Hukum Fiqih Kontemporer Dalam Islam

http://setiakawan29.blogspot.com/2015/08/hukum-fiqih-kontemporer-dalam-islam.html
Hukum Fiqih Kontemporer Dalam Islam

Hukum Hukum Dalam Islam Berkaitan Dengan Fikih Kontemporer


A.
    HUKUM TATO DALAM ISLAM

1.
      Pengertia Tato
Tato (Inggris, tattoo; Arab, washm الوشم) adalah bentuk modifikasi tubuh manusia, dibuat dengan cara memasukkan tinta pada lapisan kulit untuk mengganti warna pigmen. Dalam Islam tato terkait dengan beberapa masalah yaitu tukang tato (wasyimah), pengguna tato (al mustausyimah), hukum tatoo, dan status wudhu dan mandi wajib (ghusl) serta status sah atau tidaknya shalat pemakai tato.

Tato atau tatoo adalah melukis, "mengukir" atau merajah kulit dengan jarum dan zat pewarna dalam berbagai bentuk gambar, simbol atau sekedar coretan. (غرز الجلد بإبر وحشوه بالكحل وغيره ليتغير لونه إلى الزرقة أو الخضرة) Tatoo bersifat permanen karena terlukis dalam kulit.

2.
      Hukum Tato, Pengguna Dan Tukang Tato Adalah Dosa Besar
Hukum tato (Inggris: tattoo; Arab: الوشم) adalah haram menurut kesepakan ulama (ijmak). Berdasarkan hadits sahih riwayat Bukhari dan Muslim (muttafaq alaih):
لَعَنَ اللَّهُ الْوَاشِمَاتِ وَالْمُوتَشِمَاتِ وَالْمُتَنَمِّصَاتِ وَالْمُتَفَلِّجَاتِ لِلْحُسْنِ الْمُغَيِّرَاتِ خَلْقَ اللَّهِ
Artinya: Allah melaknat wanita yang menyambung rambutnya, melakukan tato di wajahnya (mutawasshimah), menghilangkan rambut dari wajahnya, menyambung giginya, demi kecantikan, mereka telah merubah ciptaan Allah.
Adanya laknat yang diucapkan Nabi atas tato menunjukkan bahwa tato adalah dosa besar. Menurut Imam Dzahabi, tanda dosa besar adalah suatu perbuatan yang dilarang (maksiat) yang diikuti dengan ancaman sanksi di dunia atau ancaman di akhirat dengan laknat atau siksa ( كل معصية فيها حدٌّ في الدنيا أو وعيد في الآخرة باللعن أو العذاب ونحوهما)
Dan berdasarkan Quran Surah An-Nisa' 4:119 


وَلآمُرَنَّهُمْ فَلَيُبَتِّكُنَّ آذَانَ الأَنْعَامِ وَلآمُرَنَّهُمْ فَلَيُغَيِّرُنَّ خَلْقَ اللّهِ وَمَن يَتَّخِذِ الشَّيْطَانَ وَلِيًّا مِّن دُونِ اللّهِ فَقَدْ خَسِرَ خُسْرَانًا مُّبِينًا

Artinya: Dan akan aku suruh mereka mengubah ciptaan Allah (dan mereka benar-benar mengubahnya). Barangsiapa yang menjadikan setan sebagai pelindung yang selain Allah, maka sungguh dia menderita kerugian yang nyata.
Oleh karena itu, bagi yang sudah memasang tato, maka wajib dia menghilangkannya dan bertaubat.


3.
      Hukum Wudhu, Mandi Besar Dan Shalat Pengguna Tato
Bila tatoo dilakukan setelah baligh dengan keinginannya sendiri, maka diwajibkan untuk menghilangkannya atau setidaknya berusaha untuk menghilangkannya, asalkan mengilangkan tatoo tersebut tidak sampai merusak anggota tubuh (kulit) yang tertato atau menimbulkan rasa sakit yang di atas kewajaran. Bila demikian, maka tidak diharuskan menghilangkannya dan cukup bertobat dan sah shalatnya. Dengan ditemukannya teknologi laser untuk menghilangkan tato secara permanen tanpa mencederai kulit, maka membuang tato adalah wajib secara mutlak. Namun apabila menghilangkan tato dengan cara laser atau teknologi terbaru lainnya tidak mampu secara finansial sementara cara tradisional dapat berbahaya, maka tidak wajib baginya menghilangkannya. Namun diwajibkan taubat, menyesali diri dan menggantinya dengan amal perbuatan yang baik. Sedangkan hukum wudhu, mandi junub dan shalatnya adalah sah.


B.
     HUKUM MENGKIKIR GIGI DAN MENIPIS ALIS
Bagi wanita, mempercantik diri adalah hal yang biasa bahkan menjadi kebutuhannya. Islam memandang jika tujuannya untuk menyenangkan hati suami maka itu akan dinilai sebagai ibadah. Mempercantik diri, selama dengan cara yang wajar dan tanpa merubah ciptaan Allah Ta’ala dalam diri kita, tidaklah mengapa. Namun, ketika sudah ada yang ditambah-tambahkan atau dikurang-kurangkan maka itu terlarang, sebab seakan dia tidak mensyukuri nikmat yang ada pada dirinya. Berikut pendapat ulama mengenai hukum memotong gigi dan menipis alis, antara lain :
  • Berkata al-Bakri ad-Damyathi : “Haram memperhalus dan menjarangkan gigi dengan alat kikir dan seumpamanya supaya nampak cantik ” (Al-Bakri ad-Damyathi, I’anah at-Thalibin, Thaha Putra, Semarang, Juz. II, Hal. 340)
  • Berkata Zainuddin al-Malibary : “Haram memperhalus gigi dan meyambung rambut dengan rambut lain yang bernajis atau rambut manusia dan mengikat dengannya,tidak haram mengikat dengan sutera atau wol” (Zainuddin al-Malibary, Fathul Muin, dicetak pada hamisy I’anah at-Thalibin, Thaha Putra, Semarang, Juz. II, Hal. 340)
  • Salah seorang ulama Aceh terkenal, Syekh Muda Wali al-Khalidy berkata : “Haram memotong gigi kalau untuk hendak bagus, tetapi kalau karena ada hajad seperti untuk obat, boleh”. (Syekh Muda Wali al-Khalidy, al-Fatawa, Nusantara, Bukit Tinggi, hal.6)
Dalilnya adalah sebagai berikut :
a. Allah berfirman mengkisahkan tentang ucapan Iblis: وَلَأُضِلَّنَّهُمْ وَلَأُمَنِّيَنَّهُمْ وَلَآَمُرَنَّهُمْ فَلَيُبَتِّكُنَّ آَذَانَ الْأَنْعَامِ وَلَآَمُرَنَّهُمْ فَلَيُغَيِّرُنَّ خَلْقَ اللَّهِ وَمَنْ يَتَّخِذِ الشَّيْطَانَ وَلِيًّا مِنْ دُونِ اللَّهِ فَقَدْ خَسِرَ خُسْرَانًا مُبِينًا
Artinya : Dan Aku benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka dan menyuruh mereka (memotong telinga-telinga binatang ternak), lalu mereka benar-benar memotongnya, dan akan Aku suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka merubahnya. barangsiapa yang menjadikan syaitan menjadi pelindung selain Allah, maka sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata. (QS. An-Nisaa’: 119).

b. Hadits dari Abdullah bin Mas’ud r.a., beliau berkata:لعن الله الواشمات والمستوشمات والمتنمصات والمتفلجات للحسن المغيرات خلق الله
Artinya : Allah melaknat wanita pembuat tato dan yang bertato, wanita yang dicukur alis, dan dikikir giginya, dengan tujuan mempercantik diri mereka merubah ciptaan Allah Ta’ala.” (HR. Bukhari, Shahih Bukhari, Dar Thauq an-Najh, Juz. VII, Hal. 167, No. Hadits : 5948)

c. Hadits Nabi  : لعن الله الواشمات والمستوشمات والنامصات والمتنمصات والمتفلجات للحسن المغيرات خلق الله
Artinya : Allah melaknat wanita pembuat tato dan yang bertato, wanita yang mencukur alis dan yang dicukur alisnya, dan dikikir giginya, dengan tujuan mempercantik diri, mereka merubah ciptaan Allah Ta’ala.(HR. Imam Muslim, Shahih Muslim, Maktabah Dahlan, Indonesia, Juz. III, Hal. 1678, No. Hadits : 2125)

d. Berkata Ibnu Hajar al-Asqalany : “Almutafalijat adalah jamak dari mutafalijah artinya membuat atau menciptakan belahan (pembagian). Alfalj dengan fa, lam, dan jim adalah membuat jarak antara dua hal, Altafalluj adalah membagi antara dua hal yang berdempetan dengan menggunakan alat kikir dan semisalnya, secara khusus biasanya pada gigi yang double dan bagian depan di antara taring”. (Ibnu Hajar Al-Asqalany, Fathul Bari, Darul Fikri, Beirut, Juz. X, Hal. 372)

Jadi, al-Mutafalijat adalah upaya merenggangkan gigi yang tadinya berdempetan, agar kelihatan lebih bagus
e. Berkata Imam Nawawi dalam Syarah Muslim : “Adapun namishah dengan shad muhmalah adalah perempuan yang menghilangkan bulu pada wajahnya dan muntamishah adalah yang meminta dilakukan menghilangkannya. Perbuatan ini adalah haram kecuali apabila tumbuh jenggot dan kumis pada perempuan, maka tidak haram menghilangkannya bahkan disunnatkan menurut mazhab kita. Ibnu Jarir mengatakan : “Tidak boleh mencukur jenggot, kumis dan rambut di bawah bibirnya, dan tidak boleh pula merubah bentuknya, baik dengan penambahan atau pengurangan.” Madzhab kita, sebagaimana yang telah kami kemukakan, menganjurkan menghilangkan jenggot, kumis, dan rambut di bawah bibir . Sesungguhnya larangan hanya berlaku untuk alis dan bagian tepi dari wajah.” 

f. Seterusnya Imam Nawawi menjelaskan :  “Adapun sabda Nabi  muflijaat lil husn, maknanya adalah dilakukan itu untuk kelihatan cantik. Ini mengisyaratkan yang diharamkan adalah yang dilakukan untuk kelihatan cantik. Adapun kalau karena ada hajad seperti karena obat atau aib pada gigi dan seumpamanya, maka tidak mengapa”. (Nawawi, Syarah Muslim, Dar Ihya al-Turatsi al-Araby, Beirut, Juz. XIV, Hal 106-107)

g. Ibnu Hajar al-Asqalany dalam Fathul Bary mengutip perkataan Imam Ath Thabari yaitu : “Dikecualikan dari hal itu, yakni apa-apa yang bisa mendatangkan bahaya dan gangguan seperti wanita yang memiliki gigi yang lebih atau kepanjangan (tonggos) yang dapat menghalanginya ketika makan.” (Ibnu Hajar Al-Asqalany, Fathul Bari, Darul Fikri, Beirut, Juz. X, Hal. 377)

h. Dari Ibnu Abbas r.a, beliau berkata :لعنت الواصلة والمستوصلة، والنامصة والمتنمصة، والواشمة والمستوشمة من غير داء.
Artinya : Dilaknat wanita yang menyambung rambut dan yang disambung rambutnya, wanita yang menipiskan alis dan yang ditipiskan alisnya serta wanita pembuat tato dan yang bertato, kecuali karena berobat.” (HR. Abu Daud, Sunan Abu Daud, Darul Fikri, Beirut, Juz. II, Hal. 477, No. Hadits : 4170)

"Allah melaknat wanita-wanita yang mentato dan yang meminta untuk ditatokan, yang mencukur (menipiskan) alis dan yang meminta dicukur, yang mengikir gigi supaya kelihatan cantik dan merubah ciptaan Allah." (H.R Muslim No:3966.)

C.    HUKUM SULAM ALIS, SULAM BIBIR DAN SULAM EYE LINER
Sulam alis sebagaimana sulam bibir hukumnya haram dalam Islam berdasarkan pada dua hadits berikut:
Hadits riwayat Muslim #3966 dan riwayat Bukhari #5604:
عن عبد الله رضي الله عنه لعن الله الواشمات والمستوشمات والمتنمصات والمتفلجات للحسن المغيرات خلق الله
Artinya: "Allah melaknat wanita-wanita yang mentato dan yang meminta untuk ditatokan, yang mencukur (menipiskan) alis dan yang meminta dicukur, yang mengikir gigi supaya kelihatan cantik dan merubah ciptaan Allah."
Dalam menjelaskan hadits di atas, Imam Nawawi dalam kitab Syarah Muslim 13/107 menyatakan: "Al-Wasyimah" adalah wanita yang mentato. Yaitu melukis punggung telapak tangan, pergelangan tangan, bibir atau anggota tubuh lainnya dengan jarum atau sejenisnya hingga mengeluarkan darah lalu dibubuhi dengan tinta untuk diwarnai. Perbuatan tersebut haram hukumnya bagi yang mentato ataupun yang minta ditatokan."
Ibnu Hajar al-Asqalani dalam Fathul Bari Syarah Shahih Bukhari menyatakan bahwa perempuan tidak boleh merubah sesuatu dari bentuk asal yang telah diciptakan Allah, baik menambah atau mengurangi agar kelihatan bagus. Seperti, seorang perempuan yang alisnya berdempetan, kemudian ia menghilangkan (bulu alis) yang ada di antara keduanya, agar kelihatan cantik atau sebaliknya (kelihatan jelek dengan berdempetannya).
Sulam alis, sulam bibir dan sulam eye liner sama-sama memakai sistem pewarnaan dan merubah ciptaan Allah yang diharamkan secara eksplisit pada hadits di atas (Lihat juga firman Allah dalam QS An-Nisa 4:119). Sedangkan tanam benang juga haram karena merubah ciptaan Allah. Namun, khusus untuk pewarnaan kulit (seperti sulam alis atau sulam bibir), Imam Nawawi menyatakan boleh bagi perempuan yang bersuami asalkan mendapat ijin dari suaminya, sedang yang belum bersuami haram secara mutlak. Dalam menafsiri hadits di atas Imam Nawawi dalam Syarah Muslim 1/287 menyatakan:
وأما تحمير الوجه والخضاب بالسواد وتطريف الأصابع فإن لم يكن لها زوج ولا سيد أو كان وفعلته بغير إذنه فحرام ، وإن أذن جاز على الصحيح
Islam memerintahkan seorang muslim untuk mensyukuri fisik yang ada tanpa merubahnya. Kalau ingin merubah, maka rubahlah mental dan akhlak kita menjadi lebih baik karena di situ letak daya tarik hakiki dari seorang wanita.
Perlu dicatat, bahwa hukum keharaman di atas dalam situasi yang bukan darurat. Adapun dalam situasi darurat, misalnya karena adanya cacat, maka operasi plastik pun dibolehkan.

D.    HUKUM OPERASI KECANTIKAN HIDUNG DAN KUKU
Operasi bedah plastik (plastic surgery) atau dalam bahasa Arab disebut jirahah at-tajmil adalah operasi bedah untuk memperbaiki penampilan satu anggota tubuh yang nampak, atau untuk memperbaiki fungsinya, ketika anggota tubuh itu berkurang, hilang/lepas, atau rusak. (Al-Mausu’ah at-Thibbiyah al-Haditsah, 3/454).
Hukum operasi plastik ada yang mubah dan ada yang haram. Operasi plastik yang mubah adalah yang bertujuan untuk memperbaiki cacat sejak lahir (al-’uyub al-khalqiyyah) seperti bibir sumbing, atau cacat yang datang kemudian (al-’uyub al-thari`ah) akibat kecelakaan, kebakaran, atau semisalnya, seperti wajah yang rusak akibat kebakaran/kecelakaan.
Syekh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin berkata,”Operasi kecantikan (plastik) ini ada dua macam. Pertama, operasi kecantikan untuk menghilangkan cacat yang karena kecelakaan atau yang lainnya. Operasi seperti ini boleh dilakukan, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memberikan izin kepada seorang lelaki–yang terpotong hidungnya dalam peperangan–untuk membuat hidung palsu dari emas. Kedua, operasi yang dilakukan bukan untuk menghilangkan cacat, namun hanya untuk menambah kecantikan (supaya bertambah cantik). Operasi ini hukumnya haram, tidak boleh dilakukan, karena dalam sebuah hadis (disebutkan),
لَعَنَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْوَاصِلَةَ وَالْمُسْتَوْ صِلَةَوَالَوَاشِمَةَوَالْمَسْتَوْشِمَةَ
Artinya : “Rasulullah melaknat orang yang menyambung rambut, orang yang minta disambung rambutnya, orang yang membuat tato, dan orang yang minta dibuatkan tato.” (HR. Bukhari)
Operasi plastik untuk memperbaiki cacat yang demikian ini hukumnya adalah mubah, berdasarkan keumuman dalil yang menganjurkan untuk berobat (al-tadawiy). Nabi   bersabda,“Tidaklah Allah menurunkan suatu penyakit, kecuali Allah menurunkan pula obatnya.” (HR Bukhari, no.5246). Nabi   bersabda pula,”Wahai hamba-hamba Allah berobatlah kalian, karena sesungguhnya Allah tidak menurunkan satu penyakit, kecuali menurunkan pula obatnya.” (HR Tirmidzi, no.1961).
Adapun operasi plastik yang diharamkan, adalah yang bertujuan semata untuk mempercantik atau memperindah wajah atau tubuh, tanpa ada hajat untuk pengobatan atau memperbaiki suatu cacat. Contohnya, operasi untuk memperindah bentuk hidung, dagu, buah dada, atau operasi untuk menghilangkan kerutan-kerutan tanda tua di wajah, dan sebagainya.
Dalil keharamannya firman Allah SWT (artinya) : “dan akan aku (syaithan) suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka mengubahnya”. (QS An-Nisaa` : 119). Ayat ini datang sebagai kecaman (dzamm) atas perbuatan syaitan yang selalu mengajak manusia untuk melakukan berbagai perbuatan maksiat, di antaranya adalah mengubah ciptaan Allah (taghyir khalqillah).
Operasi plastik untuk mempercantik diri termasuk dalam pengertian mengubah ciptaan Allah, maka hukumnya haram. (M. Al-Mukhtar asy-Syinqithi, Ahkam Jirahah Al-Thibbiyyah, hal. 194).
Imam Nawawi berkata,”Dalam hadis ini ada isyarat bahwa yang haram adalah yang dilakukan untuk mencari kecantikan. Adapun kalau itu diperlukan untuk pengobatan atau karena cacat pada gigi, maka tidak apa-apa.” (Imam Nawawi, Syarah Muslim, 7/241). Maka dari itu, operasi plastik untuk mempercantik diri hukumnya adalah haram.

E.     HUKUM MENYEMIR UBAN, MEWARNAI RAMBUT, DAN  REBONDING
Mewarnai rambut sering kita dapati pada sebagian masyarakat, baik sebagai budaya yang menjadi tradisi turun temurun atau sekedar ikut-ikutan trend dan mode yang biasanya dilakukan oleh anak-anak muda. Buat sebagian kalangan, menyemir rambut bertujuan untuk menutupi warna putih karena uban, yang intinya menutupi hakikat ketuaan usianya. Buat sebagian kalangan yang lain, mewarnai rambut bukan karena ingin menutupi ubah, melainkan menjadi tradisi kelompok dan sukunya.

1.      Dalil Tentang Mewarnai Rambut
Ada banyak hadits yang menyebut tentang pewarnaan rambut, di antaranya :
غَيِّرُوا الشَّيْبَ وَلاَ تَشَبَّهُوا بِالْيَهُودِ
Ubahlah (warna) uban tetapi jangan menyerupai yahudi.. (HR. Tirmizy) dalam lain riwayat ada tambah : dan Nasrani (HR. Ahmad)
كَانَ رَسُولُ اللهِ  يَكْرَهُ عَشْرَ خِلاَلٍ : الصَّفْرَةَ - يعني الخلوق - وَتَغْيِيْرِ الشَّيْبِ
Rasulullah   membenci sepuluh hal, salah satunya adalah mengubah (warna) uban. (HR. Abu Daud dan A-Nasa’i)

2.      Hukum Mewarnai Rambut
Menyemir rambut tidak terlarang asalkan bukan berwarna hitam. Bahkan dalam konteks upaya membedakan diri dari pemeluk agama lain dimasa itu, Rasulullah pernah memerintahkan untuk menyemir atau mewarnakan rambut.
Sebagaimana yang bisa kita baca di dalam hadits Rasulullah   berikut ini:
إِنَّ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى لاَ يَصْبُغُونَ فَخَالِفُوهُمْ
Dari Abu Hurairah, Rasulullah   bersabda, “Sesungguhnya orang-orang Yahudi tidak mau menyemir rambut, karena itu berbedalah kamu dengan mereka.” (HR. Bukhari)
Perintah di sini mengandung arti sunnah bukan kewajiban. Sehingga dikerjakan oleh sebagian sahabat, misalnya Abubakar dan Umar, sedang shahabat yang lain tidak melakukannya, seperti Ali, Ubai bin Kaab dan Anas. Tetapi warna apakah semir yang dibolehkan itu? Dengan warna hitam dan yang lainkah atau harus menjauhi warna hitam? Namun yang jelas, bagi orang yang sudah tua, ubannya sudah merata baik di kepalanya ataupun jenggotnya, tidak layak menyemir dengan warna hitam.
Oleh karena itu tatkala Abu Bakar membawa ayahnya, Abu Kuhafah, ke hadapan Nabi pada hari penaklukan Makkah, sedang Nabi melihat rambutnya bagaikan pohon tsaghamah yang serba putih buahnya mau pun bunganya, beliau bersabda :
اذْهَبُوا بِهِ إِلَى بَعْضِ نِسَائِهِ فَلْتُغَيِّرْهُ وَجَنِّبُوهُ السَّوَادَ
Artinya : “Ajaklah dia kepada istri-istrinya agar mereka mengubah warna rambutnya tetapi jauhilah warna hitam.” (HR. Muslim)
Adapun orang yang tidak seumur dengan Abu Kuhafah (yakni belum begitu tua), tidaklah berdosa apabila menyemir rambutnya itu dengan warna hitam. Dalam hal ini, Az-Zuhri pernah berkata, “Kami menyemir rambut dengan warna hitam apabila wajah masih nampak muda, tetapi kalau wajah sudah mengerut dan gigi pun telah goyah, kami tinggalkan warna hitam tersebut.”
Termasuk yang membolehkan menyemir dengan warna hitam ini ialah segolongan dari ulama salaf termasuk para sahabat, seperti Saad bin Abu Waqqash, Uqbah bin Amir, Hasan, Husain radhiyallahuanhum, Jarir dan lain-lain. Sedang dari kalangan para ulama ada yang berpendapat tidak boleh menyemir rambut dengan warna hitam kecuali dalam keadaan perang, supaya dapat menakutkan musuh, kalau mereka melihat tentara-tentara Islam semuanya masih nampak muda.
Dalil lainnya tentang kebolehan mewarnai rambut adalah:
إِنَّ أَحْسَنَ مَا غَيَّرْتُمْ بِهِ الشَّيْبَ الْحِنَّاءُ وَالْكَتَمُ
Dari Abu Dzar ra berkata bahwa Rasulullah   bersabda, “Sebaik-baik bahan yang dipakai untuk menyemir uban ialah pohon inai dan katam.” (Riwayat Tarmizi dan Ashabussunan) Inai berwarna merah, sedang katam sebuah pohon yang tumbuh di zaman Rasulullah  yang mengeluarkan zat berwarna hitam kemerah-merahan.
Anas bin Malik meriwayatkan, bahwa Abu bakar menyemir rambutnya dengan inai dan katam, sedang Umar hanya dengan inai saja. Hinna’ adalah pewarna rambut berwarna merah sedangkan katam adalah pohon Yaman yang mengeluarkan zat pewarna hitam kemerah-merahan. Secara rebih rinci lagi, mari kita lihat sekilas bagaimana konfigurasi singkat pendapat para ulama tentang mengecat atau mewarnai rambut dengan warna hitam:
Ulama Hanabilah, Malikiyah dan Hanafiyah menyatakan bahwasanya mengecat dengan warna hitam dimakruhkan kecuali bagi orang yang akan pergi berperang karena ada ijma yang menyatakan kebolehannya. Abu Yusuf dari ulama Hanafiyah berpendapat bahwasanya mengecat rambut dengan warna hitam dibolehkan. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah  :
إِنَّ أَحْسَنَ مَا اخْتَضَبْتُمْ بِهِ لِهَذَا السَّوَادُ أَرْغَبُ لِنِسَائِكُمْ فِيكُمْ وَأَهْيَبُ لَكُمْ فِي صُدُورِ أَعْدَائِكُمْ

“Sesungguhnya sebaik-baiknya warna untuk mengecat rambut adalah warna hitam ini, karena akan lebih menarik untuk istri-istri kalian dan lebih berwibawa di hadapan musuh-musuh kalian”. (Tuhfatul Ahwadzi)
Ulama Madzhab Syafi’i berpendapat bahwasanya mengecat rambut dengan warna hitam diharamkan kecuali bagi orang-orang yang akan berperang. Hal ini didasarkan kepada sabda Rasulullah  : “Akan ada pada akhir zaman orang-orang yang akan mengecat rambut mereka dengan warna hitam, mereka tidak akan mencium bau surga”(HR. Abu Daud, An-Nasa’i, Ibnu Hibban dan Al-Hakim)

F.     HUKUM MENGERITING RAMBUT DAN SAMBUNG RAMBUT

1.
      Hukum wanita mengeriting rambut
Pertanyaan:
Bagaimana hukum wanita mengeriting rambut? Padahal mengeriting adalah membuat lurus tergerai menjadi kusut tidak teratur. Ada yang mengeriting rambut untuk waktu yang tidak lama. Tetapi ada juga sebagian wanita pergi ke salon untuk menambahkan beberapa cairan ke rambut mereka hingga rambut mereka menjadi keriting dalam waktu enam bulan. Bagaiman pendapat Syaikh?

Jawaban Syaikh Shalih al-Fauzan:
Mengeriting rambut bagi wanita hukumnya mubah, selama tidak menyerupai wanita-wanita kafir, juga tidak untuk dipamerkan kepada pria yang bukan mahramnya. Selain itu, orang yang mengeriting rambut hendaklah wanita dari kerabat  dekatnya, baik dikeriting untuk waktu yang singkat ataupun untuk waktu yang lama, baik menggunakan bahan-bahan yang mubah lainnya.
Catatan yang perlu diperhatikan, tidak boleh bagi wanita pergi ke salon-salon untuk melakukan itu semua, karena seorang wanita yang keluar dari rumahnya menimbulkan fitnah (godaan bagi pria) dan dikhawatirkan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Sebab wanita-wanita yang bekerja di salon bukanlah tipe wanita yang berpegang teguh terhadap agama. Terlebih lagi jika pegawai salon itu seorang lelaki, karena diharamkan bagi wanita yang menampakkan rambutnya kepada laki-laki yang bukan mahramnya. (muslimah.or.id)

2.
      Hukum Menyambung Rambut
Tren kecantikan terus berkembang. Tak hanya menyangkut rias wajah atau berbusana, tetapi merambah pula pada penampilan cantik rambut. Rambut yang kerap diidentikkan dengan mahkota itu menjadi bagian penting dalam penilaian paras seseorang.
Banyak cara ditempuh agar mahkota tersebut kelihatan menarik. Salah satunya, melalui metode sambung rambut atau hair extension. Tehnik penyambungan rambut ini dilakukan pada sebagian atau bahkan keseluruhan rambut. Rambut disambung menggunakan polymer microtien, yaitu sejenis lem karet yang khusus untuk merekatkan rambut. Peminat hair extension bisa memilih jenis rambut yang akan ia sambung.
Ada dua jenisnya, yaitu rambut tiruan (hair synthetic) atau rambut asli yang berasal dari rambut manusia (human hair). Soal biaya, memang agak sedikit mahal. Ongkosnya berkisar antara Rp 800 ribu hingga Rp 2 juta. Tren kecantikan penyambungan rambut ini, kata Prof Abdul Jawwad Khalaf dalam bukunya berjudul as-Syiru wa-Ahkamuhu fi al-Fiqh al-Islami telah berkembang sejak lama. Ketika Islam turun pertama kali di Jazirah Arab, para wanita telah mengenal teknik ini. Karenanya, Rasulullah   juga memberikan perhatian khusus. 
Hadis riwayat Muslim dan Ahmad dari Jabir bin Abdullah menyebut bahwa Rasul melarang perempuan menyambung apa pun di rambutnya. Kecaman juga ditujukan bagi pihak perias ataupun perempuan yang disambung rambutnya. Ini seperti disebut hadis riwayat Bukhari Muslim dari Aisyah. Bagaimana penafsiran ulama atas hadis ini? 
Sesuai dengan dua kategori jenis rambut di atas, para ulama memiliki pemandangan yang beragam menyikapi permasalahan tersebut. Dalam kasus rambut asli, Mazhab Maliki, Syaifii, dan Hanbali berpendapat, hukumnya haram. Apa pun tujuannya, baik untuk kecantikan atau sekadar perbaikan rambut. 
Termasuk, asal muasal rambut, baik rambut sendiri, kerabat yang mahram, atau rambut orang lain. Tetap saja, tidak diperbolehkan. Ini sesuai dengan larangan yang tertuang dalam hadis di atas. Selain itu, sudah semestinya rambut anak adam tersebut tidak dimanfaatkan. Justru, sunah yang dianjurkan terhadap rambut yang tak terpakai ialah menguburnya.
Mazhab Hanafi lebih memilih opsi makruh untuk kasus rambut asli. Ada lagi pendapat ketiga, tetapi dikategorikan sebagai pendapat yang langka, ialah opsi bahwa hukum hair extension boleh secara mutlak. Tak peduli apakah rambut tersebut asli ataupun sintetis . Ini merupakan pendapat Imam Laits bin Saad. Tapi, sebagian ulama dari Mazhab Syafii mengatakan, larangan itu berlaku bila terdapat najis di rambut tersebut. Jika rambut suci, baik sintetis ataupun asli, hukumnya boleh. 
Untuk opsi jenis rambut yang kedua, yaitu penyambungan dengan rambut sintetis, mayoritas ulama sepakat hukumnya boleh. Pandangan ini banyak digunakan, antara lain, oleh ulama Mazhab Hanafi, Maliki, Syafii, dan pendapat yang kuat di Mazhab Hanbali. Ada pula yang tetap mengharamkan penyambungan rambut jenis ini, yaitu Said bin Jabir dan salah satu riwayat dari Imam Ahmad bin Hanbal. 
Ada satu jenis rambut lagi, kata Prof Abdul Jawwad. Yaitu, penyambungan menggunakan rambut binatang. Menurut mayoritas ulama, hukumnya tidak boleh. Opsi ini dipilih oleh Mazhab Maliki, Hanbali, dan Zhahiri. Sedangkan, di kalangan Mazhab Syafii ada tiga pendangan bila yang bersangkutan bersuami. Pertama tidak boleh, kedua boleh mutlak, dan ketiga boleh atas izin suami. Jika tidak bersuami atau lajang, Mazhab ini tetap tidak memperbolehkan. (republika.co.id)

Rambut asli (human hair)
Dilarang    : Mazhab Maliki, Syaifii, dan Hanbali
Makruh    : Mazhab Hanafi
Boleh        : Imam Laits bin Saad.     
Rambut tiruan (hair synthetic)        
Boleh    : Mazhab Hanafi, Maliki, Syafii, dan pendapat yang kuat di Mazhab Hanbali. 
Haram    : Said bin Jabir dan salah satu riwayat Ahmad bin Hanbal 
Rambut binatang :
Dilarang : Mazhab Maliki, Hanbali, Hanafi, salah satu riwayat Syafii dan Zhahiri 
Boleh : Salah satu riwayat Mazhab Syafii jika atas izin suami


Hadits Nabi  : أن جارية من الأنصار تزوجت، وأنها مرضت فتمعط شعرها، فأرادوا أن يصلوها، فسألوا النبي صلى الله عليه وسلم فقال: لعن الله الواصلة والمستوصلة
Artinya : Seorang wanita Anshar hendak menikah, dia dalam keadaan sakit dan rambutnya rontok, mereka hendak menyambungkan rambutnya, lalu mereka bertanya kepada Rasulullah , Beliau menjawab: “Allah melaknat wanita penyambung rambut dan yang disambung rambutnya.” (HR. Bukhari, Shahih Bukhari, Dar Thauq an-Najh, Juz. VII, Hal. 165, No. Hadits : 5934 dan Imam Muslim, Shahih Muslim, Maktabah Dahlan, Indonesia, Juz. III, Hal. 1677, No. Hadits : 2123)
Berkata Qadhi ‘Iyadh : “Dipahami dari hadits tersebut bahwa meyambung rambut termasuk dosa besar yang laknat pelakunya dan yang membantu yang haram berserikat dalam dosa dengan pelakunya sebagaimana orang membantu perbuatan ta’at berserikat pada pahalanya”. (Nawawi, Syarah Muslim, Dar Ihya al-Turatsi al-Araby, Beirut, Juz. XIV, Hal 105)
Hadits Nabi  : سألت امرأة النبي صلى الله عليه وسلم فقالت: يا رسول الله، إن ابنتي أصابتها الحصبة، فامرق شعرها، وإني زوجتها، أفأصل فيه؟ فقال: لعن الله الواصلة والمستوصلة
Artinya : Ada seorang wanita bertanya kepada Rasulullah  : “Wahai Rasulullah, anak gadis saya terkena penyakit yang membuat rontok rambutnya dan saya hendak menikahkannya, apakah boleh saya sambung rambutnya?” Beliau bersabda: “Allah melaknat wanita penyambung rambut dan yang disambung rambutnya.” (HR.Bukhari, Shahih Bukhari, Dar Thauq an-Najh, Juz. VII, Hal. 166, No. Hadits : 5941)
Hadits Nabi لعن الله الواصلة والمستوصلة والواشمة والمستوشمة
Artinya : Allah melaknat wanita penyambung rambut dan yang disambung rambutnya, dan wanita pembuat tato dan yang bertato. (HR. Bukhari, Shahih Bukhari, Dar Thauq an-Najh, Juz. VII, Hal. 165, No. Hadits : 5937)

Terimakasih Anda telah membaca artikel berjudul "Hukum Fiqih Kontemporer Dalam Islam". Semoga bermanfaat.
  

 ---------------------------------------------


DAFTAR PUSTAKA

Sumber: Majalah As-Sunnah, edisi 5, tahun IX, 1426 H/2005 M. Disertai penyuntingan bahasa oleh redaksi www.KonsultasiSyariah.com.

http://www.almanhaj .or.id/content/ 85/slash/ 0
Ensiklopedia Khazanah Islam Dunia
Artikel muslimah.or.id
REPUBLIKA.CO.ID
Tabloid NURANi edisi 629



No comments:

Read more..