BEBERAPA KEUTAMAAN DAN KEBERKAHAN
HARI JUM’AT
Oleh : Dr. Nashir bin ‘Abdirrahman bin Muhammad al Juda’i
Hari Jum’at merupakan hari yang paling utama dari semua hari dalam
sepekan. Dia adalah hari yang penuh barakah. Alloh Ta’ala mengkhususkan hari
Jum’at ini hanya bagi kaum Muslimin dari seluruh kaum dari ummat-ummat
terdahulu. Dan diantara beberapa keutamaan dan barakah hari yang agung ini
adalah sebagai berikut:
Pertama, terdapat berbagai hadits yang menjelaskan keutamaan dan kemuliaan
hari jum’at. Di antara hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu
Hurairah radhiallahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda:
“Sebaik-baik
hari dimana matahari terbit di saat itu adalah hari Jum’at. Pada hari ini Adam
diciptakan, hari ketika ia dimasukkan ke dalam surga dan hari ketika ia
dikeluarkan dari surga. Dan hari Kiamat ini tidak akan terjadi kecuali pada
hari Jum’at.” (HR.Muslim)
Dari Abu
Hurairah dan Hudhaifah radhiallahu ‘anhum:
“Alloh
menyimpangkan kaum sebelum kita dari hari Jum’at. Maka untuk kaum Yahudi adalah
hari Sabtu, sedangkan untuk orang-orang Nasrani adalah hari Ahad, lalu Alloh
membawa kita dan menunjukkan kita kepada hari Jum’at.” (HR.
Muslim)
Dan hadits-hadits lain yang menunjukkan besarnya keutamaan hari
Jum’at dan keistimewaannya di banding hari-hari lainnya.
1. Di antara keberkahan hari jum’at, bahwa di dalamnya terdapat
waktu-waktu di kabulkannya do’a.
Dalam
ash-Shahihain terdapat hadits dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu bahwa
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam mentebut hari Jum’at, lalu beliau
bersabda,
“Di
hari Jum’at itu terdapat satu waktu yang jika seorang Muslim melakukan shalat
di dalamnya dan memohon sesuatu kepada Alloh Ta’ala, niscaya permintaannya akan
dikabulkan.’ Lalu beliau membari isyarat dengan tangannya yang menunjukkan
sedikitnya waktu itu.” (HR.Bukhari dan Muslim)
Para ulama dari
kalangan Sahabat, Tabi’in dan setelah mereka berbeda pendapat tentang “waktu
itu”, apakah (perkara) waktu tersebut tetap ada (relevan hingga saat ini)
ataukah sudah di hapus? Sementara bagi kelompok yang menyatakan bahwa waktu itu
tetap ada, mereka berselisih pendapat tentang penentuan waktu tersebut,
seleruhnya menjadi lebih dari menjadi tiga puluh pendapat. Semua itu dinukil
oleh al Hafidz Ibnu Hajar al-‘Asqalani rahimahullah beserta dengan
dalil-dalilnya. (lihat fat-hul Baari II/416-421). Dari semua itu
terdapat dua pendapat yang paling kuat yaitu:
Pertama, bahwa waktu itu dimulai dari duduknya imam sampai pelaksanaan
shalat Jum’at. Di antara dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam
Muslim dalam kitab Shahihnya,
Dari Abu Burdah
bin Ali Musa al-Asy’ari radhiallahu ‘anhu bahwa Abdullah bin Umar radhiallahu
‘anhuma berkata kepadanya, “ Apakah engkau telah mendengar ayahmu meriwayatkan
hadits dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam sehubungan dengan waktu
ijabah pada hari Jum’at? Lalu Abu Burdah mengatakan, ‘Aku menjawab, ‘Ya, aku
mendengar ayahku mengatakan bahwa, ‘Aku mendengar Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wassalam bersabda, ‘Yaitu waktu antara duduknya imam sampai shalat
dilaksanakan.’” (HR. Muslim)
Di antara orang
yang menguatkan pendapat ini adalah Imam an-Nawawi rahimahullah. Bahkan dia
mengatakan, “Pendapat ini shahih, bahkan shawaah (benar),” (Syarhul Nawawi
li Shahiih Muslim VI/140-141). Sedangkan Imam as-Suyuti rahimahullah
menentukan waktu yang dimaksud (dengan waktu tersebut) adalah ketika shalat
didirikan.” (Risalah Nuurul Lum’ah fii Khashaa-ishil Jumu’ah)
Kedua, bahwa batas akhir dari waktu tersebut hingga setelah ‘Ashar. Di
antara argumentasinya adalah hadits yang diriwayatkan oleh sebagian penulis
kitab Sunan, dari jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhu, dari Nabi Shallallahu
‘alaihi wassalam. Beliau bersabda:
“Hari
Jum’at itu ada dua belas jam. Tidak ada seorang Muslimpun yang memohon sesuatu
kepada Alloh dalam waktu tersebut melainkan akan dikabulkan oleh Alloh. Maka
peganglah erat-erat (ingatlah bahwa) akhir dari waktu tersebut jatuh setelah
‘Ashar.” (HR. Abu Dawud, an-Nasa’i dan al Hakim)
Dan di antara
orang yang menguatkan pendapat ini adalah Imam Ibnul Qayyim rahimahullah, dia
mengatakan, “Ini adalah pendapat yang dipegang oleh kebanyakan generasi salaf
dan banyak sekali hadits-hadits mengenainya” (Zaadul Ma’aad I/389,394)
Sebagian ulama
menyebutkan bahwa hikmah dari tersamarnya waktu ini adalah memotivasi para
hamba agar bersungguh-sungguh dalam memohon, memperbanyak do’a dan mengisi
seleruh waktu dengan beribadah, seraya mengharapkan pertemuannya dengan waktu
yang penuh barakah itu.” (Fat-hul Baari II/417)
2. Keberkahan lainnya yang dimiliki hari Jum’at, bahwa siapa saja
yang menunaikan shalat Jum’at sesuai dengan tuntunan adab dan tata cara yang
benar, maka dosa-dosanya yang terjadi antara Jum’at tersebut dengan Jum’at
sebelumnya akan di ampuni.
Sebagaimana
disebutkan dalam shahih Bukhari dari Salman al Farisi radhiallahu’anhu, Dia
mengatakan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda:
“Tidaklah
seseorang mandi pada hari Jum’at, dan bersuci semampunya, berminyak dengan
minyak atau mengoleskan minyak wangi dari rumahnya, kemudian keluar (menuju
masjid), dan dia tidak memisahkan dua orang (yang sedang duduk berdampingan),
kemudian dia mendirikan shalat yang sesuai dengan tuntunannya, lalu dia diam
mendengarkan (dengan seksama) ketika imam berkhutbah melainkan akan di ampuni
(dosa-dosanya yang terjadi) antara Jum’at tersebut dank e Jum’at berikutnya.” (HR.
Bukhari)
Sedangkan dalam
Shahih Muslim terdapat tambahan tiga hari, Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu
dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam. Beliau bersabda:
“Barangsiapa
yang mandi lalu berangkat Jum’at, kemudian mendirikan shalat semampunya,
selanjutnya diam mendengarkan khutbah (imam) hingga khutbahnya selesai kemudian
shalat bersama imam, niscaya akan di ampuni dosa-dosanya antara Jum’at itu
hingga Jum’at berikutnya dan ditambah tiga hari lagi.” (HR.
Muslim)
Dalam hadits
riwayat Muslim disebiutkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam
bersabda:
“Shalat
fardhu lima waktu, shalat Jum’at ke Jum’at berikutnya, dan Ramadhan ke Ramadhan
berikutnya menghapuskan dosa-dosa yang dilakukan di antara masa tersebut jika
ia menjauhi dosa-dosa besar.” (HR. Muslim)
Pada zhahir
hadits ini terdapat syarat untuk menjauhkan al kabaa-ir (dosa-dosa besar) untuk
dapat meraih keutamaan gugurnya dosa-dosa kecil.
3. Keberkahan lain yang dimiliki hari Jum’at bahwa di dalamnya
terdapat keutamaan yang besar bagi siapa saja yang bersegera pergi ke masjid
lebih pagi untuk shalat Jum’at.
Dalam ash
Shahihain terdapat hadits Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu bahwa Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda:
“Barangsiapa
yang mandi pada hari Jum’at seperti mandi janabat lalu pergi kemasjid, maka
seakan-akan berkurban dengan unta yang gemuk, dan barangsiapa yang pergi pada
jam yang kedua, maka seakan-akan ia berkurban dengan sapi betina, dan
barangsiapa pergi pada jam yang ketiga, maka seakan-akan ia berkurban dengan
domba yang bertanduk, dan barangsiapa yang pergi pada jam keempat seakan-akan
ia berkurban dengan seekor ayam, dan barangsiapa yang pergi pada jam kelima
maka seakan-akan ia berkurban dengan sebutir telur. Dan apabila imam telah
keluar (untuk berkhutbah), maka para Malaikat turut hadir sambil mendengarkan
dzikir (nasihat/peringatan).” (HR. Bukhari dan Muslim)
4. Keberkahan lainnya yang dimiliki hari Jum’at bahwa hari ini
merupakan hari berkumpulnya kaum Muslimin.
Hari ini
merupakan hari berkumpulnya kaum muslimin dalam masjid-masjid mereka yang besar
untuk mengikuti shalat dan sebelumnya mendengarkan dua khutbah Jum’at yang
mengandung pengarahan dan pengajaran serta nasihat-nasihat yang ditujukan
kepada kaum muslimin yang kesemuanya mengandung manfaat agama dan dunia. Hari
Jum’at ini juga memiliki beberapa keistimewaan yang mulia di antaranya
disebutkan oleh Ibnu Qayyim al-Jauziyyah rahimahullah sebanyak tiga puluh tiga.
Bahkan Imam as-Suyuthi dalam risalahnya, Nuurul Lum’ah fii Khashaa-ishil
Jumu’ah menambahkan keistimewaan tersebut menjadi seratus satu. Akan tetapi
sebagian keistimewaan itu bersandar pada hadits-hadits yang lemah.
Maka, sudah
sepantasnya seorang muslim memanfaatkan hari yang mulai dan penuh barakah ini
dengan melakukan ibadah-ibadah wajib maupun sunnah, dan mengkonsentrasikan diri
pada ibadah-ibadah tersebut sehingga dia dapat meraih pahala yang besar dan
ganjaran yang setimpal.
Di nukil
dari Kitab “Amalan dan Waktu yang Diberkahi”, penulis: Dr. Nashir bin
Abdirrahman bin Muhammad al-Juda’i, penerbit Pustaka Ibnu Katsir
No comments:
Post a Comment