Family Sakinah, Mawadah wa Rahmah

BOLEHKAH SUAMI MEMANGGIL ISTRI DENGAN
PANGGILAN “UMMI” ATAU “UKHTI”
ATAU “DIK”?
(Copy dari Status akhi Imam AL-Shatibi's)

Pertanyaan:

Ustadz, ada yang mau saya tanyakan
berhubungan dengan “bagaimana suami
memanggil istrinya”, yaitu tentang
bagaimana hukum memanggil teman, baik
yang telah maupun belum dikaruniai anak
dengan panggilan “ummi”?

Jawaban:

Sebaiknya jangan dipanggil demikian,
walaupun ada yang berpendapat boleh jika
tidak bermaksud menyamakan istri dengan
ibunya tetapi hanya untuk mengajari anak
agar senantiasa memanggil ibunya dengan
panggilan “ummi”, yang artinya
“wahai ibuku”.
Adapun penukilan dari Tafsir Ibnu Katsir, itu
bukan berarti bolehnya mengucapkan kata-
kata zhihar kepada istri seperti, “Kamu
seperti punggung ibuku,” atau kalimat
lain yang semakna. Namun maksudnya
adalah bila suami terlanjur mengatakan
kalimat itu kepada istrinya maka ia tetap
sah sebagai suaminya dan boleh menggauli
istrinya tanpa memperbarui akad nikah,
namun ia wajib menunaikan kaffarah
(denda) sebab perkataan itu, karena kalimat
yang ia katakan itu telah diringankan
hukumnya oleh Allah Subhanahu wa
Ta’ala, yaitu tidak dihukumi sebagai talak
(cerai) tetapi cukup hanya dengan
membayar kaffarah. Wallahu a’lam.
Adapun tentang panggilan “dik” atau
“ukhti”, setelah kami membaca kitab Ar-
Raudhatul Murbi’ Syarah Zadul
Mustaqni’ juz 3/195, terdapat penjelasan
berikut (yang artinya), “Dan dibenci
memanggil salah satu di antara pasutri
dengan panggilan khusus yang ada
hubungannya dengan mahram, seperti istri
memanggil suaminya dengan panggilan
‘Abi’ (ayahku) dan suami memanggil
istrinya dengan panggilan
‘Ummi’ (ibuku).”

Jadi, memanggil istri dengan
“ukhti” (yang berarti “saudariku”)
atau “dik” (yang maksudnya
“adikku”) juga dibenci karena termasuk
mahramnya, walaupun tidak berniat
menyamakan dengan saudarinya.

Keterangan ini dikuatkan pula di dalam
kitab Al-Mughni juz 17/199, pasal “Dibenci
bagi seorang suami memanggil istrinya
dengan panggilan orang yang termasuk
mahramnya, seperti suami memanggil
istrinya dengan panggilan
‘Ummi’ (ibuku), ‘Ukhti’ (saudariku),
atau ‘Binti’ (putriku).”
Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh
Abu Daud dengan sanadnya dari Abu
Tamimah Al-Juhaimi, “Ada seorang laki-
laki yang berkata kepada istrinya, ‘Wahai
Ukhti!’ Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam berkata, ‘Apakah istrimu itu
saudarimu?’ Beliau membencinya dan
melarangnya.” (HR. Abu Daud: 1889)
Akan tetapi, hadits ini dhaif (lemah) karena
pada sanadnya ada rawi yang majhul (tidak
disebut namanya). Dijelaskan pula di dalam
Syarah Sunan Abu Daud, yaitu ‘Aunul
Ma’bud: 5/93, bahwa haditsnya
mudhtharrib (guncang) sehingga tidak bisa
dijadikan dalil.

Dari keterangan di atas maka sebaiknya
suami tidak memanggil istrinya dengan
panggilan “Ummi” (yang berarti
“wahai ibuku”) atau “Ukhti” (yang
berarti “wahai saudariku”) walaupun
belum mempunyai anak, tetapi boleh
memanggil dia dengan namanya atau lebih
utama dipanggi nama kunyahnya seperti
“Ummu Muhammad”.
Demikian pula istri, sebaiknya tidak
memanggil suaminya dengan panggilan
“Abi” (yang berarti “ayahku”) atau
“Akhi” (yang berarti “saudara laki-
lakiku”), tetapi panggil nama aslinya dan
lebih utama dipanggil dengan nama kunyah
atau gelarnya seperti Abu Muhammad, baik
dia mempunyai anak yang bernama
Muhammad maupun tidak, karena memberi
kunyah atau julukan adalah sunnah, seperti
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
memanggil seorang anak perempuan kecil
dengan panggilan “Ummu Khalid”. (HR.
Bukhari: 18/141)

Adapun memanggil teman wanita, baik
yang belum mempuyai anak maupun sudah
dengan panggilan “Ummi:, maka hal ini
tidak terlarang karena yang dipanggil
adalah teman. Akan tetapi, yang lebih baik
adalah memanggil dengan nama aslinya
dan lebih utama juga memanggilnya
dengan nama kunyahnya, seperti “Ummu
Muhammad”, Wallahu a’lam.
Sumber: Majalah Mawaddah, Edisi 12, Tahun
1, Jumadil Tsaniyah-Rajab 1429 H (Juli
2008).

No comments:

Read more..