Dan
sesungguhnya at-tathowwu’ di dalam ibadah sholat yang paling utama adalah
sunnah rawatib. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam senantiasa mengerjakannya dan
tidak pernah sekalipun meninggalkannya dalam keadaan mukim (tidak bepergian
jauh).
Mengingat
pentingnya ibadah ini, serta dikerjakannya secara berulang-ulang sebagaimana
sholat fardhu, sehingga saya (penulis) ingin menjelaskan sebagian dari
hukum-hukum sholat rawatib secara ringkas:
1. Keutamaan
Sholat Rawatib
Ummu Habibah
radiyallahu ‘anha telah meriwayatkan sebuah hadits tentang keutamaan sholat
sunnah rawatib, dia berkata: saya mendengar Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Barangsiapa yang sholat dua belas rakaat pada siang dan
malam, maka akan dibangunkan baginya rumah di surga”. Ummu Habibah berkata:
saya tidak pernah meninggalkan sholat sunnah rawatib semenjak mendengar hadits
tersebut. ‘Anbasah berkata: Maka saya tidak pernah meninggalkannya setelah
mendengar hadits tersebut dari Ummu Habibah. ‘Amru bin Aus berkata: Saya tidak
pernah meninggalkannya setelah mendengar hadits tersebut dari ‘Ansabah.
An-Nu’am bin Salim berkata: Saya tidak pernah meninggalkannya setelah mendengar
hadits tersebut dari ‘Amru bin Aus. (HR. Muslim no. 728)
‘Aisyah
radhiyallahu ‘anha telah meriwayatkan sebuah hadits tentang sholat sunnah
rawatib sebelum (qobliyah) shubuh, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,
beliau bersabda, “Dua rakaat sebelum shubuh lebih baik dari dunia dan seisinya”.
Dalam riwayat yang lain, “Dua raka’at sebelum shubuh lebih aku cintai daripada
dunia seisinya” (HR. Muslim no. 725)
Adapun
sholat sunnah sebelum shubuh ini merupakan yang paling utama di antara sholat
sunnah rawatib dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah
meninggalkannya baik ketika mukim (tidak berpegian) maupun dalam keadaan safar.
Ummu Habibah
radhiyallahu ‘anha telah meriwayatkan tentang keutamaan rawatib dzuhur, dia
berkata: saya mendengar rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Barangsiapa yang menjaga (sholat) empat rakaat sebelum dzuhur dan empat rakaat
sesudahnya, Allah haramkan baginya api neraka”. (HR. Ahmad 6/325, Abu Dawud no.
1269, At-Tarmidzi no. 428, An-Nasa’i no. 1814, Ibnu Majah no. 1160)
2. Jumlah
Sholat Sunnah Rawatib
Hadits Ummu
Habibah di atas menjelaskan bahwa jumlah sholat rawatib ada 12 rakaat dan
penjelasan hadits 12 rakaat ini diriwayatkan oleh At-Tarmidzi dan An-Nasa’i,
dari ‘Aisyah radiyallahu ‘anha, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Barangsiapa yang tidak meninggalkan dua belas (12) rakaat pada
sholat sunnah rawatib, maka Allah akan bangunkan baginya rumah di surga,
(yaitu): empat rakaat sebelum dzuhur, dan dua rakaat sesudahnya, dan dua rakaat
sesudah maghrib, dan dua rakaat sesudah ‘isya, dan dua rakaat sebelum subuh”.
(HR. At-Tarmidzi no. 414, An-Nasa’i no. 1794)
3. Surat
yang Dibaca pada Sholat Rawatib Qobliyah Subuh
Dari Abu
Hurairah radiyallahu ‘anhu, “Bahwasanya rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
pada sholat sunnah sebelum subuh membaca surat Al Kaafirun (قل يا أيها الكافرون)
dan surat Al Ikhlas (قل هو الله
أحد).” (HR. Muslim no. 726)
Dan dari
Sa’id bin Yasar, bahwasannya Ibnu Abbas mengkhabarkan kepadanya: “Sesungguhnya
rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pada sholat sunnah sebelum subuh
dirakaat pertamanya membaca: (قولوا آمنا بالله وما أنزل إلينا) (QS.
Al-Baqarah: 136), dan dirakaat keduanya membaca: (آمنا بالله واشهد بأنا مسلمون)
(QS. Ali Imron: 52). (HR. Muslim no. 727)
4. Surat
yang Dibaca pada Sholat Rawatib Ba’diyah Maghrib
Dari Ibnu
Mas’ud radiyallahu ‘anha, dia berkata: Saya sering mendengar Rasulullah
shallalllahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau membaca surat pada sholat sunnah
sesudah maghrib:” surat Al Kafirun (قل يا أيها الكافرون) dan surat Al
Ikhlas (قل هو الله
أحد). (HR. At-Tarmidzi no. 431, berkata Al-Albani: derajat hadits
ini hasan shohih, Ibnu Majah no. 1166)
5. Apakah
Sholat Rawatib 4 Rakaat Qobiyah Dzuhur Dikerjakan dengan Sekali Salam atau Dua
Kali Salam?
As-Syaikh
Muhammad bin Utsaimin rahimahullah berkata: “Sunnah Rawatib terdapat di
dalamnya salam, seseorang yang sholat rawatib empat rakaat maka dengan dua
salam bukan satu salam, karena sesungguhnya nabi bersabda: “Sholat (sunnah) di
waktu malam dan siang dikerjakan dua rakaat salam dua rakaat salam”. (Majmu’
Fatawa As-Syaikh Al-Utsaimin 14/288)
6. Apakah
Pada Sholat Ashar Terdapat Rawatib?
As-Syaikh
Muammad bin Utsaimin rahimahullah berkata, “Tidak ada sunnah rawatib sebelum
dan sesudah sholat ashar, namun disunnahkan sholat mutlak sebelum sholat
ashar”. (Majmu’ Fatawa As-Syaikh Al-Utsaimin 14/343)
7. Sholat
Rawatib Qobliyah Jum’at
As-Syaikh
Abdul ‘Azis bin Baz rahimahullah berkata: “Tidak ada sunnah rawatib sebelum
sholat jum’at berdasarkan pendapat yang terkuat di antara dua pendapat ulama’.
Akan tetapi disyari’atkan bagi kaum muslimin yang masuk masjid agar mengerjakan
sholat beberapa rakaat semampunya” (Majmu’ Fatawa As-Syaikh Bin Baz
12/386&387)
8. Sholat
Rawatib Ba’diyah Jum’at
Dari Abu
Hurairah radiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Apabila seseorang di antara kalian mengerjakan sholat jum’at, maka
sholatlah sesudahnya empat rakaat”. (HR. Muslim no. 881)
As-Syaikh
Bin Baz rahimahullah berkata, “Adapun sesudah sholat jum’at, maka terdapat
sunnah rawatib sekurang-kurangnya dua rakaat dan maksimum empat rakaat” (Majmu’
Fatawa As-Syaikh Bin Baz 13/387)
9. Sholat
Rawatib Dalam Keadaan Safar
Ibnu Qayyim
rahimahullah berkata, “Rasulullah shallallahu a’laihi wa sallam didalam safar
senantiasa mengerjakan sholat sunnah rawatib sebelum shubuh dan sholat sunnah
witir dikarenakan dua sholat sunnah ini merupakan yang paling utama di antara
sholat sunnah, dan tidak ada riwayat bahwasannya rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam mengerjakan sholat sunnah selain keduanya”. (Zaadul Ma’ad 1/315)
As-Syaikh
Bin Baz rahimahullah berkata: “Disyariatkan ketika safar meninggalkan sholat
rawatib kecuali sholat witir dan rawatib sebelum subuh”. (Majmu’ fatawa 11/390)
10. Tempat
Mengerjakan Sholat Rawatib
Dari Ibnu
Umar radiyallahu ‘anhuma berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda: “Lakukanlah di rumah-rumah kalian dari sholat-sholat dan jangan
jadikan rumah kalian bagai kuburan”. (HR. Bukhori no. 1187, Muslim no. 777)
As-Syaikh
Muhammad bin Utsaimin rahimahullah berkata: “Sudah seyogyanya bagi seseorang
untuk mengerjakan sholat rawatib di rumahnya…. meskipun di Mekkah dan Madinah
sekalipun maka lebih utama dikerjakan dirumah dari pada di masjid Al-Haram
maupun masjid An-Nabawi; karena saat nabi shallallahu a’alihi wasallam bersabda
sementara beliau berada di Madinah….. Ironisnya manusia sekarang lebih
mengutamakan melakukan sholat sunnah rawatib di masjidil haram, dan ini
termasuk bagian dari kebodohan”. (Syarh Riyadhus Sholihin 3/295)
11. Waktu Mengerjakan
Sholat Rawatib
Ibnu Qudamah
berkata: “Setiap sunnah rawatib qobliyah maka waktunya dimulai dari masuknya
waktu sholat fardhu hingga sholat fardhu dikerjakan, dan sholat rawatib
ba’diyah maka waktunya dimulai dari selesainya sholat fardhu hingga berakhirnya
waktu sholat fardhu tersebut “. (Al-Mughni 2/544)
12.
Mengganti (mengqodho’) Sholat Rawatib
Dari Anas
radiyallahu ‘anhu dari rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Barangsiapa yang lupa akan sholatnya maka sholatlah ketika dia ingat, tidak
ada tebusan kecuali hal itu”. (HR. Bukhori no. 597, Muslim no. 680)
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: “Dan hadits ini meliputi sholat
fardhu, sholat malam, witir, dan sunnah rawatib”. (Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyah
23/90)
13. Mengqodho’
Sholat Rawatib Di Waktu yang Terlarang
Ibnu Qoyyim
berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengqodho’ sholat ba’diyah
dzuhur setelah ashar, dan terkadang melakukannya terus-menerus, karena apabila
beliau melakukan amalan selalu melanggengkannya. Hukum mengqodho’ diwaktu-waktu
terlarang bersifat umum bagi nabi dan umatnya, adapun dilakukan terus-menerus
pada waktu terlarang merupakan kekhususan nabi”. (Zaadul Ma’ad 1/308)
14. Waktu
Mengqodho’ Sholat Rawatib Sebelum Subuh
Dari Abu
Hurairah radiyallahu ‘anhu berkata, rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda: “Barangsiapa yang belum mengerjakan dua rakaat sebelum sholat subuh,
maka sholatlah setelah matahari terbit”. (At-Tirmdzi 423, dan dishahihkan oleh
Al-albani)
Dan dari
Muhammad bin Ibrahim dari kakeknya Qois, berkata: Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam keluar rumah mendatangi sholat kemudian qomat ditegakkan dan
sholat subuh dikerjakan hingga selesai, kemudian nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam berpaling menghadap ma’mum, maka beliau mendapati saya sedang
mengerjakan sholat, lalu bersabda: “Sebentar wahai Qois apakah ada sholat subuh
dua kali?”. Maka saya berkata: Wahai rasulullah sungguh saya belum mengerjakan
sholat sebelum subuh, rasulullah bersabda: “Maka tidak mengapa”. (HR. At-Tirmidzi).
Adapun pada Abu Dawud dengan lafadz: “Maka rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam diam (terhadap yang dilakukan Qois)”. (HR. At-tirmidzi no. 422, Abu
Dawud no. 1267, dan Al-Albani menshahihkannya)
As-Syaikh
Muhammad bin Ibrahim rahimahullah berkata: “Barangsiapa yang masuk masjid
mendapatkan jama’ah sedang sholat subuh, maka sholatlah bersama mereka. Baginya
dapat mengerjakan sholat dua rakaat sebelum subuh setelah selesai sholat subuh,
tetapi yang lebih utama adalah mengakhirkan sampai matahari naik setinggi
tombak” (Majmu’ Fatawa As-Syaikh Muammad bin Ibrahim 2/259 dan 260)
15. Jika
Sholat Subuh Bersama Jama’ah Terlewatkan, Apakah Mengerjakan Sholat Rawatib
Terlebih Dahulu atau Sholat Subuh?
As-Syaikh
Muhammad bin Utsaimin rahimahullah berkata: “Sholat rawatib didahulukan atas
sholat fardhu (subuh), karena sholat rawatib qobliyah subuh itu sebelum sholat
subuh, meskipun orang-orang telah keluar selesai sholat berjama’ah dari masjid”
(Majmu’ Fatawa As-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsatimin 14/298)
16.
Pengurutan Ketika Mengqodho’
As-Syaikh
Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata: “Apabila didalam sholat itu terdapat
rawatib qobliyah dan ba’diyah, dan sholat rawatib qobliyahnya terlewatkan, maka
yang dikerjakan lebih dahulu adalah ba’diyah kemudian qobliyah, contoh:
Seseorang masuk masjid yang belum mengerjakan sholat rawatib qobliyah mendapati
imam sedang mengerjakan sholat dzuhur, maka apabila sholat dzuhur telah
selesai, yang pertamakali dikerjakan adalah sholat rawatib ba’diyah dua rakaat,
kemudian empat rakaat qobliyah”. (Syarh Riyadhus Sholihin, 3/283)
17.
Mengqodho’ Sholat Rawatib yang Banyak Terlewatkan
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: “Diperbolehkan mengqodho’ sholat
rawatib dan selainnya, karena merupakan sholat sunnah yang sangat dianjurkan
(muakkadah)… kemudian jika sholat yang terlewatkan sangat banyak, maka yang
utama adalah mencukupkan diri mengerjakan yang wajib (fardhu), karena
mendahulukan untuk menghilangkan dosa adalah perkara yang utama, sebagaimana
“Ketika rasulullah mengerjakan empat sholat fardhu yang tertinggal pada perang
Khondaq, beliau mengqodho’nya secara berturut-turut”. Dan tidak ada riwayat
bahwasannya rasulullah mengerjakan sholat rawatib diantara sholat-sholat fardhu
tersebut.…. Dan jika hanya satu atau dua sholat yang terlewatkan, maka yang
utama adalah mengerjakan semuanya sebagaimana perbuatan nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam pada saat sholat subuh terlewatkan, maka beliau mengqodho’nya bersama
sholat rawatib”. (Syarh Al-’Umdah, hal. 238)
18. Menggabungkan
Sholat-sholat Rawatib, Tahiyatul Masjid, dan Sunnah Wudhu’
As-Syaikh
Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah berkata: “Apabila seseorang masuk masjid
diwaktu sholat rawatib, maka ia bisa mengerjakan sholat dua rakaat dengan niat
sholat rawatib dan tahiyatul masjid, dengan demikian tertunailah dengan
mendapatkan keutamaan keduanya. Dan demikian juga sholat sunnah wudhu’ bisa
digabungkan dengan keduanya (sholat rawatib dan tahiyatul masjid), atau
digabungkan dengan salah satu dari keduanya”. (Al-Qawaid Wal-Ushul Al-Jami’ah,
hal. 75)
19.
Menggabungkan Sholat Sebelum Subuh dan Sholat Duha Pada Waktu Duha
As-Syaikh
Muhammad Bin Utsaimin rahimahullah berkata: “Seseorang yang sholat qobliyah
subuhnya terlewatkan sampai matahari terbit, dan waktu sholat dhuha tiba. Maka
pada keadaan ini, sholat rawatib subuh tidak terhitung sebagai sholat dhuha,
dan sholat dhuha juga tidak terhitung sebagai sholat rawatib subuh, dan tidak
boleh juga menggabungkan keduanya dalam satu niat. Karena sholat dhuha itu
tersendiri dan sholat rawatib subuh pun juga demikian, sehingga tidaklah salah
satu dari keduanya terhitung (dianggap) sebagai yang lainnya. (Majmu’ Fatawa
As-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, 20/13)
20.
Menggabungkan Sholat Rawatib dengan Sholat Istikhorah
Dari Jabir
bin Abdullah radiyallahu ‘anhuma berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam mengajarkan kami sholat istikhorah ketika menghadapi permasalahan
sebagaimana mengajarkan kami surat-surat dari Al-Qur’an”, kemudian beliau
bersabda: “Apabila seseorang dari kalian mendapatkan permasalahan, maka
sholatlah dua rakaat dari selain sholat fardhu…” (HR. Bukhori no. 1166)
Al-Hafidz
Ibnu Hajar rahimahullah berkata: “Jika seseorang berniat sholat rawatib
tertentu digabungkan dengan sholat istikhorah maka terhitung sebagai pahala
(boleh), tetapi berbeda jika tidak diniatkan”. (Fathul Bari 11/189)
21. Sholat
Rawatib Ketika Iqomah Sholat Fardhu Telah Dikumandangkan
Dari Abu
Huroiroh radiyallahu ‘anhu, dari nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Apabila iqomah sholat telah ditegakkan maka tidak ada sholat kecuali sholat
fardhu”. (HR. Muslim bi As-syarh An-Nawawi 5/222)
An-Nawawi
berkata: “Hadits ini terdapat larangan yang jelas dari mengerjakan sholat
sunnah setelah iqomah sholat dikumandangkan sekalipun sholat rawatib seperti
rawatib subuh, dzuhur, ashar dan selainnya” (Al-Majmu’ 3/378)
22. Memutus
Sholat Rawatib Ketika Sholat Fardhu ditegakkan
As-Syaikh
Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata: “Apabila sholat telah ditegakkan dan
ada sebagian jama’ah sedang melaksanakan sholat tahiyatul masjid atau sholat
rawatib, maka disyari’atkan baginya untuk memutus sholatnya dan mempersiapkan
diri untuk melaksanakan sholat fardhu, berdasarkan sabda nabi shallallahu
‘alaihi wasallam: “Apabila iqomah sholat telah ditegakkan maka tidak ada sholat
kecuali sholat fardhu..”, akantetapi seandainya sholat telah ditegakkan dan
seseorang sedang berada pada posisi rukuk dirakaat yang kedua, maka tidak ada
halangan bagi dia untuk menyelesaikan sholatnya. Karena sholatnya segera
berakhir pada saat sholat fardhu baru terlaksana kurang dari satu rakaat”.
(Majmu’ Fatawa 11/392 dan 393)
23. Apabila
Mengetahui Sholat Fardhu Akan Segera Ditegakkan, Apakah Disyari’atkan
Mengerjakan Sholat Rawatib?
As-Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah berkata: “Sudah seharusnya (mengenai hal ini) dikatakan:
“Sesungguhnya tidak dianjurkan mengerjakan sholat rawatib diatas keyakinan yang
kuat bahwasannya sholat fardhu akan terlewatkan dengan mengerjakannya. Bahkan
meninggalkannya (sholat rawatib) karena mengetahui akan ditegakkan sholat
bersama imam dan menjawab adzan (iqomah) adalah perkara yang disyari’atkan.
Karena menjaga sholat fardhu dengan waktu-waktunya lebih utama daripada sholat
sunnah rawatib yang bisa dimungkinkan untuk diqodho’”. (Syarh Al-’Umdah, hal.
609)
24. Mengangkat
Kedua Tangan Untuk Berdo’a Setelah Menunaikan Sholat Rawatib
As-Syaikh
Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata: “Sholat Rawatib: Saya tidak mengetahui
adanya larangan dari mengangkat kedua tangan setelah mengerjakannya untuk
berdo’a, dikarenakan beramal dengan keumuman dalil (akan disyari’atkan
mengangkat tangan ketika berdo’a). Akan tetapi lebih utama untuk tidak
melakukannya terus-menerus dalam hal itu (mengangkat tangan), karena tidaklah
ada riwayat yang menyebutkan bahwa nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
mengerjakan demikian, seandainya beliau melakukannya setiap selesai sholat
rawatib pasti akan ada riwayat yang dinisbahkan kepada beliau. Padahal para
sahabat meriwayatkan seluruh perkataan-perkataan dan perbuatan-perbuatan
rasulullah baik ketika safar maupun tidak. Bahkan seluruh kehidupan rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabat radiyallahu ‘anhum tersampaikan”.
(Arkanul Islam, hal. 171)
25. Kapan
Sholat Rawatib Ketika Sholat Fardhu DiJama’?
Imam Nawawi
rahimahullah berkata: “Sholat rawatib dikerjakan setelah kedua sholat fardhu
dijama’ dan tidak boleh dilakukan di antara keduanya. Dan demikian juga sholat
rawatib qobliyah dzuhur dikerjakan sebelum kedua sholat fardhu dijama’”.
(Shahih Muslim Bi Syarh An-Nawawi, 9/31)
26. Apakah Mengerjakan
Sholat Rawatib Atau Mendengarkan Nasihat?
Dewan Tetap
untuk Penelitian Ilmiyah dan Fatwa Saudi: “Disyariatkan bagi kaum muslimin jika
mendapatkan nasihat (kultum) setelah sholat fardhu hendaknya mendengarkannya,
kemudian setelahnya ia mengerjakan sholat rawatib seperti ba’diyah dzuhur,
maghbrib dan ‘isya” (Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah LilBuhuts Al-’Alamiyah
Wal-Ifta’, 7/234)
27.
Mendahulukan Menyempurnakan Dzikir-dzikir setelah Sholat Fardhu Sebelum
Menunaikan Sholat Rawatib
As-Syaikh
Abdullah bin Jibrin rahimahullah ditanya: “Apabila saya mengerjakan sholat
jenazah setelah maghrib, apakah saya langsung mengerjakan sholat rawatib
setelah selesai sholat jenazah ataukah menyempurnakan dzikir-dzikir kemudian
sholat rawatib?
Jawaban
beliau rahimahullah: “Yang lebih utama adalah duduk untuk menyempurnakan
dzikir-dzikir kemudian menunaikan sholat rawatib. Maka perkara ini disyariatkan
baik ada atau tidaknya sholat jenazah. Maka dzikir-dzikir yang ada setelah
sholat fardhu merupakan sunnah yang selayaknya untuk dijaga dan tidak
sepantasnya ditinggalkan. Maka jika anda memutus dzikir tersebut karena
menunaikan sholat jenazah, maka setelah itu hendaknya menyempurnakan dzikirnya
ditempat anda berada, kemudian mengerjakan sholat rawatib yaitu sholat
ba’diyah. Hal ini mencakup rawatib ba’diyah dzuhur, maghrib maupun ‘isya dengan
mengakhirkan sholat rawatib setelah berdzikir”. (Al-Qoul Al-Mubin fii Ma’rifati
Ma Yahummu Al-Mushollin, hal. 471)
28.
Tersibukkan Dengan Memuliakan Tamu Dari Meninggalkan Sholat Rawatib
As-Syaikh
Muhammad bin Utsaimin rahimahullah berkata: “Pada dasarnya seseorang terkadang
mengerjakan amal yang kurang afdhol (utama) kemudian melakukan yang lebih
afdhol (yang semestinya didahulukan) dengan adanya sebab. Maka seandainya
seseorang tersibukkan dengan memuliakan tamu di saat adanya sholat rawatib,
maka memuliakan tamu didahulukan daripada mengerjakan sholat rawatib”. (Majmu’
Fatawa As-Syaikh Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin 16/176)
29.
Sholatnya Seorang Pekerja Setelah Sholat Fardhu dengan Rawatib Maupun Sholat
Sunnah lainnya.
As-Syaikh
Muhammad bin Utsaimin rahimahullah berkata: “Adapun sholat sunnah setelah
sholat fardhu yang bukan rawatib maka tidak boleh. Karena waktu yang digunakan
saat itu merupakan bagian dari waktu kerja semisal aqad menyewa dan pekerjaan
lain. Adapun melakukan sholat rawatib (ba’da sholat fardhu), maka tidak
mengapa. Karena itu merupakan hal yang biasa dilakukan dan masih dimaklumi
(dibolehkan) oleh atasannya.
30. Apakah
Meninggalkan Sholat Rawatib Termasuk Bentuk Kefasikan?
As-Syaikh
Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata: “Perkataan sebagian ulama’:
(Sesungguhnya meninggalkan sholat rawatib termasuk fasiq), merupakan perkataan
yang kurang baik, bahkan tidak benar. Karena sholat rawatib itu adalah nafilah
(sunnah). Maka barangsiapa yang menjaga sholat fardhu dan meninggalkan maksiat
tidaklah dikatakan fasik bahkan dia adalah seorang mukmin yang baik lagi adil.
Dan demikian juga sebagian perkataan Fuqoha’: (Sesungguhnya menjaga sholat
rawatib merupakan bagian dari syarat adil dalam persaksian), maka ini adalah
perkataan yang lemah. Karena setiap orang yang menjaga sholat fardhu dan
meninggalkan maksiat maka ia adalah orang yang adil lagi tsiqoh. Akantetapi
dari sifat seorang mukmin yang sempurna selayaknya bersegera (bersemangat)
untuk mengerjakan sholat rawatib dan perkara-perkara baik lainnya yang sangat
banyak dan berlomba-lomba untuk mengerjakannya”. (Majmu’ Fatawa 11/382)
(Yang
dimaksud adalah artikel tersebut: http://fdawj.atspace.org/awwb/th2/14.htm
(pen.))
Faedah:
Ibmu Qoyyim
rahimahullah berkata: “Terdapat kumpulan sholat-sholat dari tuntunan nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam sehari semalam sebanyak 40 rakaat, yaitu dengan
menjaga 17 rakaat dari sholat fardhu, 10 rakaat atau 12 rakaat dari sholat
rawatib, 11 rakaat atau 13 rakaat sholat malam, maka keseluruhannya adalah 40
rakaat. Adapun tambahan sholat selain yang tersebutkan bukanlah sholat
rawatib…..maka sudah seharusnyalah bagi seorang hamba untuk senantiasa
menegakkan terus-menerus tuntunan ini selamanya hingga menjumpai ajal (maut).
Sehingga adakah yang lebih cepat terkabulkannya do’a dan tersegeranya dibukakan
pintu bagi orang yang mengetuk sehari semalam sebanyak 40 kali? Allah-lah
tempat meminta pertolongan”. (Zadul Ma’ad 1/327)
Lembaran
singkat ini saya ringkas dari sebuah buku yang saya tulis sendiri berjudul
“Hukum-hukum Sholat Sunnah Rawatib”.
Dan sholawat
serta salam kepada nabi kita muhammad shallalllahu ‘alaihi wasallam dan
keluarganya serta para sahabatnya. Amiin
Ummul
Hamaam, 1 Ramadhan 1431 H
Penulis:
As-Syaikh Abdullah bin Za’li Al-’Anziy
Sumber:
Buletin Darul Qosim (www.dar-alqassem.com)
Penerjemah:
Abu Ahmad Meilana Dharma Putra
Muroja’ah:
Al-Ustadz Abu Raihana, MA.
Dan
sesungguhnya at-tathowwu’ di dalam ibadah sholat yang paling utama adalah
sunnah rawatib. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam senantiasa mengerjakannya dan
tidak pernah sekalipun meninggalkannya dalam keadaan mukim (tidak bepergian
jauh).
Mengingat
pentingnya ibadah ini, serta dikerjakannya secara berulang-ulang sebagaimana
sholat fardhu, sehingga saya (penulis) ingin menjelaskan sebagian dari
hukum-hukum sholat rawatib secara ringkas:
1. Keutamaan
Sholat Rawatib
Ummu Habibah
radiyallahu ‘anha telah meriwayatkan sebuah hadits tentang keutamaan sholat
sunnah rawatib, dia berkata: saya mendengar Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Barangsiapa yang sholat dua belas rakaat pada siang dan
malam, maka akan dibangunkan baginya rumah di surga”. Ummu Habibah berkata:
saya tidak pernah meninggalkan sholat sunnah rawatib semenjak mendengar hadits
tersebut. ‘Anbasah berkata: Maka saya tidak pernah meninggalkannya setelah
mendengar hadits tersebut dari Ummu Habibah. ‘Amru bin Aus berkata: Saya tidak
pernah meninggalkannya setelah mendengar hadits tersebut dari ‘Ansabah.
An-Nu’am bin Salim berkata: Saya tidak pernah meninggalkannya setelah mendengar
hadits tersebut dari ‘Amru bin Aus. (HR. Muslim no. 728)
‘Aisyah
radhiyallahu ‘anha telah meriwayatkan sebuah hadits tentang sholat sunnah
rawatib sebelum (qobliyah) shubuh, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,
beliau bersabda, “Dua rakaat sebelum shubuh lebih baik dari dunia dan seisinya”.
Dalam riwayat yang lain, “Dua raka’at sebelum shubuh lebih aku cintai daripada
dunia seisinya” (HR. Muslim no. 725)
Adapun
sholat sunnah sebelum shubuh ini merupakan yang paling utama di antara sholat
sunnah rawatib dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah
meninggalkannya baik ketika mukim (tidak berpegian) maupun dalam keadaan safar.
Ummu Habibah
radhiyallahu ‘anha telah meriwayatkan tentang keutamaan rawatib dzuhur, dia
berkata: saya mendengar rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Barangsiapa yang menjaga (sholat) empat rakaat sebelum dzuhur dan empat rakaat
sesudahnya, Allah haramkan baginya api neraka”. (HR. Ahmad 6/325, Abu Dawud no.
1269, At-Tarmidzi no. 428, An-Nasa’i no. 1814, Ibnu Majah no. 1160)
2. Jumlah
Sholat Sunnah Rawatib
Hadits Ummu
Habibah di atas menjelaskan bahwa jumlah sholat rawatib ada 12 rakaat dan
penjelasan hadits 12 rakaat ini diriwayatkan oleh At-Tarmidzi dan An-Nasa’i,
dari ‘Aisyah radiyallahu ‘anha, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Barangsiapa yang tidak meninggalkan dua belas (12) rakaat pada
sholat sunnah rawatib, maka Allah akan bangunkan baginya rumah di surga,
(yaitu): empat rakaat sebelum dzuhur, dan dua rakaat sesudahnya, dan dua rakaat
sesudah maghrib, dan dua rakaat sesudah ‘isya, dan dua rakaat sebelum subuh”.
(HR. At-Tarmidzi no. 414, An-Nasa’i no. 1794)
3. Surat
yang Dibaca pada Sholat Rawatib Qobliyah Subuh
Dari Abu
Hurairah radiyallahu ‘anhu, “Bahwasanya rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
pada sholat sunnah sebelum subuh membaca surat Al Kaafirun (قل يا أيها الكافرون)
dan surat Al Ikhlas (قل هو الله
أحد).” (HR. Muslim no. 726)
Dan dari
Sa’id bin Yasar, bahwasannya Ibnu Abbas mengkhabarkan kepadanya: “Sesungguhnya
rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pada sholat sunnah sebelum subuh
dirakaat pertamanya membaca: (قولوا آمنا بالله وما أنزل إلينا) (QS.
Al-Baqarah: 136), dan dirakaat keduanya membaca: (آمنا بالله واشهد بأنا مسلمون)
(QS. Ali Imron: 52). (HR. Muslim no. 727)
4. Surat
yang Dibaca pada Sholat Rawatib Ba’diyah Maghrib
Dari Ibnu
Mas’ud radiyallahu ‘anha, dia berkata: Saya sering mendengar Rasulullah
shallalllahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau membaca surat pada sholat sunnah
sesudah maghrib:” surat Al Kafirun (قل يا أيها الكافرون) dan surat Al
Ikhlas (قل هو الله
أحد). (HR. At-Tarmidzi no. 431, berkata Al-Albani: derajat hadits
ini hasan shohih, Ibnu Majah no. 1166)
5. Apakah
Sholat Rawatib 4 Rakaat Qobiyah Dzuhur Dikerjakan dengan Sekali Salam atau Dua
Kali Salam?
As-Syaikh
Muhammad bin Utsaimin rahimahullah berkata: “Sunnah Rawatib terdapat di
dalamnya salam, seseorang yang sholat rawatib empat rakaat maka dengan dua
salam bukan satu salam, karena sesungguhnya nabi bersabda: “Sholat (sunnah) di
waktu malam dan siang dikerjakan dua rakaat salam dua rakaat salam”. (Majmu’
Fatawa As-Syaikh Al-Utsaimin 14/288)
6. Apakah
Pada Sholat Ashar Terdapat Rawatib?
As-Syaikh
Muammad bin Utsaimin rahimahullah berkata, “Tidak ada sunnah rawatib sebelum
dan sesudah sholat ashar, namun disunnahkan sholat mutlak sebelum sholat
ashar”. (Majmu’ Fatawa As-Syaikh Al-Utsaimin 14/343)
7. Sholat
Rawatib Qobliyah Jum’at
As-Syaikh
Abdul ‘Azis bin Baz rahimahullah berkata: “Tidak ada sunnah rawatib sebelum
sholat jum’at berdasarkan pendapat yang terkuat di antara dua pendapat ulama’.
Akan tetapi disyari’atkan bagi kaum muslimin yang masuk masjid agar mengerjakan
sholat beberapa rakaat semampunya” (Majmu’ Fatawa As-Syaikh Bin Baz
12/386&387)
8. Sholat
Rawatib Ba’diyah Jum’at
Dari Abu
Hurairah radiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Apabila seseorang di antara kalian mengerjakan sholat jum’at, maka
sholatlah sesudahnya empat rakaat”. (HR. Muslim no. 881)
As-Syaikh
Bin Baz rahimahullah berkata, “Adapun sesudah sholat jum’at, maka terdapat
sunnah rawatib sekurang-kurangnya dua rakaat dan maksimum empat rakaat” (Majmu’
Fatawa As-Syaikh Bin Baz 13/387)
9. Sholat
Rawatib Dalam Keadaan Safar
Ibnu Qayyim
rahimahullah berkata, “Rasulullah shallallahu a’laihi wa sallam didalam safar
senantiasa mengerjakan sholat sunnah rawatib sebelum shubuh dan sholat sunnah
witir dikarenakan dua sholat sunnah ini merupakan yang paling utama di antara
sholat sunnah, dan tidak ada riwayat bahwasannya rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam mengerjakan sholat sunnah selain keduanya”. (Zaadul Ma’ad 1/315)
As-Syaikh
Bin Baz rahimahullah berkata: “Disyariatkan ketika safar meninggalkan sholat
rawatib kecuali sholat witir dan rawatib sebelum subuh”. (Majmu’ fatawa 11/390)
10. Tempat
Mengerjakan Sholat Rawatib
Dari Ibnu
Umar radiyallahu ‘anhuma berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda: “Lakukanlah di rumah-rumah kalian dari sholat-sholat dan jangan
jadikan rumah kalian bagai kuburan”. (HR. Bukhori no. 1187, Muslim no. 777)
As-Syaikh
Muhammad bin Utsaimin rahimahullah berkata: “Sudah seyogyanya bagi seseorang
untuk mengerjakan sholat rawatib di rumahnya…. meskipun di Mekkah dan Madinah
sekalipun maka lebih utama dikerjakan dirumah dari pada di masjid Al-Haram
maupun masjid An-Nabawi; karena saat nabi shallallahu a’alihi wasallam bersabda
sementara beliau berada di Madinah….. Ironisnya manusia sekarang lebih
mengutamakan melakukan sholat sunnah rawatib di masjidil haram, dan ini
termasuk bagian dari kebodohan”. (Syarh Riyadhus Sholihin 3/295)
11. Waktu Mengerjakan
Sholat Rawatib
Ibnu Qudamah
berkata: “Setiap sunnah rawatib qobliyah maka waktunya dimulai dari masuknya
waktu sholat fardhu hingga sholat fardhu dikerjakan, dan sholat rawatib
ba’diyah maka waktunya dimulai dari selesainya sholat fardhu hingga berakhirnya
waktu sholat fardhu tersebut “. (Al-Mughni 2/544)
12.
Mengganti (mengqodho’) Sholat Rawatib
Dari Anas
radiyallahu ‘anhu dari rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Barangsiapa yang lupa akan sholatnya maka sholatlah ketika dia ingat, tidak
ada tebusan kecuali hal itu”. (HR. Bukhori no. 597, Muslim no. 680)
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: “Dan hadits ini meliputi sholat
fardhu, sholat malam, witir, dan sunnah rawatib”. (Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyah
23/90)
13. Mengqodho’
Sholat Rawatib Di Waktu yang Terlarang
Ibnu Qoyyim
berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengqodho’ sholat ba’diyah
dzuhur setelah ashar, dan terkadang melakukannya terus-menerus, karena apabila
beliau melakukan amalan selalu melanggengkannya. Hukum mengqodho’ diwaktu-waktu
terlarang bersifat umum bagi nabi dan umatnya, adapun dilakukan terus-menerus
pada waktu terlarang merupakan kekhususan nabi”. (Zaadul Ma’ad 1/308)
14. Waktu
Mengqodho’ Sholat Rawatib Sebelum Subuh
Dari Abu
Hurairah radiyallahu ‘anhu berkata, rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda: “Barangsiapa yang belum mengerjakan dua rakaat sebelum sholat subuh,
maka sholatlah setelah matahari terbit”. (At-Tirmdzi 423, dan dishahihkan oleh
Al-albani)
Dan dari
Muhammad bin Ibrahim dari kakeknya Qois, berkata: Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam keluar rumah mendatangi sholat kemudian qomat ditegakkan dan
sholat subuh dikerjakan hingga selesai, kemudian nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam berpaling menghadap ma’mum, maka beliau mendapati saya sedang
mengerjakan sholat, lalu bersabda: “Sebentar wahai Qois apakah ada sholat subuh
dua kali?”. Maka saya berkata: Wahai rasulullah sungguh saya belum mengerjakan
sholat sebelum subuh, rasulullah bersabda: “Maka tidak mengapa”. (HR. At-Tirmidzi).
Adapun pada Abu Dawud dengan lafadz: “Maka rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam diam (terhadap yang dilakukan Qois)”. (HR. At-tirmidzi no. 422, Abu
Dawud no. 1267, dan Al-Albani menshahihkannya)
As-Syaikh
Muhammad bin Ibrahim rahimahullah berkata: “Barangsiapa yang masuk masjid
mendapatkan jama’ah sedang sholat subuh, maka sholatlah bersama mereka. Baginya
dapat mengerjakan sholat dua rakaat sebelum subuh setelah selesai sholat subuh,
tetapi yang lebih utama adalah mengakhirkan sampai matahari naik setinggi
tombak” (Majmu’ Fatawa As-Syaikh Muammad bin Ibrahim 2/259 dan 260)
15. Jika
Sholat Subuh Bersama Jama’ah Terlewatkan, Apakah Mengerjakan Sholat Rawatib
Terlebih Dahulu atau Sholat Subuh?
As-Syaikh
Muhammad bin Utsaimin rahimahullah berkata: “Sholat rawatib didahulukan atas
sholat fardhu (subuh), karena sholat rawatib qobliyah subuh itu sebelum sholat
subuh, meskipun orang-orang telah keluar selesai sholat berjama’ah dari masjid”
(Majmu’ Fatawa As-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsatimin 14/298)
16.
Pengurutan Ketika Mengqodho’
As-Syaikh
Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata: “Apabila didalam sholat itu terdapat
rawatib qobliyah dan ba’diyah, dan sholat rawatib qobliyahnya terlewatkan, maka
yang dikerjakan lebih dahulu adalah ba’diyah kemudian qobliyah, contoh:
Seseorang masuk masjid yang belum mengerjakan sholat rawatib qobliyah mendapati
imam sedang mengerjakan sholat dzuhur, maka apabila sholat dzuhur telah
selesai, yang pertamakali dikerjakan adalah sholat rawatib ba’diyah dua rakaat,
kemudian empat rakaat qobliyah”. (Syarh Riyadhus Sholihin, 3/283)
17.
Mengqodho’ Sholat Rawatib yang Banyak Terlewatkan
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: “Diperbolehkan mengqodho’ sholat
rawatib dan selainnya, karena merupakan sholat sunnah yang sangat dianjurkan
(muakkadah)… kemudian jika sholat yang terlewatkan sangat banyak, maka yang
utama adalah mencukupkan diri mengerjakan yang wajib (fardhu), karena
mendahulukan untuk menghilangkan dosa adalah perkara yang utama, sebagaimana
“Ketika rasulullah mengerjakan empat sholat fardhu yang tertinggal pada perang
Khondaq, beliau mengqodho’nya secara berturut-turut”. Dan tidak ada riwayat
bahwasannya rasulullah mengerjakan sholat rawatib diantara sholat-sholat fardhu
tersebut.…. Dan jika hanya satu atau dua sholat yang terlewatkan, maka yang
utama adalah mengerjakan semuanya sebagaimana perbuatan nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam pada saat sholat subuh terlewatkan, maka beliau mengqodho’nya bersama
sholat rawatib”. (Syarh Al-’Umdah, hal. 238)
18. Menggabungkan
Sholat-sholat Rawatib, Tahiyatul Masjid, dan Sunnah Wudhu’
As-Syaikh
Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah berkata: “Apabila seseorang masuk masjid
diwaktu sholat rawatib, maka ia bisa mengerjakan sholat dua rakaat dengan niat
sholat rawatib dan tahiyatul masjid, dengan demikian tertunailah dengan
mendapatkan keutamaan keduanya. Dan demikian juga sholat sunnah wudhu’ bisa
digabungkan dengan keduanya (sholat rawatib dan tahiyatul masjid), atau
digabungkan dengan salah satu dari keduanya”. (Al-Qawaid Wal-Ushul Al-Jami’ah,
hal. 75)
19.
Menggabungkan Sholat Sebelum Subuh dan Sholat Duha Pada Waktu Duha
As-Syaikh
Muhammad Bin Utsaimin rahimahullah berkata: “Seseorang yang sholat qobliyah
subuhnya terlewatkan sampai matahari terbit, dan waktu sholat dhuha tiba. Maka
pada keadaan ini, sholat rawatib subuh tidak terhitung sebagai sholat dhuha,
dan sholat dhuha juga tidak terhitung sebagai sholat rawatib subuh, dan tidak
boleh juga menggabungkan keduanya dalam satu niat. Karena sholat dhuha itu
tersendiri dan sholat rawatib subuh pun juga demikian, sehingga tidaklah salah
satu dari keduanya terhitung (dianggap) sebagai yang lainnya. (Majmu’ Fatawa
As-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, 20/13)
20.
Menggabungkan Sholat Rawatib dengan Sholat Istikhorah
Dari Jabir
bin Abdullah radiyallahu ‘anhuma berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam mengajarkan kami sholat istikhorah ketika menghadapi permasalahan
sebagaimana mengajarkan kami surat-surat dari Al-Qur’an”, kemudian beliau
bersabda: “Apabila seseorang dari kalian mendapatkan permasalahan, maka
sholatlah dua rakaat dari selain sholat fardhu…” (HR. Bukhori no. 1166)
Al-Hafidz
Ibnu Hajar rahimahullah berkata: “Jika seseorang berniat sholat rawatib
tertentu digabungkan dengan sholat istikhorah maka terhitung sebagai pahala
(boleh), tetapi berbeda jika tidak diniatkan”. (Fathul Bari 11/189)
21. Sholat
Rawatib Ketika Iqomah Sholat Fardhu Telah Dikumandangkan
Dari Abu
Huroiroh radiyallahu ‘anhu, dari nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Apabila iqomah sholat telah ditegakkan maka tidak ada sholat kecuali sholat
fardhu”. (HR. Muslim bi As-syarh An-Nawawi 5/222)
An-Nawawi
berkata: “Hadits ini terdapat larangan yang jelas dari mengerjakan sholat
sunnah setelah iqomah sholat dikumandangkan sekalipun sholat rawatib seperti
rawatib subuh, dzuhur, ashar dan selainnya” (Al-Majmu’ 3/378)
22. Memutus
Sholat Rawatib Ketika Sholat Fardhu ditegakkan
As-Syaikh
Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata: “Apabila sholat telah ditegakkan dan
ada sebagian jama’ah sedang melaksanakan sholat tahiyatul masjid atau sholat
rawatib, maka disyari’atkan baginya untuk memutus sholatnya dan mempersiapkan
diri untuk melaksanakan sholat fardhu, berdasarkan sabda nabi shallallahu
‘alaihi wasallam: “Apabila iqomah sholat telah ditegakkan maka tidak ada sholat
kecuali sholat fardhu..”, akantetapi seandainya sholat telah ditegakkan dan
seseorang sedang berada pada posisi rukuk dirakaat yang kedua, maka tidak ada
halangan bagi dia untuk menyelesaikan sholatnya. Karena sholatnya segera
berakhir pada saat sholat fardhu baru terlaksana kurang dari satu rakaat”.
(Majmu’ Fatawa 11/392 dan 393)
23. Apabila
Mengetahui Sholat Fardhu Akan Segera Ditegakkan, Apakah Disyari’atkan
Mengerjakan Sholat Rawatib?
As-Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah berkata: “Sudah seharusnya (mengenai hal ini) dikatakan:
“Sesungguhnya tidak dianjurkan mengerjakan sholat rawatib diatas keyakinan yang
kuat bahwasannya sholat fardhu akan terlewatkan dengan mengerjakannya. Bahkan
meninggalkannya (sholat rawatib) karena mengetahui akan ditegakkan sholat
bersama imam dan menjawab adzan (iqomah) adalah perkara yang disyari’atkan.
Karena menjaga sholat fardhu dengan waktu-waktunya lebih utama daripada sholat
sunnah rawatib yang bisa dimungkinkan untuk diqodho’”. (Syarh Al-’Umdah, hal.
609)
24. Mengangkat
Kedua Tangan Untuk Berdo’a Setelah Menunaikan Sholat Rawatib
As-Syaikh
Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata: “Sholat Rawatib: Saya tidak mengetahui
adanya larangan dari mengangkat kedua tangan setelah mengerjakannya untuk
berdo’a, dikarenakan beramal dengan keumuman dalil (akan disyari’atkan
mengangkat tangan ketika berdo’a). Akan tetapi lebih utama untuk tidak
melakukannya terus-menerus dalam hal itu (mengangkat tangan), karena tidaklah
ada riwayat yang menyebutkan bahwa nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
mengerjakan demikian, seandainya beliau melakukannya setiap selesai sholat
rawatib pasti akan ada riwayat yang dinisbahkan kepada beliau. Padahal para
sahabat meriwayatkan seluruh perkataan-perkataan dan perbuatan-perbuatan
rasulullah baik ketika safar maupun tidak. Bahkan seluruh kehidupan rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabat radiyallahu ‘anhum tersampaikan”.
(Arkanul Islam, hal. 171)
25. Kapan
Sholat Rawatib Ketika Sholat Fardhu DiJama’?
Imam Nawawi
rahimahullah berkata: “Sholat rawatib dikerjakan setelah kedua sholat fardhu
dijama’ dan tidak boleh dilakukan di antara keduanya. Dan demikian juga sholat
rawatib qobliyah dzuhur dikerjakan sebelum kedua sholat fardhu dijama’”.
(Shahih Muslim Bi Syarh An-Nawawi, 9/31)
26. Apakah Mengerjakan
Sholat Rawatib Atau Mendengarkan Nasihat?
Dewan Tetap
untuk Penelitian Ilmiyah dan Fatwa Saudi: “Disyariatkan bagi kaum muslimin jika
mendapatkan nasihat (kultum) setelah sholat fardhu hendaknya mendengarkannya,
kemudian setelahnya ia mengerjakan sholat rawatib seperti ba’diyah dzuhur,
maghbrib dan ‘isya” (Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah LilBuhuts Al-’Alamiyah
Wal-Ifta’, 7/234)
27.
Mendahulukan Menyempurnakan Dzikir-dzikir setelah Sholat Fardhu Sebelum
Menunaikan Sholat Rawatib
As-Syaikh
Abdullah bin Jibrin rahimahullah ditanya: “Apabila saya mengerjakan sholat
jenazah setelah maghrib, apakah saya langsung mengerjakan sholat rawatib
setelah selesai sholat jenazah ataukah menyempurnakan dzikir-dzikir kemudian
sholat rawatib?
Jawaban
beliau rahimahullah: “Yang lebih utama adalah duduk untuk menyempurnakan
dzikir-dzikir kemudian menunaikan sholat rawatib. Maka perkara ini disyariatkan
baik ada atau tidaknya sholat jenazah. Maka dzikir-dzikir yang ada setelah
sholat fardhu merupakan sunnah yang selayaknya untuk dijaga dan tidak
sepantasnya ditinggalkan. Maka jika anda memutus dzikir tersebut karena
menunaikan sholat jenazah, maka setelah itu hendaknya menyempurnakan dzikirnya
ditempat anda berada, kemudian mengerjakan sholat rawatib yaitu sholat
ba’diyah. Hal ini mencakup rawatib ba’diyah dzuhur, maghrib maupun ‘isya dengan
mengakhirkan sholat rawatib setelah berdzikir”. (Al-Qoul Al-Mubin fii Ma’rifati
Ma Yahummu Al-Mushollin, hal. 471)
28.
Tersibukkan Dengan Memuliakan Tamu Dari Meninggalkan Sholat Rawatib
As-Syaikh
Muhammad bin Utsaimin rahimahullah berkata: “Pada dasarnya seseorang terkadang
mengerjakan amal yang kurang afdhol (utama) kemudian melakukan yang lebih
afdhol (yang semestinya didahulukan) dengan adanya sebab. Maka seandainya
seseorang tersibukkan dengan memuliakan tamu di saat adanya sholat rawatib,
maka memuliakan tamu didahulukan daripada mengerjakan sholat rawatib”. (Majmu’
Fatawa As-Syaikh Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin 16/176)
29.
Sholatnya Seorang Pekerja Setelah Sholat Fardhu dengan Rawatib Maupun Sholat
Sunnah lainnya.
As-Syaikh
Muhammad bin Utsaimin rahimahullah berkata: “Adapun sholat sunnah setelah
sholat fardhu yang bukan rawatib maka tidak boleh. Karena waktu yang digunakan
saat itu merupakan bagian dari waktu kerja semisal aqad menyewa dan pekerjaan
lain. Adapun melakukan sholat rawatib (ba’da sholat fardhu), maka tidak
mengapa. Karena itu merupakan hal yang biasa dilakukan dan masih dimaklumi
(dibolehkan) oleh atasannya.
30. Apakah
Meninggalkan Sholat Rawatib Termasuk Bentuk Kefasikan?
As-Syaikh
Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata: “Perkataan sebagian ulama’:
(Sesungguhnya meninggalkan sholat rawatib termasuk fasiq), merupakan perkataan
yang kurang baik, bahkan tidak benar. Karena sholat rawatib itu adalah nafilah
(sunnah). Maka barangsiapa yang menjaga sholat fardhu dan meninggalkan maksiat
tidaklah dikatakan fasik bahkan dia adalah seorang mukmin yang baik lagi adil.
Dan demikian juga sebagian perkataan Fuqoha’: (Sesungguhnya menjaga sholat
rawatib merupakan bagian dari syarat adil dalam persaksian), maka ini adalah
perkataan yang lemah. Karena setiap orang yang menjaga sholat fardhu dan
meninggalkan maksiat maka ia adalah orang yang adil lagi tsiqoh. Akantetapi
dari sifat seorang mukmin yang sempurna selayaknya bersegera (bersemangat)
untuk mengerjakan sholat rawatib dan perkara-perkara baik lainnya yang sangat
banyak dan berlomba-lomba untuk mengerjakannya”. (Majmu’ Fatawa 11/382)
(Yang
dimaksud adalah artikel tersebut: http://fdawj.atspace.org/awwb/th2/14.htm
(pen.))
Faedah:
Ibmu Qoyyim
rahimahullah berkata: “Terdapat kumpulan sholat-sholat dari tuntunan nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam sehari semalam sebanyak 40 rakaat, yaitu dengan
menjaga 17 rakaat dari sholat fardhu, 10 rakaat atau 12 rakaat dari sholat
rawatib, 11 rakaat atau 13 rakaat sholat malam, maka keseluruhannya adalah 40
rakaat. Adapun tambahan sholat selain yang tersebutkan bukanlah sholat
rawatib…..maka sudah seharusnyalah bagi seorang hamba untuk senantiasa
menegakkan terus-menerus tuntunan ini selamanya hingga menjumpai ajal (maut).
Sehingga adakah yang lebih cepat terkabulkannya do’a dan tersegeranya dibukakan
pintu bagi orang yang mengetuk sehari semalam sebanyak 40 kali? Allah-lah
tempat meminta pertolongan”. (Zadul Ma’ad 1/327)
Lembaran
singkat ini saya ringkas dari sebuah buku yang saya tulis sendiri berjudul
“Hukum-hukum Sholat Sunnah Rawatib”.
Dan sholawat
serta salam kepada nabi kita muhammad shallalllahu ‘alaihi wasallam dan
keluarganya serta para sahabatnya. Amiin
Ummul
Hamaam, 1 Ramadhan 1431 H
Penulis:
As-Syaikh Abdullah bin Za’li Al-’Anziy
Sumber:
Buletin Darul Qosim (www.dar-alqassem.com)
Penerjemah:
Abu Ahmad Meilana Dharma Putra
Muroja’ah:
Al-Ustadz Abu Raihana, MA.
No comments:
Post a Comment