hal. 552)
Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullahu berkata (setelah membawakan hadits-hadits
tentang Dajjal): “Sebagian Khawarij, Mu’tazilah, dan Jahmiyah telah menyelisihi
masalah ini. Mereka mengingkari adanya Dajjal dan menolak hadits-hadits yang
shahih.” (Fathul Bari)
Dari sini jelaslah bahwa orang-orang terdahulu yang mengingkari akan keluarnya
Dajjal adalah ahlul bid’ah dari kalangan Jahmiyah, Khawarij, dan Mu’tazilah.
Di masa sekarang ini juga muncul orang-orang yang mengingkari Dajjal sebagai
sosok yang akan keluar di akhir zaman. Mereka mengikuti kesesatan pendahulu
mereka. Ada yang mengingkarinya dengan alasan haditsnya ahad. Sebagian lagi
menakwilkan hadits-hadits tentang Dajjal sesuai hawa nafsu mereka. Di antara
yang mengingkarinya adalah Muhammad Abduh. Dia berkata: “Dajjal hanyalah rumuz
(simbol) bagi perkara khurafat, kedustaan, dan kejelekan….” (Tafsir Al-Manar,
sebagaimana dinukil oleh Dr. Ahmad Sa’d Hamdan dalam Tahqiq Ushul I’tiqad Ahlus
Sunnah)
Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu berkata: “Yang mengherankan, takwil yang
dilakukan Muhammad Abduh ini justru didahului oleh seorang yang mengaku nabi
(Mirza Ghulam Ahmad Al-Qadiyani Al-Hindi, ”nabi”-nya aliran Ahmadiyah). Dia
ulang-ulang takwil seperti ini di dalam kitab-kitab dan risalahnya.” (Lihat
Qishshatu Masihid Dajjal wa Nuzul ‘Isa, karya Asy-Syaikh Al-Albani
rahimahullahu)
Syubhat Ahlul Bid’ah
Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu menyimpulkan, syubhat mereka yang
mengingkari Dajjal secara global tersimpulkan dalam dua hal:
1. Tasykik (meragukan dan membuat keraguan) akan shahihnya hadits-hadits
tentang keluarnya Dajjal, sebagaimana dilakukan oleh Mahmud Syaltut dan
Muhammad ‘Abduh. Juga Al-Maududi yang menyatakan keluarnya Dajjal hanyalah zhan
(dugaan).
2. Menakwil dan men-ta’thil (menolak) nash-nash yang ada. Ketika mereka tidak
mampu untuk menyatakan dhaifnya hadits-hadits tentang Dajjal, mereka pun
menakwilkannya dengan menyatakan Dajjal bukanlah sosok (nyata) tapi hanyalah
rumuz (simbol) dari kejahatan, kedustaan, dan kejelekan-kejelekan. Seperti
dilakukan oleh Muhammad Abduh dan Muhammad Fahim Abu Ubayyah. (Lihat Qishshatu
Masihid Dajjal wa Nuzul ‘Isa karya Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu)
Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu berkata: “Untuk membantah secara rinci
orang-orang yang meragukan hadits tentang Dajjal, ada tempat lain selain kitab
ini. Cukuplah dalam membantah mereka dengan adanya kesepakatan para ulama
hadits dan penghafalnya atas kemutawatiran hadits tentang Dajjal dan turunnya
Isa ‘alaihissalam. Para imam tersebut di antaranya Ibnu Katsir rahimahullahu
dan Ibnu Hajar rahimahullahu, serta selain keduanya. Bahkan Al-Imam
Asy-Syaukani rahimahullahu menulis risalah yang berjudul Taudhih fi Tawaturi ma
Ja`a fil Muntazhar wa Dajjal wal Masih.” (Qishshatu Masihid Dajjal, hal. 24-25)
Adapun untuk membantah mereka yang menyatakan Dajjal hanyalah semata simbol
kerusakan dan kedustaan, atau simbol kemajuan dan fitnah Eropa, cukup dengan
hadits-hadits yang menunjukkan bahwa Dajjal adalah manusia, punya mata, rambut,
kepala, dan lainnya yang sudah dipaparkan dalam masalah sifat-sifat Dajjal. Di
antaranya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata (yang artinya):
“Dajjal matanya buta sebelah, kulitnya putih.”
Dalam satu riwayat:
هِجَانٌ أَزْهَرُ كَأَنَّ رَأْسَهُ
أَصَلَةٌ أَشْبَهُ النَّاسِ بِعَبْدِ الْعُزَّى بْنِ قَطَنٍ فَإِمَّا هَلَكَ
الْهُلَّكُ فَإِنَّ رَبَّكُمْ تَعَالَى لَيْسَ بِأَعْوَرَ
“Kulitnya putih seperti keledai putih. Kepalanya kecil dan banyak gerak, mirip
dengan Abdul ‘Uzza bin Qathan. Jika ada orang-orang yang binasa (mengikuti
fitnahnya), ketahuilah Rabb kalian tidaklah buta sebelah.” (HR. Ahmad dan Ibnu
Hibban, Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu berkata: Sanadnya shahih menurut
syarat Muslim. Lihat Ash-Shahihah no. 1193)
Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu berkata: “Hadits ini menunjukkan Dajjal
akbar adalah manusia, mempunyai sifat seperti manusia. Apalagi Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyerupakannya dengan Abdul ‘Uzza bin Qathan
radhiyallahu ‘anhu, seorang shahabat. Hadits ini adalah satu dari sekian banyak
dalil yang membatilkan takwil sebagian orang yang menyatakan Dajjal bukanlah
sosok tapi rumuz (simbol) kemajuan Eropa berikut kemegahan serta fitnahnya.
(Yang benar) Dajjal adalah manusia, fitnahnya lebih besar dari fitnah Eropa
sebagaimana banyak diterangkan dalam banyak hadits.” (Ash-Shahihah, 3/191)
Al-Qadhi ‘Iyadh rahimahullahu berkata: “Hadits-hadits ini adalah hujjah bagi
Ahlus Sunnah akan benarnya keberadaan Dajjal, bahwa Dajjal adalah satu sosok
tubuh (manusia) yang merupakan ujian dari Allah Subhanahu wa Ta’ala bagi
hamba-hamba-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan dia kemampuan melakukan
beberapa perkara, seperti menghidupkan orang mati yang ia bunuh, memunculkan
kesuburan, sungai, surga dan neraka, perbendaharaan bumi mengikuti dirinya,
memerintahkan langit untuk hujan lalu turunlah hujan, memerintahkan bumi untuk
menumbuhkan maka tumbuhlah tanaman-tanaman. Itu semua terjadi dengan kehendak
Allah Subhanahu wa Ta’ala, kemudian ia tak mampu melakukannya, tidak mampu
membunuh seorang laki-laki (yang sebelumnya dibunuh kemudian dihidupkan kembali
olehnya), ataupun lainnya….”
Ancaman Salaf dan Para Ulama terhadap Orang yang Mengingkari Keluarnya Dajjal
‘Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu berkata:
“Akan ada pada kalian satu kaum yang mendustakan rajam dan Dajjal serta
mendustakan terbitnya matahari dari barat, adzab kubur, mendustakan syafaat
serta mendustakan keluarnya manusia dari neraka setelah menjadi arang. Sungguh
kalau aku mendapati mereka, akan kubunuh sebagaima pembunuhan terhadap kaum ‘Ad
dan Tsamud.” (Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu berkata: Diriwayatkan oleh
Ad-Dani rahimahullahu dalam kitab Al-Fitan dan Ahmad rahimahullahu dengan
ringkas, sanadnya hasan)
Dari pembahasan ini kita mendapat satu faedah penting, yaitu harusnya kita
memahami ilmu agama ini dengan penjelasan dan pemahaman ulama ahlul hadits yang
berjalan di atas manhaj Ahlus Sunnah, dan bahaya yang mengancam seorang muslim
jika tidak menyandarkan pada pemahaman mereka, karena ahlul hadits adalah orang
yang paling tahu keshahihan dan makna hadits-hadits Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata:
لاَ تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي
يُقَاتِلُوْنَ عَلَى الْحَقِّ ظَاهِرِيْنَ عَلَى مَنْ نَاوَأَهُمْ حَتَّى
يُقَاتِلَ آخِرُهُمْ الْمَسِيْحَ الدَّجَّالَ
“Akan senantiasa ada pada umatku orang-orang yang di atas al-haq menang dalam
menghadapi orang yang memusuhi mereka, hingga orang akhir mereka memerangi
Dajjal.” (Lihat Ash-Shahihah, no. 1959)
Al-Imam Ahmad rahimahullahu berkata: “Jika mereka itu bukan ahlul hadits, aku
tidak tahu siapa lagi mereka.”
Walhamdulillah.
Sumber:
http://www.asysyariah.com/syariah.php?menu=detil&id_online=533
Adakah Dajjal?
Penulis: Al-Ustadz Ruwaifi’ bin Sulaimi, Lc.
Aqidah, 06 Oktober 2007, 05:21:53
Keberadaan
Dajjal merupakan salah satu topik yang menarik dan layak kaji. Pasalnya,
masalah yang satu ini sering menjadi ‘isu kondisional’ sejak dahulu kala.
Simpang siur pendapat pun sering kali bergulir di tengah umat, tentunya dengan
berbagai macam persepsi dan landasan berpikir yang berbeda. Tak ayal,
kontroversi ini menjadikan bingung banyak orang yang notabene awam.
Sebelum menelusuri kontroversi sikap seputar Dajjal, tentunya amat penting
untuk didudukkan terlebih dahulu hakikat Dajjal yang sedang dipermasalahkan
ini. Karena hukum terhadap sesuatu, merupakan cabang dari penggambarannya.
Bagaimana mungkin seseorang bisa menghukumi bahwa Dajjal itu ada atau tidak,
sementara belum jelas baginya hakikat Dajjal yang sedang dipermasalahkan.
Hakikat Dajjal yang Dipermasalahkan
Dajjal yang sedang dipermasalahkan keberadaannya itu adalah seseorang dari
bangsa manusia yang Allah Subhanahu wa Ta’ala munculkan di akhir zaman (dengan
segala kekuasaan dan hikmah-Nya), sebagai fitnah (ujian) besar bagi umat
manusia di muka bumi ini1, dan sebagai salah satu pertanda kuat semakin
dekatnya hari kiamat2. Bentuk fisik Dajjal adalah: matanya buta sebelah (yang dengannya
disebut Al-Masih), pada dahinya tertulis huruf (ك ف ر) yang berarti kafir di mana tulisan itu bisa dibaca oleh siapa
saja yang di hatinya ada keimanan3, berambut sangat keriting4, bertubuh besar,
dan sudah ada saat ini di sebuah pulau yang ada di tengah lautan (arahnya
sebelah timur kota Madinah), dalam keadaan dibelenggu dengan belenggu besi yang
amat kuat5.
Ketika muncul, dia mengaku sebagai Allah Subhanahu wa Ta’ala (padahal
sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak buta sebelah seperti dia) dan
menyeru umat manusia untuk menyembah dirinya. Allah Subhanahu wa Ta’ala
kuasakan bagi Dajjal untuk membawa sesuatu seperti Jannah (surga) dan Naar
(neraka). Jannah Dajjal hakikatnya adalah Naar Allah, dan Naar Dajjal
hakikatnya adalah Jannah Allah6.
Tempat kemunculannya kelak dari sebuah jalan yang terletak antara negeri Syam
dan Irak. Dia pun akan tinggal di muka bumi ini selama 40 hari; hari pertama
lamanya satu tahun, hari kedua lamanya satu bulan, hari ketiga lamanya satu
pekan, hari keempat dan seterusnya lamanya seperti hari-hari biasa (24 jam).
Allah Subhanahu wa Ta’ala kuasakan pula baginya kemampuan untuk mengelilingi
dunia dengan sekejap seiring dengan berhembusnya arah angin (kecuali kota
Makkah dan Madinah, tak mampu dimasukinya karena dijaga oleh para malaikat
Allah Subhanahu wa Ta’ala). Sebagaimana pula Allah Subhanahu wa Ta’ala kuasakan
baginya hal-hal aneh lainnya yang tak dimampui oleh manusia biasa.
Kemudian terjadilah pertempuran yang dahsyat antara Dajjal berikut pengikutnya
melawan pasukan Islam yang dipimpin oleh Al-Imam Mahdi yang diperkuat oleh Nabi
‘Isa ‘alaihissalam yang Allah Subhanahu wa Ta’ala turunkan dari langit.
Akhirnya Dajjal tewas dibunuh oleh Nabi ‘Isa ‘alaihissalam di daerah Bab Ludd,
Palestina7. Demikianlah hakikat Dajjal yang dipersoalkan eksistensinya itu.
Untuk mengetahui lebih rinci tentang Dajjal dan hakikatnya, silakan membaca
rubrik Kajian Utama pada edisi ini.
Rambu-rambu Penting dalam Perselisihan dan Perbedaan Pendapat
Para pembaca yang mulia, dalam Al-Qur`anul Karim, Allah Subhanahu wa Ta’ala
Yang Maha Rahman telah memberikan bimbingan-Nya sekaligus solusi bagi segala
perselisihan, perbedaan pendapat, dan kontroversi yang mengitari kehidupan para
hamba-Nya. Termasuk perkara Dajjal yang tengah dipermasalahkan ini. Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ
فَرُدُّوْهُ إِلَى اللهِ وَالرَّسُوْلِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِاللهِ
وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيْلاً
“Dan jika kalian berselisih dalam suatu perkara, maka kembalikanlah kepada
Allah dan Rasul-Nya jika kalian beriman kepada Allah dan hari akhir. Yang
demikian itu lebih utama dan lebih baik akibatnya.” (An-Nisa`: 59)
Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullah berkata: “(Kembalikanlah kepada Allah dan
Rasul-Nya), maksudnya: kembalikanlah keputusan permasalahan tersebut kepada
Kitabullah (Al-Qur`an) dan kepada Rasul-Nya dengan bertanya kepada beliau
semasa hidupnya atau dengan merujuk kepada Sunnah Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam sepeninggal beliau. Demikianlah keterangan dari Mujahid,
Al-A’masy, dan Qatadah rahimahumullah, dan memang benar apa yang mereka katakan
itu. Barangsiapa tidak sepakat dengan (apa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala
bimbingkan, pen.) ini, maka telah cacat keimanannya karena Allah Subhanahu wa
Ta’ala telah nyatakan dalam ayat tersebut; (jika kalian beriman kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala dan hari akhir).” (Tafsir Al-Qurthubi juz 5, hal. 261)
Kembali (merujuk) kepada Al-Qur`an dan Sunnah Rasul-Nya dalam setiap
permasalahan yang diperselisihkan amat besar hikmahnya. Sebagaimana yang
dikatakan Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullah ketika menafsirkan surat Ali ‘Imran
ayat 103: “Allah mewajibkan kepada kita agar berpegang teguh dengan Kitab-Nya
(Al-Qur`an) dan Sunnah Nabi-Nya, serta merujuk kepada keduanya di saat terjadi
perselisihan. Ia (juga) memerintahkan kepada kita agar bersatu di atas
Al-Qur`an dan As-Sunnah secara keyakinan dan amalan. Itulah sebab keselarasan
kata dan bersatunya apa yang tercerai-berai, yang dengannya akan teraih maslahat
dunia dan agama serta selamat dari perselisihan…” (Tafsir Al-Qurthubi juz 4,
hal. 105)
Lain halnya dengan akal (semata) yang di-Tuhan-kan oleh sebagian orang serta
lebih diutamakan daripada Al-Qur`an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam (syariat)8. Padahal fenomena akal ini amat memilukan. Tak sedikit
dari para pemujanya yang menyesal dan bingung akibat jalan yang ditempuhnya
itu.
Abu Abdillah Ar-Razi, tokoh Mu’tazilah yang telah menyelami lautan akal
tersebut pernah mengatakan:
“Kesudahan mengedepankan akal adalah belenggu.9
Dan kebanyakan upaya (hasil pemikiran) para intelektual itu adalah kesesatan
Ruh-ruh kami terasa amat liar di dalam tubuh-tubuh kami
Dan hasil dari kehidupan dunia kami adalah gangguan dan siksaan (batin)
Tidaklah didapat dari penelitian yang kami lakukan sepanjang masa
melainkan kumpulan pernyataan-pernyataan (yang tak menentu)
Aku (Ar-Razi) telah memerhatikan dengan saksama berbagai seluk-beluk ilmu kalam
dan metodologi filsafat. Maka kulihat semua itu tidaklah dapat menyembuhkan
orang yang sakit serta tidak pula memuaskan orang yang dahaga. Dan (ternyata)
metode yang paling tepat adalah metode Al-Qur`an.” (Lihat Dar`u Ta’arudhil
‘Aqli wan Naqli, karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah, juz 1, hal.
160)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata: “Engkau akan mendapati
kebanyakan para pakar di bidang ilmu kalam, filsafat, dan bahkan tasawuf yang
tidak mengindahkan apa yang dibawa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
adalah orang-orang yang bingung. Sebagaimana yang dikatakan Asy-Syahrastani
rahimahullah:
‘Sungguh aku telah keliling ke ma’had- ma’had (filsafat) tersebut
dan seluruh pandanganku tertuju kepada mercusuar-mercusuarnya
Namun, tak kulihat padanya kecuali orang yang bingung sambil bertopang dagu
dan orang yang menyesal sambil menggemertakkan giginya’.” (Dar`u Ta’arudhil
Aqli Wan Naqli, juz 1, hal. 159)
Kontroversi Seputar Dajjal
Secara garis besar, ada tiga pendapat dalam permasalahan ini:
Pertama: Dajjal dengan gambaran di atas tidak ada sama sekali. Ini merupakan
pendapat kelompok Khawarij, Jahmiyyah, dan sebagian Mu’tazilah. (Lihat
Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim bin Hajjaj, karya Al-Imam An-Nawawi rahimahullah
juz. 18, hal. 263)
Dalilnya:
1. Masalah Dajjal tidak disebutkan dalam Al-Qur`an. Kalaulah Dajjal tersebut
benar adanya niscaya akan disebutkan dalam Al-Qur`an.
2. Hadits-hadits seputar Dajjal bertentangan dengan akal. Mana mungkin ada
manusia (yang bukan nabi) mempunyai kemampuan seperti itu?! Lebih-lebih lagi
hari pertama, kedua, dan ketiganya tidak 24 jam. Belum pernah ada kejadian
seperti itu sepanjang sejarah umat manusia.
3. Ketetapan adanya Dajjal akan mengundang orang untuk mengaku-ngaku sebagai
Dajjal. Tentunya yang demikian ini termasuk membuka pintu kejelekan bagi umat.
Kedua: Dajjal dengan gambaran di atas benar adanya. Hanya saja semua yang
dipertontonkan Dajjal di hadapan umat manusia tidak ada hakikatnya, layaknya
sulap. Ini merupakan pendapat Ibnu Hazm, Ath-Thahawi, Abu ‘Ali Al-Jubba’i, dan
sebagian Jahmiyyah. (Lihat At-Tadzkirah, karya Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullah
hal. 552 dan An-Nihayah Fil Fitan wal Malahim, karya Al-Hafizh Ibnu Katsir
rahimahullah juz 1, hal 164/dinukil dari Majalah At-Tau’iyah Al-Islamiyyah no.
223, tahun ke-25/1420 H hal. 95-96)
Dalilnya: Jika semua yang ditampilkan Dajjal itu ada hakikatnya, niscaya akan
menjadi rancu antara pendusta dan yang jujur. Demikian pula antara seorang nabi
dengan yang mengaku nabi. (Lihat At-Tadzkirah, hal. 552)
Ketiga: Dajjal dengan gambaran di atas benar adanya, dan segala apa yang
ditampilkannya di hadapan umat manusia adalah nyata bukan khayal ataupun sulap.
Ini merupakan pendapat Ahlus Sunnah wal Jamaah, seluruh ahli hadits dan ahli
fiqh. (Lihat Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim bin Hajjaj, juz 18, hal. 263)
Dalilnya:
1. Al-Qur`anul karim, yaitu firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
يَوْمَ يَأْتِي بَعْضُ آيَاتِ رَبِّكَ
لاَ يَنْفَعُ نَفْسًا إِيْمَانُهَا
“Pada hari datangnya sebagian tanda-tanda Rabbmu tidaklah bermanfaat lagi iman
seseorang bagi dirinya.” (Al-An’am: 158)10
2. Hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang amat banyak jumlahnya,
hingga mencapai derajat mutawatir.
qAl-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah berkata {ketika membantah
para pengingkar (adanya) Dajjal}: “Dengan pendapat tersebut akhirnya mereka
keluar dari apa yang dinyatakan para ulama. Hal itu disebabkan penolakan mereka
terhadap hadits-hadits shahih yang dinukil secara mutawatir dari Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Lihat Iqamatul Burhan, karya Asy-Syaikh Hamud
bin Abdillah At-Tuwaijiri rahimahullah/Majalah Al-Buhuts Al-Islamiyyah no.13,
tahun 1405 H, hal. 103)
qAsy-Syaikh Hamud bin Abdillah At-Tuwaijiri rahimahullah
berkata: “Telah mutawatir hadits-hadits seputar Dajjal dari jalan (sanad) yang
berbeda-beda, sebagaimana yang telah saya sebutkan dalam kitab Ithaful Jama’ah.
Jika saja tidak ada hadits-hadits tersebut kecuali hadits yang memerintahkan
untuk berlindung kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dari fitnah Dajjal pada
(penutupan) setiap shalat, yang demikian itu sudah cukup sebagai bukti akan
adanya Dajjal dan bantahan bagi yang mengingkarinya.” (Iqamatul Burhan/ Majalah
Al-Buhuts Al-Islamiyyah no. 13, tahun 1405 H, hal. 103)
3. Keberadaan Dajjal merupakan hal yang disepakati Ahlus Sunnah wal Jamaah dari
kalangan ahli hadits dan ahli fiqih. Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullah berkata:
“Pasal: Iman akan adanya Dajjal dan (berita, pen.) kemunculannya adalah benar.
Ini merupakan pendapat Ahlus Sunnah wal Jamaah, seluruh ahli hadits dan ahli
fiqih.” (At-Tadzkirah, hal. 552)
Diskusi Pendapat
1. Pendapat pertama
qPendapat ini bersumber dari Khawarij, Jahmiyyah, dan
sebagian Mu’tazilah yang notabene ahlul bid’ah wal furqah. Sementara setiap
muslim diperintah untuk mengikuti jejak Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
dan para sahabatnya, serta menjauhi bid’ah dan para pengusungnya.
qPernyataan mereka bahwa masalah Dajjal tidak disebutkan
dalam Al-Qur`an, tidak bisa dibenarkan sebagaimana keterangan Al-Hafizh Ibnu
Hajar rahimahullah berikut ini:
a) Bahwasanya Dajjal (secara tersirat, pen.) masuk dalam firman Allah Subhanahu
wa Ta’ala:
يَوْمَ يَأْتِي بَعْضُ آيَاتِ رَبِّكَ
لاَ يَنْفَعُ نَفْسًا إِيْمَانُهَا
“Pada hari datangnya sebagian tanda-tanda Rabb-mu tidaklah bermanfaat lagi iman
seseorang bagi dirinya.” (Al-An’am: 158)
Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi rahimahullah dan dishahihkannya dari Abu Hurairah
radhiyallahu ‘anhu secara marfu’ (disandarkan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam):
ثَلَاثَةٌ إِذَا خَرَجْنَ لَمْ يَنْفَعْ
نَفْسًا إِيْمَانُهَا لَمْ تَكُنْ آمَنَتْ مِنْ قَبْلُ: الدَّجَّالُ
وَالدَّابَّةُ وَطُلُوْعُ الشَّمْسِ مِنْ مَغْرِبِهَا
“Tiga hal apabila telah muncul (terjadi) maka tiada bermanfaat lagi sebuah
keimanan bagi seorang jiwa yang belum beriman (sebelumnya): Dajjal, daabbah,
dan terbitnya matahari dari arah barat.” (Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani
dalam Shahihul Jami’ no. 3023)
b) Telah ada sinyal dalam Al-Qur`an tentang turunnya Nabi ‘Isa ‘alaihissalam
(di akhir zaman, pen.) sebagaimana dalam firman-Nya Subhanahu wa Ta’ala:
وَإِنْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ إِلاَّ
لَيُؤْمِنَنَّ بِهِ قَبْلَ مَوْتِهِ وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يَكُوْنُ عَلَيْهِمْ
شَهِيْدًا
“Tiada seorang pun dari ahli kitab, kecuali akan beriman kepadanya (‘Isa)
sebelum kematiannya (di akhir zaman, pen.). Dan di hari Kiamat nanti ‘Isa itu
akan menjadi saksi terhadap mereka.” (An-Nisa`: 159)
وَإِنَّهُ لَعِلْمٌ لِلسَّاعَةِ فَلاَ
تَمْتَرُنَّ بِهَا وَاتَّبِعُوْنِ هَذَا صِرَاطٌ مُسْتَقِيْمٌ
“Dan sesungguhnya ‘Isa itu benar-benar memberikan pengetahuan tentang hari
kiamat. Karena itu janganlah kamu ragu-ragu tentang hari kiamat itu dan
ikutilah Aku, inilah jalan yang lurus.” (Az-Zukhruf: 61)
Sebagaimana pula telah sah (dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
pen.) bahwa Nabi ‘Isa ‘alaihissalam lah yang membunuh Dajjal, sehingga cukuplah
disebutkan salah satunya (Nabi ‘Isa ‘alaihissalam, pen.) untuk menunjukkan
keberadaan yang lainnya (Dajjal, pen.). Demikian pula karena keduanya dijuluki
Al-Masih (sehingga cukup disebutkan salah satunya saja, pen.), hanya saja
Dajjal Al-Masih yang sesat sedangkan Nabi ‘Isa Al-Masih yang membawa petunjuk.
c) Disebutkan dalam Tafsir Al-Baghawi, bahwa penyebutan Dajjal ada dalam
Al-Qur`an, sebagaimana dalam firman-Nya:
لَخَلْقُ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ
أَكْبَرُ مِنْ خَلْقِ النَّاسِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لاَ يَعْلَمُوْنَ
“Sesungguhnya penciptaan langit dan bumi lebih besar daripada penciptaan
manusia akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (Al-Mu`min: 57)
Yang dimaksud manusia di sini adalah Dajjal, disebutkan secara umum (manusia,
pen.) sedangkan yang dituju adalah khusus (Dajjal, pen.). Bila hal ini benar,
maka ia merupakan jawaban yang paling tepat dalam permasalahan ini, dan sebagai
penyebutan global bagi apa yang dirinci Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
(perihal Dajjal tersebut, pen.). Wal ‘ilmu ‘indallahi ta’ala.” (Fathul Bari juz
13, hal. 98)
qPernyataan mereka bahwa hadits-hadits seputar Dajjal
bertentangan dengan akal, maka akal siapakah yang dijadikan pijakan?! Padahal
akal manusia itu berbeda-beda baik latar belakang maupun kemampuan nalarnya.
Lebih dari itu, akal manusia amat terbatas kemampuannya, sehingga ia tidak bisa
dijadikan tolok ukur untuk menetapkan atau menolak suatu berita yang sah dalam
agama ini.
Al-Imam Asy-Syathibi rahimahullah berkata: “Sesungguhnya Allah Subhanahu wa
Ta’ala telah memberikan batasan kemampuan akal yang tak bisa dilampaui, dan
Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak memberikan kemampuan bagi akal untuk mengetahui
segala sesuatu yang diinginkan.” (Al-I’tisham juz 2, hal. 318)
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah berkata: “Berbagai
macam berita yang diriwayatkan secara shahih dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam maka benar keberadaannya dan wajib dipercayai, baik dapat dirasakan oleh
panca indera kita maupun yang bersifat ghaib, baik yang dapat dijangkau oleh
akal kita maupun tidak.” (Syarh Lum’atul I’tiqad, hal. 101)
Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah berkata: “Hakikat iman adalah
keyakinan yang sempurna terhadap segala yang diberitakan para rasul, yang
mencakup ketundukan anggota tubuh kepadanya. Iman yang dimaksud di sini
bukanlah yang berkaitan dengan perkara yang bisa dijangkau panca indera, karena
dalam perkara yang seperti ini tidak berbeda antara muslim dengan kafir. Akan
tetapi permasalahannya berkaitan dengan perkara ghaib yang tidak bisa kita
lihat dan saksikan (saat ini). Kita mengimaninya, karena (adanya) berita yang
datang dari Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya. Inilah keimanan yang
membedakan antara muslim dengan kafir, yang mengandung kemurnian iman kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya. Maka, seorang mukmin (wajib) mengimani
semua yang diberitakan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya baik yang dapat
disaksikan oleh panca inderanya maupun yang tidak. Baik yang dapat dijangkau
oleh akal dan nalarnya, maupun yang tidak dapat dijangkaunya. Hal ini berbeda
dengan kaum zanadiqah (yang menampakkan keislaman dan menyembunyikan kekafiran,
-pen.) serta para pengingkar perkara ghaib (yang telah diberitakan Allah
Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya). Dikarenakan akalnya yang bodoh lagi dangkal
serta jangkauan ilmunya yang pendek, akhirnya mereka dustakan segala apa yang
tidak diketahuinya. Maka rusaklah akal-akal (pemikiran) mereka itu, dan
bersihlah akal-akal (pemikiran) kaum mukminin yang selalu berpegang dengan
petunjuk Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (Taisir Al-Karimirrahman hal. 23)
Berikutnya, Allah Maha Kuasa lagi Maha segala-galanya untuk memunculkan manusia
(selain nabi) yang mempunyai kemampuan semacam itu. Sebagaimana pula Dia Maha
Mampu untuk menjadikan hari-hari Dajjal seperti yang diberitakan Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Pernyataan mereka bahwa ketetapan adanya Dajjal akan mengundang untuk mengaku sebagai Dajjal sehingga
ditiadakan saja, makaqorang
tidak bisa dibenarkan, karena berita yang sah dari Allah Subhanahu wa Ta’ala
dan Rasul-Nya tidaklah boleh ditolak dengan kemungkinan-kemungkinan semacam
ini. Bahkan semua itu wajib diimani dan diterima dengan lapang dada, walaupun
ada orang yang terfitnah dengan apa yang dipropagandakannya. (Lihat Iqamatul
Burhan/ Majalah Al-Buhuts Al-Islamiyyah no.13, tahun 1405 H, hal. 112)
2. Pendapat kedua
Pendapat kedua adalah pendapat yang lemah berdasarkan uraian berikut ini:
qSemua yang diberitakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam seputar Dajjal dan segala kemampuannya (dengan izin Allah Subhanahu wa
Ta’ala) bukanlah khayal ataupun sulap. Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullah
berkata: “Pernyataan mereka bahwa apa yang ditampilkan oleh Dajjal itu hanyalah
sulap dan khayal merupakan pernyataan yang lemah dan tidak bisa diterima.
Karena semua yang diberitakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam seputar
Dajjal dan segala kemampuannya merupakan sesuatu yang nyata (bisa terjadi) dan
akal/nalar pun bisa menerimanya. Sehingga wajib difahami sesuai dengan
hakikat/zhahirnya (yang diberitakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam).”
(At-Tadzkirah, hal. 553)
qPernyataan mereka: “Jika semua yang ditampilkan Dajjal di
hadapan umat manusia itu ada hakikatnya, niscaya akan menjadi rancu antara pendusta
dan yang jujur, dan tidak ada bedanya antara seorang nabi dengan yang mengaku
nabi,” tidaklah bisa dibenarkan.
Al-Qadhi ‘Iyadh rahimahullah berkata: “(Asumsi) yang demikian merupakan suatu
kesalahan dari mereka. Karena Dajjal dengan segala kemampuannya (dengan izin
Allah Subhanahu wa Ta’ala) tidaklah mengaku sebagai nabi, akan tetapi justru
mengaku sebagai Allah Subhanahu wa Ta’ala yang berhak diibadahi. Padahal
realita keadaannya, baik dari segi sepak terjangnya, adanya ciri makhluk pada
dirinya, kondisinya yang cacat fisik, tidak mampu mengubah matanya yang buta
sebelah menjadi normal, dan tidak mampu pula menghilangkan tanda kafir yang ada
pada dahinya, merupakan bukti kuat bahwa dia pendusta.” (Al-Minhaj Syarh Shahih
Muslim bin Hajjaj, juz 18, hal. 243)
Jawaban senada juga disampaikan Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullah, sebagaimana
dalam kitabnya At-Tadzkirah (hal. 552).
3. Pendapat ketiga:
qAdapun pendapat ketiga, maka dasarnya cukup kuat. Di samping
dari Al-Qur`an sebagaimana yang diulas oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah
di atas, hadits-hadits mutawatir sebagaimana yang dinyatakan Al-Hafizh Ibnu
Katsir rahimahullah dan Asy-Syaikh Hamud At-Tuwaijiri rahimahullah, serta
kesepakatan Ahlus Sunnah dari kalangan ahli hadits dan ahli fiqih sebagaimana
yang dijelaskan Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullah.
Pendapat Manakah yang Kuat (Rajih)?
Maka pendapat yang kuat dalam permasalahan ini tentunya pendapat ketiga yang
menyatakan bahwa Dajjal benar adanya, dan segala apa yang ditampilkannya di
hadapan umat manusia adalah nyata, bukan khayal ataupun sulap. Dasar tarjihnya
sebagai berikut:
1. Pendapat ini didasari dalil-dalil yang kuat baik dari Al-Qur`an, hadits
mutawatir, dan juga kesepakatan Ahlus Sunnah wal Jamaah. Sementara pendapat
pertama dan kedua tidak demikian adanya.
2. Segala berita yang sah (bersumber) dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
wajib diterima dan diyakini kebenarannya. Apalagi bila berita tersebut
diriwayatkan secara mutawatir yang merupakan tingkatan tertinggi dari suatu
hadits. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُوْلُ فَخُذُوْهُ
وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ شَدِيْدُ
الْعِقَابِ
“Apa yang diberitakan Rasul kepada kalian maka terimalah dia, dan apa yang
dilarangnya maka tinggalkanlah; dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya
Allah sangat keras hukuman-Nya.” (Al-Hasyr: 7)
وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُوْلَ مِنْ
بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيْلِ الْمُؤْمِنِيْنَ
نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيْرًا
“Dan barangsiapa menentang Rasul setelah jelas baginya kebenaran, dan mengikuti
selain jalannya orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa bergelimang dalam
kesesatan dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk
tempat kembali.” (An-Nisa`: 115)
Hal itu karena segala apa yang datang dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam adalah wahyu yang turun dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebagaimana
firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى. إِنْ
هُوَ إِلاَّ وَحْيٌ يُوْحَى
“Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya
itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” (An-Najm: 3-4)
3. Tidak adanya dalil dari Al-Qur`an, hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam, ijma’ ataupun perkataan sahabat yang mengingkari adanya Dajjal, bahkan
semuanya menunjukkan bahwa Dajjal itu ada.
4. Ingkar terhadap keberadaan Dajjal merupakan pendapat ahlul bid’ah wal furqah
dari kalangan Khawarij, Jahmiyyah, dan sebagian Mu’tazilah. Dilihat dari
narasumbernya saja (yakni ahlul bid’ah wal furqah) sudah tidak layak, apalagi
nyata-nyata bertentangan dengan hadits mutawatir dan kesepakatan ulama Ahlus
Sunnah wal Jamaah dari kalangan ahli fiqih dan ahli hadits.
5. Keimanan akan adanya Dajjal termasuk masalah aqidah (prinsip), sehingga
disebutkan oleh para ulama dalam kitab-kitab aqidah mereka. Di antaranya:
Al-Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah berkata: “(Di antara Ahlus Sunnah, pen.) beriman akan kemunculan
Al-Masih Dajjalqprinsip (di akhir
zaman, pen.) yang pada dahinya tertulis huruf yang bermakna kafir, beriman
dengan hadits-hadits seputar Dajjal dan mengimani keberadaannya, serta beriman
bahwa Nabi ‘Isa ‘alaihissalam akan turun (ke muka bumi) dan membunuh Dajjal di
Bab Ludd.” (Ushul As-Sunnah, hal. 33-34)
qAl-Imam Al-Barbahari rahimahullah berkata: “Mengimani
(berita) kemunculan Al-Masih Dajjal (di akhir zaman, pen.) dan turunnya Nabi
‘Isa bin Maryam ‘alaihissalam (ke muka bumi) lalu membunuh Dajjal.” (Syarhus
Sunnah hal. 75)
qAl-Imam Ath-Thahawi Al-Hanafi rahimahullah berkata: “Kami
beriman akan adanya tanda-tanda hari kiamat seperti munculnya Dajjal dan
turunnya Nabi ‘Isa ‘alaihissalam dari langit.” (Lihat Syarh Al-’Aqidah
Ath-Thahawiyyah, karya Al-Imam Ibnu Abil ‘Izz rahimahullah hal. 754)
qAl-Imam Abu Muhammad ibnul Husain, yang lebih dikenal dengan
sebutannya Ibnul Haddad Asy-Syafi’i rahimahullah berkata: “Bahwa tanda-tanda
yang akan muncul menjelang hari kiamat seperti munculnya Dajjal, turunnya Nabi
Isa ‘alaihissalam, asap tebal, daabbah, terbitnya matahari dari arah barat, dan
lain sebagainya dari tanda-tanda yang terdapat dalam hadits-hadits shahih
adalah benar.” (‘Aqidah Ibnil Haddad, dinukil dari Iqamatul Burhan/Majalah
Al-Buhuts Al-Islamiyyah no. 13, tahun 1405 H, hal. 109)
qAl-Imam Ibnu Qudamah Al-Maqdisi Al-Hanbali rahimahullah
berkata: “Wajib (bagi setiap muslim, -pen.) untuk beriman kepada semua yang
diberitakan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan apa yang dinukil secara
shahih dari beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, baik perkara tersebut dapat
dilihat mata maupun yang bersifat ghaib. Kami meyakini bahwa semua itu benar
dan dapat dipercaya… (hingga perkataan beliau)... di antaranya adalah yang
berkaitan dengan tanda-tanda hari kiamat, seperti munculnya Dajjal, turunnya
Nabi ‘Isa ‘alaihissalam dan akhirnya membunuh Dajjal, munculnya Ya’juj dan
Ma’juj, terbitnya matahari dari arah barat, keluarnya daabbah, dan lain
sebagainya yang telah shahih penukilannya (dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam, pen.).” (Lum’atul I’tiqad, lihat syarah Asy-Syaikh Muhammad bin
Shalih Al-Utsaimin, hal. 101)
Akhir kata, semoga sajian seputar Dajjal dan keberadaannya ini dapat difahami
sebaik-baiknya, khususnya poin diskusi pendapat dan tarjihnya. Dengan suatu
harapan yang mulia, agar kita semua berpegang teguh dengan Al-Qur`an dan Sunnah
Rasul-Nya serta keterangan para ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah dalam
permasalahan ini, sehingga mempunyai satu kesimpulan yang sama; bahwa
keberadaan Dajjal (di akhir zaman) benar adanya, dan segala apa yang ditampilkannya
di hadapan umat manusia adalah nyata bukan khayal ataupun sulap.
Wallahu a’lam bish-shawab.
1 Sebagaimana riwayat Muslim dari hadits ‘Imran bin Hushain radhiyallahu ‘anhu
no. 2946.
2 Sebagaimana riwayat Muslim dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu no.
2947.
3 Sebagaimana riwayat Muslim dari hadits Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu no.
2933 dan Hudzaifah no. 2934.
4 Sebagaimana riwayat Muslim dari hadits An-Nawwas bin Sam’an radhiyallahu
‘anhu no. 2137.
5 Sebagaimana riwayat Muslim dari hadits Tamim Ad-Dari radhiyallahu ‘anhu no.
2942.
6 Sebagaimana riwayat Muslim dari hadits Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu
no. 2938, Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu no. 2933, dan Hudzaifah
radhiyallahu ‘anhu no. 2934.
7 Sebagaimana riwayat Muslim dari hadits An-Nawwas bin Sam’an radhiyallahu
‘anhu no. 2137.
8 Ini merupakan prinsip yang batil. Karena, kalaulah akal itu lebih utama dari
syariat niscaya Allah Subhanahu wa Ta’ala akan perintahkan kita untuk
merujuknya ketika terjadi perselisihan. Namun kenyataannya Allah Subhanahu wa
Ta’ala justru memerintahkan kita untuk merujuk kepada Al-Qur`an dan As-Sunnah,
sebagaimana yang terdapat dalam Surat An-Nisa` ayat 59 di atas. Jika akal itu
lebih utama dari syariat niscaya Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak akan mengutus
para rasul pada tiap-tiap umat dalam rangka membimbing mereka menuju jalan yang
benar sebagaimana yang terdapat dalam surat An-Nahl ayat 36. Kalaulah akal itu
lebih utama dari syariat, lantas akal siapakah yang dijadikan sebagai tolok ukur?!
Dan banyak hujjah-hujjah lain yang menunjukkan batilnya kaidah ini. Untuk lebih
rincinya lihat kitab Dar`u Ta’arudhil ‘Aqli wan Naqli, karya Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyyah rahimahullah dan kitab Ash-Shawa’iq Al-Mursalah ‘Alal
Jahmiyyatil Mu’aththilah, karya Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullah.
9 Yakni tidak menemukan solusi dari masalah yang dibahasnya.
10 Lihat keterangan Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah tentang ayat ini pada sub
judul Diskusi Pendapat (pendapat pertama).
Sumber:
http://www.asysyariah.com/syariah.php?menu=detil&id_online=530
Dajjal, Antara
Kenyataan dan Kamuflase
Penulis: Al-Ustadz Abu Usamah Abdurrahman
Aqidah, 06 Oktober 2007, 05:37:55
“Dajjal”
acap menjadi topik seru yang dibicarakan banyak orang. Perkaranya pun kian
hangat dengan munculnya orang-orang yang mengaku atau dianggap orang lain
sebagai Dajjal, seperti yang dialamatkan pada Sri Sathya Sai Baba, seorang
begawan dari India. Benarkah dia Dajjal?1
Jika ditinjau dari sisi bahasa, makna Dajjal adalah sangat tepat untuknya,
karena Dajjal berarti banyak berdusta dan menipu. Siapa pun yang banyak
berdusta dan menipu, ada pengikutnya ataupun tidak, maka dia adalah Dajjal.
Demikianlah yang diistilahkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
tentang mereka. Beliau menjelaskan hal ini dalam banyak hadits seperti yang
diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhari rahimahullahu dalam dua tempat (no. 3340
dalam Kitabul Manaqib dan no. 6588 dalam Kitab Al-Fitan) dan Muslim
rahimahullahu dalam dua tempat (no. 8 dalam Muqaddimah dan no. 5205 dalam Kitab
Al-Fitan Wa Asyrathis Sa’ah) dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu:
لاَ تَقُوْمُ السَّاعَةُ حَتَّى
تَقْتَتِلَ فِئَتَانِ عَظِيْمَتَانِ يَكُوْنُ بَيْنَهُمَا مَقْتَلَةٌ عَظِيْمَةٌ
دَعْوَتُهُمَا وَاحِدَةٌ وَحَتَّى يُبْعَثَ دَجَّالُوْنَ كَذَّابُوْنَ قَرِيْبٌ
مِنْ ثَلاَثِيْنَ كُلُّهُمْ يَزْعُمُ أَنَّهُ رَسُوْلُ اللهِ وَحَتَّى يُقْبَضَ
الْعِلْمُ وَتَكْثُرَ الزَّلاَزِلُ وَيَتَقَارَبَ الزَّمَانُ وَتَظْهَرَ الْفِتَنُ
وَيَكْثُرَ الْهَرْجُ وَهُوَ الْقَتْلُ وَحَتَّى يَكْثُرَ فِيْكُمُ الْمَالُ فَيَفِيْضَ
حَتَّى يُهِمَّ رَبَّ الْمَالِ مَنْ يَقْبَلُ صَدَقَتَهُ وَحَتَّى يَعْرِضَهُ
عَلَيْهِ فَيَقُوْلَ الَّذِي يَعْرِضُهُ عَلَيْهِ: لاَ
أَرَبَ لِي بِهِ؛ وَحَتَّى يَتَطَاوَلَ النَّاسُ فِي الْبُنْيَانِ وَحَتَّى
يَمُرَّ الرَّجُلُ بِقَبْرِ الرَّجُلِ فَيَقُوْلُ: يَا
لَيْتَنِي مَكَانَهُ؛ وَحَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ مِنْ مَغْرِبِهَا فَإِذَا
طَلَعَتْ وَرَآهَا النَّاسُ يَعْنِي آمَنُوا أَجْمَعُوْنَ فَذَلِكَ حِيْنَ لاَ
يَنْفَعُ نَفْسًا إِيْمَانُهَا لَمْ تَكُنْ آمَنَتْ مِنْ قَبْلُ أَوْ كَسَبَتْ فِي
إِيْمَانِهَا خَيْرًا
“Tidak akan terjadi hari kiamat sehingga dua kelompok besar saling berperang
dan banyak terbunuh di antara dua kelompok tersebut, yang seruan mereka adalah
satu. Dan hingga dibangkitkannya para Dajjal lagi pendusta hampir 30 orang,
semuanya mengaku bahwa dirinya Rasulullah, dicabutnya ilmu, banyak terjadi
gempa, zaman berdekatan, fitnah menjadi muncul, banyak terjadi pembunuhan,
berlimpah ruahnya harta di tengah kalian sehingga para pemilik harta bingung
terhadap orang yang akan menerima shadaqahnya. Sampai dia berusaha
menawarkannya kepada seseorang namun orang tersebut berkata: ‘Saya tidak
membutuhkannya’; orang berlomba-lomba dalam meninggikan bangunan. Ketika
seseorang lewat pada sebuah kuburan dia berkata: ‘Aduhai jika saya berada di
sana’; terbitnya matahari dari sebelah barat dan apabila terbit dari sebelah
barat di saat orang-orang melihatnya, mereka beriman seluruhnya (maka itulah
waktu yang tidak bermanfaat keimanan bagi setiap orang yang sebelumnya dia
tidak beriman atau dia tidak berbuat kebaikan dengan keimanannya).”
Dari keterangan di atas jelaslah bahwa kata Dajjal sering dipakai untuk menamai
seseorang yang banyak berdusta dan banyak menipu umat. Para dedengkot kesesatan
yang memproklamirkan diri sebagai nabi setelah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam adalah para Dajjal. Dan bila disebutkan Dajjal secara mutlak (tanpa
keterangan tambahan, red.) maka tidak ada yang tergambar dalam benak setiap
orang melainkan Ad-Dajjal Al-Akbar (yang terbesar), yang akan muncul di akhir
zaman sebagai tanda dekatnya hari kiamat dengan sifat-sifat yang sudah jelas
sebagaimana dijelaskan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Mengimani Munculnya Dajjal Al-Akbar
Tidak ada keraguan bagi orang yang beriman terhadap segala berita yang datang
dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, masuk akal ataupun tidak. Karena
mereka meyakini bahwa segala yang diberitakan oleh Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam, sepanjang riwayatnya shahih, merupakan berita wahyu dari
Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan segala perkara yang disebutkan oleh Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang terkait dengan Dajjal –seperti
sifat-sifatnya, kejadian-kejadian luar biasa yang diperbuatnya, masa tinggalnya
di atas dunia, para pengikutnya, tempat turunnya, siapa yang akan membunuhnya
dan sebagainya– bagi orang yang beriman bukanlah sebuah khurafat dan tahayul
yang menjajah akal serta hati mereka. Bukan pula sebuah keanehan bagi Allah
Subhanahu wa Ta’ala untuk menjadikan keluarbiasaan pada diri Dajjal. Dan ini
tidak akan mengurangi kemuliaan Allah Subhanahu wa Ta’ala sedikitpun. Mereka
menjadikan segala yang terkait dengan Dajjal sebagai perkara yang akan menambah
dan mengokohkan keimanan mereka terhadap kekuasaan Allah Subhanahu wa Ta’ala
serta kebenaran berita Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka akan
menjadikan segala yang terkait dengan Dajjal sebagai ujian yang datang dari
Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk menambah kebajikan mereka di atas kebajikan.
Tidak ada ucapan yang keluar dari orang-orang yang beriman melainkan:
آمَنَّا بِهِ كُلٌّ مِنْ عِنْدِ
رَبِّنَا
“Kami beriman kepadanya, semuanya itu dari sisi Rabb kami.” (Ali ‘Imran: 7)
سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا
“Kami mendengar dan kami patuh.” (Al-Baqarah: 285)
Dajjal sebagai Tanda Hari Kiamat
Munculnya Dajjal merupakan salah satu tanda hari kiamat kubra (tanda-tanda yang
besar). Artinya, tanda-tanda yang muncul mendekati hari kiamat dan bukan tanda
yang biasa terjadi. Seperti munculnya Dajjal, turunnya ‘Isa, munculnya Ya’juj
dan Ma’juj, serta terbitnya matahari dari sebelah barat. (Lihat At-Tadzkirah
karya Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullahu hal. 264, Fathul Bari 13/485, dan Ikmal
Mu’allim Syarah Shahih Muslim, 1/70)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberitakan akan munculnya
Dajjal di dalam banyak hadits. Di antaranya yang diriwayatkan oleh Al-Imam
Muslim rahimahullahu (no. 5228) dari An-Nawwas bin Sam’an radhiyallahu ‘anhu:
ذَكَرَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الدَّجَّالَ ذَاتَ غَدَاةٍ فَخَفَّضَ فِيْهِ وَرَفَّعَ حَتَّى
ظَنَنَّاهُ فِي طَائِفَةِ النَّخْلِ فَلَمَّا رُحْنَا إِلَيْهِ عَرَفَ ذَلِكَ
فِيْنَا. فَقَالَ: مَا
شَأْنُكُمْ؟ قُلْنَا:
يَا رَسُوْلَ اللهِ ذَكَرْتَ
الدَّجَّالَ غَدَاةً فَخَفَّضْتَ فِيْهِ وَرَفَّعْتَ حَتَّى ظَنَنَّاهُ فِي
طَائِفَةِ النَّخْلِ.
فَقَالَ: غَيْرُ
الدَّجَّالِ أَخْوَفُنِي عَلَيْكُمْ، إِنْ يَخْرُجْ وَأَنَا فِيْكُمْ فَأَنَا
حَجِيْجُهُ دُوْنَكُمْ، وَإِنْ يَخْرُجْ وَلَسْتُ فِيْكُمْ فَامْرُؤٌ حَجِيْجُ
نَفْسِهِ
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkisah tentang Dajjal pada pagi
hari dan beliau mengangkat dan merendahkan suaranya seakan-akan kami menyangka
dia (Dajjal) berada di sebagian pohon korma. Lalu kami berpaling dari sisi
Rasulullah. Kemudian kami kembali kepada beliau dan beliau mengetahui hal ini,
lalu beliau berkata: ‘Ada apa dengan kalian?’ Kami berkata: ‘Ya Rasulullah,
engkau bercerita tentang Dajjal pada pagi hari dan engkau mengangkat serta
merendahkan suara, sehingga kami menyangka bahwa dia berada di antara pepohonan
korma.’ Rasulullah lantas bersabda: ‘Bukan Dajjal yang aku khawatirkan atas
kalian. Dan jika dia keluar dan aku berada di tengah kalian maka akulah yang
akan menyelesaikan urusannya. Dan jika dia keluar dan aku tidak berada di
tengah kalian, maka setiap orang menyelesaikan urusannya masing-masing’.”
Diriwayatkan oleh Ibnu Majah rahimahullahu dalam Kitabul Fitan (no. 4045) dari
Hudzaifah bin Usaid Abu Suraihah radhiyallahu ‘anhu:
كُنَّا قُعُوْدًا نَتَحَدَّثُ فِي ظِلِّ
غُرْفَةٍ لِرَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرْنَا
السَّاعَةَ فَارْتَفَعَتْ أَصْوَاتُنَا فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
لَنْ تَكُوْنَ - أَوْ
لَنْ تَقُوْمَ - السَّاعَةُ حَتَّى يَكُوْنَ قَبْلَهَا
عَشْرُ آيَاتٍ طُلُوْعُ الشَّمْسِ مِنْ مَغْرِبِهَا وَخُرُوْجُ الدَّابَّةِ
وَخُرُوْجُ يَأْجُوْجَ وَمَأْجُوْجَ وَالدَّجَّالُ وَعِيْسَى ابْنُ مَرْيَمَ
وَالدُّخَانُ وَثَلاَثَةُ خُسُوْفٍ خَسْفٌ بِالْمَغْرِبِ وَخَسْفٌ بِالْمَشْرِقِ
وَخَسْفٌ بِجَزِيْرَةِ الْعَرَبِ وَآخِرُ ذَلِكَ تَخْرُجُ نَارٌ مِنْ الْيَمَنِ
مِنْ قَعْرِ عَدَنٍ تَسُوْقُ النَّاسَ إِلَى الْمَحْشَرِ
“Kami sedang duduk-duduk berbincang di bayang-bayang salah satu kamar
Rasulullah. Kami berbincang tentang hari kiamat, dan suara kami pun menjadi
meninggi. Lalu beliau bersabda: ‘Tidak akan terjadi hari kiamat sehingga muncul
sepuluh tanda; yaitu terbitnya matahari dari sebelah barat, munculnya Dajjal,
munculnya asap, keluarnya binatang, munculnya Ya’juj dan Ma’juj, turunnya Isa
putra Maryam, dan tiga khusuf (terbenam ke dalam bumi), satu di timur, satu di
barat dan satu di Jazirah Arab, dan api yang keluar dari arah Yaman dari
dataran terendah ‘Adn yang menggiring manusia ke tempat mahsyar’.”
Berita tentang munculnya Dajjal dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
yang wajib diimani dengan sifat-sifat yang telah disebutkan dengan terang dan
jelas yang tidak butuh penakwilan apapun, di antaranya:
1. Dia dari Bani Adam
2. Laki-laki
3. Pemuda
4. Pendek
5. Berkulit merah
6. Keriting rambutnya
7. Dahinya lebar
8. Lehernya lebar
9. Matanya buta sebelah kanan
10.Tertulis di antara dua matanya ك ف ر (yang
bermakna kafir)
11.Tidak berketurunan
12.Pada matanya sebelah kiri terdapat daging tumbuh.
Sifat-sifat di atas disebutkan di dalam banyak hadits baik dalam Ash-Shahihain
(Al-Bukhari dan Muslim) atau selain keduanya.
Dajjal adalah dari Bani Adam, Bukan Lambang Kejahatan dan Kerusakan
Termasuk benarnya keimanan seorang hamba kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan
Rasul-Nya yaitu mengimani bahwa Dajjal adalah dari Bani Adam, dan bukan sebuah
lambang kejahatan dan lambang khurafat, seperti yang telah dikatakan oleh
Muhammad Abduh dalam kitab tafsirnya Al-Manar (3/317), lalu diikuti oleh Abu
‘Ubayyah yang mengatakan bahwa Dajjal adalah sebuah lambang dari kejahatan dan
bukan salah seorang Bani Adam. (Asyrathus Sa’ah, hal. 316)
Penakwilan ini termasuk sikap memalingkan makna lahiriah (tekstual) nash-nash.
Asal Dajjal dari Bani Adam telah dijelaskan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam dalam banyak hadits. Dari penjelasan nash tersebut tidaklah masuk
akal bila dimaknakan kepada sebuah lambang. Coba perhatikan hadits di bawah ini
yang diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhari rahimahullahu (no. 6484) dan Al-Imam
Muslim rahimahullahu (no. 246) dari sahabat Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma:
ذَكَرَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا بَيْنَ ظَهْرَانَيِ النَّاسِ الْمَسِيْحَ الدَّجَّالَ،
فَقَالَ: إِنَّ اللهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى
لَيْسَ بِأَعْوَرَ أَلاَ إِنَّ الْمَسِيْحَ الدَّجَّالَ أَعْوَرُ عَيْنِ
الْيُمْنَى كَأَنَّ عَيْنَهُ عِنَبَةٌ طَافِيَةٌ. قَالَ: وَقَالَ
رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَرَانِي
اللَّيْلَةَ فِي الْمَنَامِ عِنْدَ الْكَعْبَةِ فَإِذَا رَجُلٌ آدَمُ كَأَحْسَنِ
مَا تَرَى مِنْ أُدْمِ الرِّجَالِ تَضْرِبُ لِمَّتُهُ بَيْنَ مَنْكِبَيْهِ، رَجِلُ
الشَّعْرِ يَقْطُرُ رَأْسُهُ مَاءً، وَاضِعًا يَدَيْهِ عَلَى مَنْكِبَيْ
رَجُلَيْنِ وَهُوَ بَيْنَهُمَا يَطُوْفُ بِالْبَيْتِ فَقُلْتُ: مَنْ
هَذَا؟ فَقَالُوا: الْمَسِيْحُ ابْنُ مَرْيَمَ. وَرَأَيْتُ
وَرَاءَهُ رَجُلاً جَعْدًا قَطَطًا أَعْوَرَ عَيْنِ الْيُمْنَى كَأَشْبَهِ مَنْ
رَأَيْتُ مِنْ النَّاسِ بِابْنِ قَطَنٍ، وَاضِعًا يَدَيْهِ عَلَى مَنْكِبَيْ
رَجُلَيْنِ يَطُوْفُ بِالْبَيْتِ.
فَقُلْتُ: مَنْ
هَذَا؟ قَالُوا: هَذَا الْمَسِيْحُ الدَّجَّالُ
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan pada suatu hari di tengah
keramaian tentang Al-Masih Ad-Dajjal. Beliau berkata: “Sesungguhnya Allah tidak
buta sebelah, dan ketahuilah Al-Masih Ad-Dajjal adalah buta mata sebelah
kanannya, seperti buah anggur yang menonjol.” Ibnu ‘Umar berkata: “Rasulullah
bersabda: ‘Diperlihatkan dalam mimpiku pada suatu malam ketika aku berada di
Ka’bah, kemunculan secara tiba-tiba seseorang dari Bani Adam yang terlihat
sangat bagus, berkulit sawo matang dari Bani Adam, rambutnya tersisir di antara
kedua pundaknya, dalam keadaan meletakkan kedua tangannya di atas dua pundak
dua lelaki dan dia melaksanakan thawaf di antara keduanya aku berkata: ‘Siapa
ini?’ Mereka berkata: ‘Al-Masih bin Maryam.’ Dan aku melihat di belakangnya ada
seseorang yang sangat keriting rambutnya dan buta matanya sebelah kanan dan
serupa dengan Ibnu Qathan. Dia meletakkan tangannya di atas pundak dua
laki-laki dan thawaf di Ka’bah. Lalu aku berkata: ‘Siapa ini?’ Mereka menjawab:
‘Ini adalah Al-Masih Ad-Dajjal’.”
Kenapa Tidak Disebutkan Dajjal Di dalam Al-Qur`an dengan Jelas Sebagaimana
dalam Hadits-hadits?
Mungkin orang-orang akan bertanya kenapa tidak disebutkan di dalam Al-Qur`an
dengan jelas tentang Dajjal sebagaimana disebutkan di dalam hadits-hadits?
Padahal perkara Dajjal tidaklah jauh lebih besar dari perkara Ya’juj dan
Ma’juj, sementara urusan Ya’juj dan Ma’juj disebutkan di dalam Al-Qur`an?
Telah disebutkan alasannya oleh para ulama dalam banyak pendapat. Di antaranya:
1. Penyebutan Dajjal di dalam Al-Qur`an termasuk dalam kandungan ayat:
هَلْ يَنْظُرُوْنَ إِلاَّ أَنْ
تَأْتِيَهُمُ الْمَلاَئِكَةُ أَوْ يَأْتِيَ رَبُّكَ أَوْ يَأْتِيَ بَعْضُ آيَاتِ
رَبِّكَ يَوْمَ يَأْتِي بَعْضُ آيَاتِ رَبِّكَ لاَ يَنْفَعُ نَفْسًا إِيْمَانُهَا
لَمْ تَكُنْ آمَنَتْ مِنْ قَبْلُ أَوْ كَسَبَتْ فِي إِيْمَانِهَا خَيْرًا قُلِ
انْتَظِرُوا إِنَّا مُنْتَظِرُوْنَ
“Yang mereka nanti-nanti tidak lain hanyalah kedatangan malaikat kepada mereka
(untuk mencabut nyawa mereka) atau kedatangan (siksa) Rabbmu atau kedatangan
beberapa ayat Rabbmu. Pada hari datangnya ayat dari Rabbmu, tidaklah bermanfaat
lagi iman seseorang kepada dirinya sendiri yang belum beriman sebelum itu, atau
dia (belum) mengusahakan kebaikan dalam masa imannya. Katakanlah: ‘Tunggulah
olehmu, sesungguhnya kamipun menunggu (pula)’.” (Al-An’am: 158)
Yang dimaksud dengan ‘tanda-tanda Rabbmu’ dalam ayat ini adalah munculnya
Dajjal, terbitnya matahari dari sebelah barat, dan munculnya daabbah
(binatang). Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan di dalam
sebuah sabdanya:
ثَلاَثَةٌ إِذَا خَرَجْنَ لَمْ يَنْفَعْ
نَفْسًا إِيْمَانُهَا لَمْ تَكُنْ آمَنَتْ مِنْ قَبْلُ: الدَّجَّالُ
وَالدَّابَّةُ وَطُلُوْعُ الشَّمْسِ مِنْ مَغْرِبِهَا
“Tiga hal apabila telah muncul (terjadi) maka tiada bermanfaat lagi sebuah
keimanan bagi seorang jiwa yang belum beriman (sebelumnya): Dajjal, daabbah,
dan terbitnya matahari dari arah barat.”
2. Al-Qur`an menyebutkan akan turunnya Nabi ‘Isa ‘alaihissalam dan dialah yang
akan membunuh Dajjal. Maka dengan menyebutkan Masihil Huda (Nabi ‘Isa
‘alaihissalam) sudah cukup dari penyebutan Masihidh Dhalal (Dajjal). Dan
kebiasaan orang Arab adalah mencukupkan diri dengan menyebutkan salah satu yang
berlawanan.
3. Bahwa munculnya Dajjal disebutkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam
firman-Nya:
لَخَلْقُ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ
أَكْبَرُ مِنْ خَلْقِ النَّاسِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لاَ يَعْلَمُوْنَ
“Sesungguhnya penciptaan langit dan bumi lebih besar daripada penciptaan
manusia akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (Al-Mu`min: 57)
Yang dimaksud kata “manusia” di dalam ayat ini adalah Dajjal. Dalam istilah
kaidah bahasa termasuk dalam bab penyebutan secara umum sedangkan yang dimaksud
adalah khusus, yaitu Dajjal. Abu ‘Aliyah berkata: “Artinya lebih besar dari
penciptaan Dajjal yang diagungkan oleh orang-orang Yahudi.” (Tafsir
Al-Qurthubi, 15/325)
Dan Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullahu berkata: “Ini, kalau memang benar,
adalah sebaik-baik jawaban. Dan ini termasuk perkara-perkara yang ditugaskan
kepada Rasul-Nya untuk dijelaskan. Dan ilmunya ada di sisi Allah Subhanahu wa
Ta’ala.” (Fathul Bari, 13/92)
4. Al-Qur`an tidak menyebutkan Dajjal sebagai bentuk penghinaan terhadapnya. Di
mana dia menobatkan dirinya sebagai Tuhan, padahal dia adalah manusia. Tentu
sikapnya ini menafikan kemahaagungan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan
kemahasempurnaan-Nya serta kesucian-Nya dari sifat-sifat kekurangan. Oleh
karena itu, urusan Dajjal di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah sangat hina
dan kecil untuk disebutkan.
Jika demikian, mengapa tentang Fir’aun yang mengaku sebagai Tuhan disebutkan di
dalam Al-Qur`an? Jawabannya adalah: “Perkara Fir’aun telah selesai dan habis
masanya, dan disebutkan sebagai peringatan bagi manusia. Adapun urusan Dajjal,
akan muncul di akhir zaman sebagai ujian bagi manusia.”
Dan terkadang, sesuatu itu tidak disebutkan karena jelas dan nyata perkaranya.
Inilah beberapa pendapat dari jawaban dan alasan ulama tentang mengapa tidak disebutkan
permasalahan Dajjal di dalam Al-Qur`an. Pertanyaan-pertanyaan seperti itu wajar
bila muncul, karenanya Ibnu Hajar rahimahullahu menjelaskan: “Pertanyaan
tentang tidak disebutkannya Dajjal di dalam Al-Qur`an akan terus muncul. Karena
Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan perkara Ya`juj dan Ma`juj, sementara
fitnah mereka sama dengan fitnahnya Dajjal.” (Fathul Bari, 13/91-92)
Pengarang kitab Asyrathus Sa’ah menguatkan pendapat yang pertama yaitu Dajjal
telah disebutkan di dalam Al-Qur`an sebagaimana kandungan ayat dalam surat
Al-An’am di atas secara global, dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
diamanatkan untuk menjelaskannya (secara rinci). (Asyrathus Sa’ah, hal. 333)
Fitnah Dajjal
Tidak ada yang mengingkari bahwa fitnah Dajjal adalah fitnah besar sepanjang
perjalanan hidup Bani Adam di atas dunia ini sampai pada hari kiamat. Hal ini
disebabkan berbagai bentuk keanehan yang diciptakan Allah Subhanahu wa Ta’ala
yang bisa diperbuat oleh Dajjal tersebut, sebagaimana dijelaskan dalam banyak riwayat.
Dua fitnah yang sesungguhnya diusung oleh Dajjal untuk merekrut pengikut itulah
fitnah syahwat dan fitnah syubuhat. Di bawah ini akan dijelaskan beberapa
fitnah besar Dajjal terhadap umat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
1. Bersama Dajjal ada surga dan neraka
Diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim dalam Shahih-nya (no. 2934) dari sahabat
Hudzaifah bin Al-Yaman radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
الدَّجَّالُ أَعْوَرُ الْعَيْنِ
الْيُسْرَى جُفَالُ الشَّعَرِ مَعَهُ جَنَّةٌ وَنَارٌ فَنَارُهُ جَنَّةٌ
وَجَنَّتُهُ نَارٌ
“Dajjal adalah buta sebelah kiri, sangat keriting rambutnya, dan bersamanya
surga dan neraka. Namun nerakanya adalah surga dan surganya adalah neraka.”
2. Bersamanya ada sungai-sungai yang penuh air
Diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim rahimahullahu (no. 2934) dari shahabat
Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu berkata Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
لَأَنَا أَعْلَمُ بِمَا مَعَ
الدَّجَّالِ، مِنْهُ مَعَهُ نَهْرَانِ يَجْرِيَانِ أَحَدُهُمَا رَأْيَ الْعَيْنِ
مَاءٌ أَبْيَضُ وَاْلآخَرُ رَأْيَ الْعَيْنِ نَارٌ تَأَجَّجُ فَإِمَّا أَدْرَكَنَّ
أَحَدٌ فَلْيَأْتِ النَّهْرَ الَّذِي يَرَاهُ نَارًا وَلْيُغَمِّضْ ثُمَّ
لْيُطَأْطِئْ رَأْسَهُ فَيَشْرَبَ مِنْهُ فَإِنَّهُ مَاءٌ بَارِدٌ، وَإِنَّ الدَّجَّالَ
مَمْسُوْحُ الْعَيْنِ عَلَيْهَا ظَفَرَةٌ غَلِيْظَةٌ مَكْتُوْبٌ بَيْنَ عَيْنَيْهِ
كَافِرٌ يَقْرَؤُهُ كُلُّ مُؤْمِنٍ كَاتِبٍ وَغَيْرِ كَاتِبٍ
“Sesungguhnya aku mengetahui apa yang menyertai Dajjal. Yaitu, bersamanya ada
dua sungai yang mengalir. Dengan penglihatan mata, salah satunya adalah air
yang putih dan yang lain api yang berkobar. Maka barangsiapa menjumpai yang
demikian hendaklah dia mendatangi sungai yang dia lihat sebagai api dan
pejamkan matanya kemudian tundukkan kepalanya dan minumlah darinya, karena
sesungguhnya itu adalah air yang dingin. Sesungguhnya Dajjal buta dan pada
matanya ada daging tumbuh yang tebal serta tertulis di antara dua matanya
kafir, yang akan dibaca oleh setiap orang yang beriman baik yang bisa menulis
atau tidak.”
3. Memerintahkan langit untuk menurunkan hujan dan bumi menumbuhkan tanamannya
Hal ini dijelaskan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana
dalam riwayat Al-Imam Muslim rahimahullahu dalam Shahih beliau (no. 2937) dari
sahabat An-Nawwas bin Sam’an radhiyallahu ‘anhu:
قُلْنَا: يَا
رَسُوْلَ اللهِ وَمَا لَبْثُهُ فِي اْلأَرْضِ؟ قَالَ:أَرْبَعُوْنَ
يَوْمًا يَوْمٌ كَسَنَةٍ وَيَوْمٌ كَشَهْرٍ وَيَوْمٌ كَجُمُعَةٍ وَسَائِرُ
أَيَّامِهِ كَأَيَّامِكُمْ.
قُلْنَا: يَا
رَسُوْلَ اللهِ، فَذَلِكَ الْيَوْمُ الَّذِي كَسَنَةٍ أَتَكْفِيْنَا فِيْهِ
صَلاَةُ يَوْمٍ؟ قَالَ:
لاَ، اقْدُرُوا لَهُ قَدْرَهُ. قُلْنَا: يَا
رَسُوْلَ اللهِ، وَمَا إِسْرَاعُهُ فِي اْلأَرْضِ؟ قَالَ: كَالْغَيْثِ
اسْتَدْبَرَتْهُ الرِّيْحُ، فَيَأْتِي عَلَى الْقَوْمِ فَيَدْعُوْهُمْ
فَيُؤْمِنُوْنَ بِهِ وَيَسْتَجِيْبُوْنَ لَهُ فَيَأْمُرُ السَّمَاءَ فَتُمْطِرُ
وَاْلأَرْضَ فَتُنْبِتُ
Kami berkata: “Ya Rasulullah, berapa lama masa tinggalnya di atas dunia?”
Beliau bersabda: “40 hari. Satu hari bagaikan satu tahun, satu hari bagaikan
satu bulan, dan satu hari bagaikan satu minggu dan selain itu harinya sama
dengan hari biasa.” Kami mengatakan: “Ya Rasulullah, bagaimana kalau satu hari
bagaikan satu tahun, apakah cukup bagi kita untuk melaksanakan shalat satu
hari?” Rasulullah bersabda: “Tidak, tetapi ukurlah kadarnya.” Kami berkata: “Ya
Rasulullah, bagaimana tentang kecepatannya di muka bumi?” Beliau bersabda:
“Bagaikan hujan yang ditiup oleh angin lalu dia mendatangi kaum dan menyerukan
mereka sehingga mereka beriman kepadanya dan menerima seruannya. Dia juga memerintahkan
langit untuk menurunkan hujan dan kemudian hujan turun; dan memerintahkan bumi
untuk menumbuhkan tanaman maka kemudian tumbuh.”
4. Bersamanya segala perbendaharaan bumi, dan bisa menempuh arah dengan cepat
bagaikan hujan yang ditiup oleh angin. Sebagaimana dalil yang disebutkan di
atas.
5. Menghidupkan dan mematikan.
Diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim rahimahullahu dari sahabat Abu Sai’d Al-Khudri
radhiyallahu ‘anhu (no. 2938) berkata:
حَدَّثَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا حَدِيْثًا طَوِيْلاً عَنِ الدَّجَّالِ فَكَانَ فِيْمَا
حَدَّثَنَا قَالَ: يَأْتِي وَهُوَ مُحَرَّمٌ عَلَيْهِ أَنْ
يَدْخُلَ نِقَابَ الْمَدِيْنَةِ فَيَنْتَهِي إِلَى بَعْضِ السِّبَاخِ الَّتِي
تَلِي الْمَدِيْنَةَ فَيَخْرُجُ إِلَيْهِ يَوْمَئِذٍ رَجُلٌ هُوَ خَيْرُ النَّاسِ
أَوْ مِنْ خَيْرِ النَّاسِ فَيَقُوْلُ لَهُ: أَشْهَدُ
أَنَّكَ الدَّجَّالُ الَّذِي حَدَّثَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ حَدِيْثَهُ.
فَيَقُوْلُ الدَّجَّالُ: أَرَأَيْتُمْ
إِنْ قَتَلْتُ هَذَا ثُمَّ أَحْيَيْتُهُ أَتَشُكُّوْنَ فِي اْلأَمْرِ؟
فَيَقُوْلُوْنَ: لاَ. قَالَ: فَيَقْتُلُهُ
ثُمَّ يُحْيِيْهِ فَيَقُوْلُ حِيْنَ يُحْيِيْهِ: وَاللهِ
مَا كُنْتُ فِيْكَ قَطُّ أَشَدَّ بَصِيْرَةً مِنِّي اْلآنَ. قَالَ: فَيُرِيْدُ
الدَّجَّالُ أَنْ يَقْتُلَهُ فَلاَ يُسَلَّطُ عَلَيْهِ
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan kepada kami sebuah hadits
yang panjang tentang Dajjal pada suatu hari. Di antara apa yang beliau
sampaikan adalah: “Dajjal datang dan dia diharamkan untuk masuk ke kota
Madinah, maka dia berakhir di daerah yang tanahnya bergaram yang berada di
sekitar Madinah. Maka keluarlah kepadanya seorang yang paling baik dan dia
berkata: ‘Aku bersaksi bahwa kamu adalah Dajjal yang telah diceritakan oleh
Rasulullah.’ Lalu Dajjal berkata (kepada pengikutnya): ‘Bagaimana jika aku membunuh
orang ini kemudian menghidupkannya, apakah kalian masih tetap ragu tentang
urusanku?’ Mereka berkata: ‘Tidak.’ Dia pun membunuhnya kemudian
menghidupkannya. Orang yang baik itu berkata setelah dihidupkan: ‘Demi Allah,
aku semakin yakin tentang dirimu.’ Rasulullah berkata: ‘Lalu Dajjal ingin
membunuhnya lagi namun dia tidak sanggup melakukannya’.”
6. Melakukan penipuan dengan mengubah wujud seseorang
Demikianlah beberapa bentuk dari sekian fitnah Dajjal yang sangat dahsyat.
Tidak ada seorang pun yang akan selamat melainkan orang-orang yang berusaha
menyelamatkan dirinya kemudian dijemput oleh rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Dengan rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala, dia selamat dari fitnah Dajjal yang
amat sangat dahsyat.
Bentuk fitnah yang juga diusung oleh Dajjal dalam rangka mencari pengikut
adalah fitnah syahwat. Sungguh Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menguji kita
dengan sedikit harta benda dunia dan kita berguguran menjadi budak kesesatan.
Bisa dibayangkan jika si Dajjal mengusung surga dan neraka, membunuh dan
menghidupkan, di tangannya ada perbendaharaan bumi, memerintahkan langit untuk
menurunkan hujan lalu turun. Dan memerintahkan bumi menumbuhkan tanam-tanaman
lalu tumbuh, kemudian menawarkannya kepada kita. Ke manakah kita akan
menginjakkan kaki? Apakah menjadi pengikut Dajjal yang di tangannya kenikmatan
semu, atau menjadi kekasih Allah Subhanahu wa Ta’ala? Jawabannya ada dalam diri
kita masing-masing.
Ucapan Ulama tentang Kejadian Luar Biasa pada Dajjal
Al-Qadhi ‘Iyadh rahimahullahu berkata: “Hadits-hadits ini yang disebutkan oleh
Al-Imam Muslim rahimahullahu dan selain beliau tentang kisah Dajjal adalah
hujjah bagi ahlul haq tentang kebenarannya. Dia adalah manusia biasa yang
dijadikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai ujian bagi hamba-hamba-Nya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan kemampuan kepadanya berupa hal-hal yang
merupakan kekuasaan Allah Subhanahu wa Ta’ala semata, seperti menghidupkan
mayat yang dibunuhnya, serta bersamanya ada segala kenikmatan dunia, surga dan
neraka, perbendaharaan dunia, dia memerintahkan langit untuk menurunkan hujan
lalu terjadi dan memerintahkan bumi untuk menumbuhkan lalu terlaksana. Semuanya
terjadi dengan kekuasaan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan kehendak-Nya. Kemudian
Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan kepadanya ketidaksanggupan untuk membunuh
orang tersebut (setelah dia menghidupkannya) dan selain orang tersebut. Allah
Subhanahu wa Ta’ala juga membatilkan urusannya lalu dia dibunuh oleh Nabi ‘Isa
‘alaihissalam dan Allah Subhanahu wa Ta’ala mengokohkan orang-orang yang
beriman. Inilah madzhab Ahlus Sunnah dan seluruh ahli hadits serta para fuqaha
dan para peneliti. Berbeda dengan orang-orang yang mengingkarinya dan menolak
perkaranya, seperti Khawarij, Jahmiyyah, sebagian Mu’tazilah serta selain mereka,
yaitu bahwa Dajjal itu benar adanya, namun kejadian-kejadian luar biasa pada
diri Dajjal adalah khayalan yang tidak memiliki hakikat. Mereka mengira, jika
hal itu benar niscaya tidak ada perbedaan dengan mukjizat yang terjadi pada
diri nabi. Cara berfikir seperti ini termasuk kesalahan mereka seluruhnya,
karena Dajjal tidak mengaku sebagai nabi dan apa yang terjadi pada dirinya
hanya sebatas sebagai bukti bahwa dia Dajjal. Dia justru mengaku sebagai Rabb,
meski pada kenyataannya dia berdusta dalam pengakuannya, dari sisi
penampilannya sendiri, sesuatu yang baru terjadi, kekurangan dalam hal
penciptaan, ketidaksanggupannya untuk menghilangkan kebutaan matanya dan
menghilangkan tulisan kafir yang terdapat di antara dua matanya.
Karena bukti-bukti ini dan selainnya pada diri Dajjal, maka tidak tertipu
dengannya kecuali orang-orang rendahan. Ini semata-mata untuk menutupi
keinginan dan kemiskinan, berharap untuk memenuhi kebutuhan hidup, atau
menyelamatkan dirinya, atau takut dari gangguannya, karena fitnahnya yang
dahsyat dan membingungkan akal.
Oleh karena itulah, para nabi memperingatkan dari fitnahnya serta menjelaskan
tentang kelemahan dan bukti kedustaannya. Adapun orang yang diberikan taufiq
oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala mereka tidak akan tertipu dan terpesona dengan
apa yang menyertainya dari bukti-bukti yang penuh kedustaan bersamaan dengan
apa yang telah dijelaskan tentang keadaannya. Pantaslah orang yang telah
dibunuhnya berkata: “Tidak menambahku tentang dirimu kecuali keyakinan.”
(Syarah Shahih Muslim 18/58-59 dan Fathul Bari 13/105)
Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullahu berkata: “Sesungguhnya Dajjal dijadikan
oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai ujian bagi hamba-hamba-Nya dengan
kejadian-kejadian luar biasa yang diciptakan Allah Subhanahu wa Ta’ala melalui
tangannya yang bisa disaksikan pada masanya. Dan bagi orang yang memenuhi
panggilannya; memerintahkan langit untuk menurunkan hujan lalu turun dan
memerintahkan bumi untuk menumbuhkan tanamannya lalu terlaksana yang bisa
dimakan oleh binatang-binatang ternak dan dimanfaatkan oleh mereka sendiri
kemudian mereka bisa mengambil manfaat dari binatang ternak baik daging ataupun
susunya. Dan orang yang tidak memenuhi panggilannya serta menolak seruannya
akan ditimpa oleh paceklik penuh kekurangan, binatang-binatang ternak mereka
habis mati, kekurangan pada harta benda, jiwa, dan buah-buahan. Bersamanya juga
ada perbendaharaan bagaikan mayang kurma dan dia membunuh seseorang lalu
menghidupkannya. Ini semua bukan penipuan melainkan hakikat yang nyata yang
diciptakan Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk menguji hamba-hamba-Nya pada akhir
zaman nanti. Allah Subhanahu wa Ta’ala menyesatkan banyak orang dan memberikan
hidayah kepada mereka. Orang-orang yang ragu, niscaya mereka akan kafir. Dan
akan bertambahlah iman orang-orang yang beriman.” (An-Nihayah/Al-Fitan Wal
Malahim 1/121)
Ibnu Hajar rahimahullahu berkata: “Pada diri Dajjal terdapat bukti nyata atas
kedustaannya di hadapan orang-orang yang berakal. Karena dia memiliki wujud
fisik serta memiliki bukti dari perbuatannya. Bersamaan dengan kekurangan pada
dirinya bahwa dia adalah orang yang buta sebelah matanya. Jika dia menyeru
manusia untuk mempertuhankannya itu menunjukkan keadaannya yang paling buruk.
Bagi orang yang berakal mengetahui bahwa dia tidak mungkin akan bisa
menciptakan selainnya, memperbaiki dan memperbagus serta dia tidak sanggup
untuk menghilangkan kekurangan (seperti: matanya yang buta, tulisan kafir di
dahinya, dll) yang ada pada dirinya. Maka ucapan yang paling ringan untuk
dikatakan adalah: ‘Wahai orang yang menyangka bisa menciptakan langit dan bumi,
bentuklah dirimu, perbaguslah dan hilangkan sifat kekurangan pada dirimu. Dan
jika kamu menyangka bahwa tidak akan terjadi sesuatu yang baru pada diri Rabb,
maka hilangkan apa yang tertulis di antara kedua matamu’.” (Fathul Bari 13/103)
Ibnul ‘Arabi rahimahullahu berkata: “Segala tanda-tanda kebesaran yang terjadi
pada tangan Dajjal, dari turunnya hujan serta tanah menjadi subur bagi orang
yang memercayainya, dan ketandusan atas orang yang mengingkarinya, dan segala
yang bersamanya berupa perbendaharaan bumi, bersamanya surga dan neraka dan air
yang mengalir, semuanya merupakan ujian dari Allah Subhanahu wa Ta’ala agar
orang-orang yang ragu menjadi binasa dan orang-orang yang bertakwa menjadi
selamat. Semuanya merupakan perkara yang sangat menakutkan. Oleh karena itu,
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidak ada fitnah yang
paling besar dari fitnah Dajjal.” (Fathul Bari 13/103)
Demikianlah beberapa ucapan para ulama bahwa kejadian-kejadian luar biasa pada
diri Dajjal adalah perkara yang hakiki, bukan khayalan atau sebuah kamuflase.
Dan demikianlah keterangan-keterangan nash yang wajib diimani.
Kiat-Kiat Terhindar dari Fitnah Dajjal
Sebagaimana dalam pembahasan di atas sangat jelas bahwa fitnah Dajjal amat
sangat berat dan besar sehingga tidaklah heran jika Dajjal memiliki banyak
pengikut. Dan pengikut Dajjal yang terbanyak adalah dari kalangan Yahudi, orang
ajam (orang-orang non Arab), bangsa Turki, orang-orang A’rabi (orang Badui yang
dikuasai kejahilan), dan kaum wanita. Hal ini telah dijelaskan oleh Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam seperti sabda beliau:
يَتْبَعُ الدَّجَّالَ مِنْ يَهُوْدِ
أَصْبَهَانَ سَبْعُوْنَ أَلْفًا عَلَيْهِمُ الطَّيَالِسَةُ
“Yang akan mengikuti Dajjal adalah Yahudi Ashbahan dan 70.000 dari mereka
memakai pakaian yang tebal dan bergaris.” (HR. Muslim no. 5237 dari sahabat
Anas radhiyallahu ‘anhu)
Dalam riwayat Al-Imam Ahmad rahimahullahu no. 11290 disebutkan: “70.000 dari
mereka memakai mahkota.”
Begitu juga dari kaum ‘ajam, telah dijelaskan oleh Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam dalam riwayat Al-Bukhari (no. 3323) dari sahabat Abu Hurairah
radhiyallahu ‘anhu.
Adapun bangsa Turki disebutkan oleh Ibnu Katsir rahimahullahu: “Yang nampak,
wallahu ‘alam, yang dimaksud dengan orang-orang Turki adalah para pembela
Dajjal.” (An-Nihayah 1/117)
Tentang keadaan orang-orang Badui sebagai pengikut Dajjal terbanyak disebabkan
kejahilan menguasai mereka, sebagaimana dalam riwayat Muslim rahimahullahu dari
sahabat Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu.
Adapun kebanyakan pengikut mereka dari kaum wanita karena keadaan mereka lebih
jelek dari kaum Badui, karena cepatnya mereka terpengaruh dan mereka dikuasai
kejahilan, sebagaimana dalam riwayat Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma yang
diriwayatkan oleh Al-Imam Ahmad rahimahullahu dan dishahihkan sanadnya oleh
Ahmad Syakir rahimahullahu.
Kalaulah demikian besar fitnahnya dan banyak yang mengikutinya, maka sudah
barang tentu kita harus berusaha menyelamatkan diri dari fitnahnya. Dan inilah
beberapa kiat untuk menyelamatkan diri dari fitnah-fitnah Dajjal.
Pertama: Berpegang teguh dengan Islam dan bersenjatakan iman serta mengetahui
nama-nama Allah Subhanahu wa Ta’ala dan sifat-sifat-Nya yang mulia yang tidak
ada seorangpun menyamai-Nya dalam masalah ini. Diketahui bahwa Dajjal adalah
manusia biasa yang makan dan minum, dan Maha Suci Allah dari hal itu. Dajjal
buta sebelah sementara Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak demikian. Dan tidak ada
seorang pun bisa melihat Allah Subhanahu wa Ta’ala sampai mati, sementara
Dajjal dilihat ketika keluarnya baik oleh orang-orang kafir atau mukmin.
Kedua: Berlindung dari fitnah Dajjal, terlebih ketika shalat sebagaimana yang
banyak diriwayatkan dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Ketiga: Membaca sepuluh ayat dari surat Al-Kahfi baik awal ataupun akhirnya di
hadapan Dajjal, sebagaimana yang telah disebutkan oleh Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam.
Keempat: Lari dari Dajjal dan mencari tempat perlindungan, seperti kota Makkah
dan Madinah. Karena keduanya adalah tempat yang tidak akan dimasuki oleh
Dajjal, sebagaimana disebutkan dalam riwayat Al-Imam Ahmad, Abu Dawud, dan
Al-Hakim dari sahabat ‘Imran bin Hushain radhiyallahu ‘anhu dan dishahihkan
oleh Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu di dalam kitab Shahih Al-Jami’us Shagir
(5/303 no. 6177).
Wallahu alam.
1 Tentu jawabnya bukanlah dia yang dimaksud dalam hadits-hadits Dajjal. Karena
banyak sifat dan keadaan Dajjal yang tidak ada padanya. Dan tanda-tanda kiamat
yang besar itu datang silih berganti dengan cepat sebagaimana disebutkan dalam
sebagian hadits. Dan ini belum terjadi pada zaman ini. (ed)
Terimakasih, Anda telah membaca artikel yang berjudul "Keluarnya Dajjal Sebagai Tanda Hari Kiamat"
No comments:
Post a Comment